Vaksinasi Covid19

Masa Simpan Vaksin Covid-19 AstraZeneca Sampai Akhir Mei 2021, Kemenkes Yakin Bisa Segera Dihabiskan

Peninjauan kriteria dan rentang waktu yang dilakukan para ahli juga untuk menentukan kelompok prioritas yang tepat disuntikkan vaksin AstraZeneca.

YouTube@Sekretariat Presiden
Vaksin Covid-19 AstraZeneca tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (8/3/2021) sore. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Langkah penundaan distribusi vaksin AstraZeneca dilakukan pemerintah, demi kehati-hatian pelaksanaan vaksinasi.

Juru bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, penundaan distribusi bukan semata-mata terkait isu penggumpalan darah sebagai akibat dari penyuntikan Vaksin AstraZeneca.

Saat ini BPOM, ITAGI, dan para ahli sedang meninjau kembali apakah kriteria penerima vaksin Sinovac dapat diterapkan juga pada penerima vaksin AstraZeneca.

Baca juga: Djoko Tjandra: Tommy Sumardi Saya Kenal Atas Rekomendasi Mantan PM Malaysia Najib Razak

"Karena kita tahu Badan POM bukan hanya mengeluarkan izin penggunaan darurat."

"Tapi juga mengatur tentang indikasi serta rentang waktu yang paling optimal untuk mendapatkan immunogenitas yang terbaik ya," ujar Nadia dalam konferensi pers virtual, Selasa (16/3/2021).

Peninjauan kriteria dan rentang waktu yang dilakukan para ahli juga untuk menentukan kelompok prioritas yang tepat untuk disuntikkan vaksin AstraZeneca.

Baca juga: BREAKING NEWS: Indonesia Tunda Distribusi Vaksin AstraZeneca karena Ada Kasus Pembekuan Darah

Alasannya, masa simpan vaksin ini terbilang singkat, yakni hingga akhir Mei 2021.

"Tetunya 1,1 juta dosis vaksin yang sudah kita terima ini harus kita prioritaskan pada tempat-tempat di mana sebelum masa shelf life-nya habis, vaksin ini sudah kita gunakan untuk penyuntikan dosis pertama."

"Kalau memang nanti rentang waktunya itu adalah 9 sampai dengan 12 minggu," tuturnya.

Baca juga: Murni Tindak Pidana Korupsi, Mahfud MD Pastikan Kasus Asabri Takkan Diselesaikan Secara Perdata

Meski memiliki waktu simpan terbatas, ia optimistis vaksin AstraZeneca tetap dapat digunakan sebelum masa simpannya berakhir.

"Kami cukup optimistis, karena kalau kita lihat saat ini dosis penyuntikan kita per hari itu sudah mencapai angka 250 ribu sampai dengan 350 ribu."

"Artinya kalau kita akan melakukan penyuntikan sebanyak 1,1 juta dosis vaksin."

Baca juga: Temui Jaksa Agung, Mahfud MD Tak Ingin Salah Administrasi Diproses Hukum Sebagai Kasus Korupsi

"Kalau kita anggap saja, misalnya, kita mampu melaksanakan penyelidikan itu 200 ribu, berarti dalam kurun waktu 6 hari vaksinnya akan habis," ujar perempuan berhijab ini.

Sebelumnya Wartakotalive memberitakan, Indonesia akhirnya memutuskan menunda distribusi vaksin Covid-19 AstraZeneca.

Hal itu dilakukan setelah adanya laporan pembekuan darah usai disuntik vaksin asal Inggris tersebut.

Hal itu didasari rapat antara BPOM dan Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).

Baca juga: Amien Rais Curiga Ada Upaya Ubah Jabatan Presiden Jadi 3 Periode, Ali Mochtar Ngabalin: Faktor Uzur

Dan, disampaikan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dr dr Maxi Rein Rondonuwu DHSM MARS, saat menanggapi pertanyaan media dalam kegiatan daring bersama Ombudsman, Senin (15/3/2021).

"BPOM dan ITAGI dua hari lalu sudah rapat, dan hasil rapat itu menyarankan kita menunda dulu distribusi AstraZeneca," ujar Maxi.

Sampai saat ini, lanjut Maxi, pemerintah belum melakukan distribusi vaksin AstraZeneca.

Baca juga: PDIP: Tambah Masa Jabatan Presiden Jadi Tiga Periode Bukan Kebutuhan Bangsa Kita Saat Ini

Menurutnya, pemerintah terus memantau hasil kajian yang dilakukan oleh BPOM maupun ITAGI.

"Terkait AstraZeneca kami masih menunggu hasil kajian data dari BPOM."

"Kita belum mendistribusikannya, menunggu hasil kajian BPOM dan ITAGI."

Baca juga: MAKI Ancam Gugat Praperadilan Jika Ihsan Yunus Tak Jadi Tersangka Korupsi Bansos, Ini Respons KPK

"Bukan tidak memakai, tapi kita menunggu hasil kajian dari negara-negara yang sudah memakai," ungkap Maxi.

Sebelumnya, sejumlah negara di Eropa menunda penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca, setelah ada laporan kasus pembekuan darah pasca-disuntik vaksin asal Inggris itu.

Bagaimana dengan Indonesia? Kementerian Kesehatan belum berencana melakukan penangguhan.

Juru bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi menegaskan, BPOM merupakan badan yang berkompeten dan independen, yang dipercaya sepenuhnya untuk mengeluarkan izin darurat penggunaan vaksin.

Baca juga: Sudah 89 Akun Medsos Ditegur Polisi Virtual Termasuk 1 WhatsApp, Banyak yang Langsung Menghilang

Sampai saat ini BPOM belum mengubah izin penggunaan darurat atas vaksin AstraZeneca.

"Jadi kita tentunya akan tetap menggunakan vaksin ini," ungkap Nadia dalam diskusi virtual bertajuk "Pemantauan Genomik Varian Baru SARS-Cov2 di Indonesia," Jumat (12/3/2021).

Menurutnya, jika ada perubahan dari peruntukan atau indikasi, maka pelaksanaan vaksinasi juga akan diubah.

Baca juga: Pemerintah Diminta Percepat Vaksinasi Sebelum Covid-19 Bermutasi Lebih Banyak Lagi

Sehingga, masyarakat diharapkan menunggu kebijakan BPOM terkait penggunaan vaksin AstraZeneca ini.

"Kita melihat bahwa kita ingin menyampaikan bahwa kalau sudah ada penggunaan izin darurat ini, artinya aspek keamanan penggunaan vaksin ini sudah dikaji."

"Dan juga sudah mendapatkan masukan, baik itu dari ITAGI, juga para ahli dokter spesialis yang memang bekerja atau berkecimpung di bidang tersebut," jelasnya.

Baca juga: Semua Penyintas Berpotensi Alami Long Covid, Waktu Kesembuhan Berbeda Tergantung Kondisi Tubuh

Nantinya, sebanyak 1.113.600 dosis vaksin yang didapat Indonesia melalui jalur multilateral Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI)/COVAX, akan digunakan untuk vaksinasi tahap kedua, yakni untuk lansia dan petugas pelayanan publik.

Senada, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan pemerintah tetap akan menyuntikkan vaksin AstraZenaca kepada masyarakat.

Alasannya, kata Wiku, EMA atau european medicines agency selaku Regulator Obat-obatan Uni Eropa menyatakan, tidak ada indikasi vaksinasi AstraZeneca menyebabkan pembekuan darah.

Baca juga: Dikasih Jabatan Apapun di Partai Demokrat Kubu Moeldoko, Max Sopacua Siap

"Hal ini juga tidak terdaftar sebagai efek samping dari vaksin AstraZeneca," terang Wiku dalam Konferensi pers virtual yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (12/3/2021).

Selain itu, kata Wiku, lebih dari 10 juta vaksin AstraZeneca telah disuntikkan kepada masyarakat di dunia.

Pasca-vaksinasi, lanjutnya, tidak ada bukti peningkatan risiko emboli paru atau trombosis vena dalam golongan usia, jenis kelamin, dan golongan lainnya.

Baca juga: Jhoni Allen Bilang SBY Beli Kantor DPP dari Mahar Pilkada, Partai Demokrat: Nyanyian Sumbang

"Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kejadian sejenis ini secara signifikan lebih rendah pada penerima suntikan vaksin, dibanding angka kejadian pada masyarakat umum," bebernya.

Meskipun demikian, Wiku mengatakan pemerintah akan terus memantau penggunaan vaksin AstraZenaca di Indonesia.

Apabila vaksinasi Covid-19 AstraZeneca menimbulkan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), pemerintah akan segera mengambil langkah penanganan.

Baca juga: Komisarisnya Diperiksa Kejagung, Sriwijaya Air Pastikan Tak Terlibat Kasus Korupsi Asabri

"Pemerintah terus mengikuti perkembangan isu terkait vaksin AstraZeneca ini, namun pada prinsipnya vaksin AstraZeneca yang sudah ada di Indonesia aman untuk digunakan," ucapnya.

Saat ini, Wiku menegaskan vaksin AstraZaneca belum disuntikkan pada target vaksinasi nasional, dan akan mengikuti proses alokasi yang ditentukan Kementerian Kesehatan, serta menunggu sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Dan untuk KIPI dari vaksin apapun, terus dipantau oleh fasilitas kesehatan pelaksana vaksinasi.

Juga, diawasi secara terpusat oleh BPOM, dan selanjutnya dianalisis lebih lanjut oleh Komnas KIPI.

Khasiat 62,10 Persen

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan beberapa negara populasi muslim sudah menerbitkan izin penggunaan darurat alias emergency use authorization (EUA) terhadap vaksin Covid-19 AstraZeneca.

"Demikian juga di beberapa negara Islam sudah diberikan (seperti) di Kerajaan Saudi sudah diberikan (izin)."

"Malaysia, Uni Emirat Arab, Kuwait, Maroko, Bahrain, Mesir."

Baca juga: DAFTAR Aliran Suap Bansos Covid-19: Dari Juliari Batubara, Oknum BPK, Hingga Pedangdut Cita Citata

"Kalau kita pada 22 Februari 2021, kalau mereka lebih dulu," ujar Penny K Lukito selaku Kepala BPOM, dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (9/3/2021).

"Vaksin ini dapat diberikan kepada lansia, tepatnya yang sudah berusia 18 tahun ke atas, atau sama dengan vaksin Sinovac," tambahnya.

Penny juga mengungkapkan terkait masalah keamanan, berdasarkan data hasil uji klinik yang disampaikan, pemberian Vaksin AstraZeneca 2 dosis dengan interval 4-12 minggu pada total 23.745 subjek, dinyatakan aman dan dapat ditoleransi dengan baik.

Baca juga: Jokowi Ajak Rakyat Benci Produk Luar Negeri, Indef: Kalau Dibalas Ekspor Kita Dipersulit Gimana?

Sedangkan dari evaluasi khasiat, pemberian vaksin AstraZeneca menunjukkan kemampuan yang baik dalam merangsang pembentukan antibodi.

Selain di beberapa negara berpopulasi muslim, izin serupa juga telah diberikan oleh sebagian negara di wilayah Eropa seperti United Kingdom, Inggris, dan Belgia.

Sementara di Indonesia, BPOM telah menerbitkan persetujuan izin penggunaan darurat atas vaksin AstraZeneca bernomor EUA 2158100143A1 pada 22 Februari 2021, dengan efikasi 62,10 persen.

Baca juga: Kejar Herd Immunity, Pemerintah Targetkan Vaksinasi Covid-19 Rampung Tahun Ini

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengizinkan penggunaan darurat alias emergency use authorization (UEA), untuk vaksin AstraZeneca yang tiba di Indonesia pada Senin (8/3/2021) kemarin.

Kepala BPOM, Penny K Lukito menuturkan, vaksin AstraZeneca yang masuk ke Indonesia sebanyak 11.460 vial vaksin atau 1.113.600 dosis.

Proses pemberian izin vaksin AstraZeneca berbeda dari sebelumnya.

Baca juga: Polisi Pastikan Kasus Ambroncius Nababan Bakal Sampai Pengadilan, Tak Diselesaikan Lewat Mediasi

Vaksin yang sudah dipakai untuk program vaksinasi, vaksin Sinovac asal Cina, terlebih dahulu melakukan uji klinis tahap tiga di Bandung.

Sedangkan vaksin AstraZeneca tidak melakukan uji klinis di Indonesia.

"Tidak semua vaksin yang mendapatkan izin penggunaan darurat (UEA) harus melalui uji klinis di Indonesia," ujar Penny dalam konferensi pers dring di Jakarta, Selasa (9/3/2021).

Baca juga: Meski Kasus Aktif Covid-19 Menurun, Jakarta Kembali Perpanjang PPKM Mikro Hingga 22 Maret 2021

"Data mutu, khasiat, dan keamanan bisa didapatkan dari uji klinis yang dilakukan negara lain."

"Bila (vaksin Covid-19) sudah mendapatkan UEA dari negara lain, lebih mudah lagi sehingga bisa lebih cepat," tambahnya.

VaksinAstraZeneca sudah mendapatkan izin penggunaan darurat dari Uni Eropa, India, Arab Saudi, hingga Bahrain.

Baca juga: Oknum BPK Kecipratan Fee dari Vendor Bansos Covid-19, Diserahkan di Kafe

Berdasarkan evaluasi BPOM, vaksin AstraZeneca memiliki efikasi atau khasiat 62,1%.

Vaksin ini juga dapat digunakan lansia, atau yang berumur 18 tahun ke atas.

Vaksin ini didatangkan dalam kerangka kerja sama pengadaan vaksin oleh COVAX yang diinisiasi oleh World Health Organization (WHO).

Baca juga: Kabiro Umum Kemensos Ditunjuk Jadi PPK Bansos Covid-19, Padahal Bukan Lingkup Kerjanya

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sebelumnya mengatakan, vaksin tersebut merupakan bagian awal dari tahap pertama pemberian vaksin melalui jalur multilateral.

Tahap pertama berlangsung hingga Mei 2021, Indonesia akan memperoleh total 11.748.000 vaksin jadi.

Pada tahap awal, seluruh vaksin ini langsung dikirim dan disimpan di gudang PT Bio Farma Bandung, Jawa Barat.

Baca juga: Minta Polisi Proses Kerumunan KLB Partai Demokrat, GPI: Giliran Masyarakat Kecil Langsung Diciduk

Hari ini BPOM akan melakukan pemerikasaan ke PT Bio Farma, sekaligus melakukan sampling untuk diterbitkan sertifikat, untuk meyakinkan mutu dari vaksin tersebut.

"BPOM telah melalui proses keamanan, mutu, dan khasiat dari vaksin tersebut."

"Proses tersebut telah disetujui BPOM untuk special access."

Baca juga: Untuk Tujuan Ini, Kabiro Umum Kemensos Serahkan Uang Rp 3 Miliar ke Advokat Kondang Hotma Sitompul

"Ini untuk meyakinkan aspek mutu dari vaksin," ucap Penny.

Selain vaksin AstraZeneca, sejauh ini Indonesia sudah mendapatkan sekitar 38 juta dosis vaksin yang diproduksi oleh Sinovac Biotech Cina.

Beberapa di antaranya telah digunakan dalam upaya inokulasi massal yang dimulai pada Januari lalu.

Baca juga: Pelapor Jokowi dan Gubernur NTT Polisikan Kerumunan KLB Partai Demokrat ke Bareskrim

Banyak pemberitaan mancanegara mengenai efek samping dari vaksin AstraZeneca yang menimbulkan spekulasi negatif dari vaksin tersebut.

Menanggapi hal tersebut, BPOM memastikan keamanan dari vaksin AstraZenecam, walaupun tidak dilakukan uji klinis di Indonesia.

"Tentunya, efek samping banyak kita dengar dari luar, seperti pasca-imunisasi (contoh) bisa saja terjadi (efek samping)."

Baca juga: Mantan Sekjen MUI Sarankan Moeldoko Tiru Megawati, Bikin Partai Baru Lalu Bersaing di 2024

"Respons individu berbeda, bisa jadi beberapa kejadian cukup serius."

"Namun tentu setiap negara akan melakukan investigasi dan akan disampaikan secara transparan di masyarakat dunia," tutur Penny.

"Tentunya sudah ada upaya screening diawal, dan sementara ini kita terus melakukan program vaksinasi dengan bertambahnya jenis vaksin yang baru ini," tambahnya. (Rina Ayu)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved