Buronan Kejaksaan Agung

Hukuman Djoko Tjandra Dikorting Setahun, Boyamin Saiman Nilai Hakim Tersandera Vonis Pinangki

Ia menilai penanganan perkara korupsi yang melibatkan sejumlah aparat penegak hukum ini pelik.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengurangi hukuman Djoko Tjandra menjadi 3,5 tahun penjara, dari semula 4,5 tahun penjara. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengurangi hukuman Djoko Tjandra menjadi 3,5 tahun penjara, dari semula 4,5 tahun penjara.

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, majelis hakim tersandera putusan inkrah jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Sebab, Pinangki selaku penerima suap, divonis empat tahun penjara di tingkat banding.

Baca juga: Dua Bulan Kerja Tak Digaji, 9 Korban Baru Sadar Ditipu Anggota Satpol PP Gadungan

Hal itu yang membuat hukuman Djoko Tjandra sebagai pemberi suap, divonis lebih ringan daripada Pinangki.

"Tampaknya hakim tersandera dengan putusan Pinangki, karena sudah terlanjur divonis empat tahun."

"Maka, (hukuman) penyuapnya (Djoko Tjandra) adalah di bawah yang disuap."

Baca juga: Wagub DKI Bilang Revisi Perda 2/2020 Mendesak untuk Mempercepat Penurunan Kasus Covid-19

"Rumus hukum di Indonesia memang begitu," ujar Boyamin melalui pesan suara, Kamis (29/7/2021).

Ia menilai penanganan perkara korupsi yang melibatkan sejumlah aparat penegak hukum ini pelik.

Boyamin lantas menyoroti komposisi hakim yang mengadili perkara Djoko Tjandra dan Pinangki.

Baca juga: Raperda Covid-19 Tak Jadi Disetujui Hari Ini, Begini Alasan DPRD DKI Jakarta

Dua perkara itu diadili oleh hakim ketua Muhammad Yusuf.

Dengan anggota masing-masing Haryono, Singgih Budi Prakoso, dan Reny Halida Ilham Malik.

"Tampaknya yang bermasalah justru hakim tingkat banding yang memvonis Pinangki turun dari 10 jadi 4 (tahun penjara)."

Baca juga: Pemprov DKI Pertimbangkan Usul Vaksin Covid-19 Jadi Syarat Publik Beraktivitas

"Kemudian, hakimnya ada yang sama."

"Kita sulit berharap kasus Djoko Tjandra tidak diturunkan."

"Ini sudah nabrak tembok betul dengan putusan Pinangki, kemudian jaksa tidak kasasi, putusan jadi inkrah," urai Boyamin.

Baca juga: Omzet Penjual Bunga di TPU Jombang Melesat di Masa Pandemi, Paling Laris Jumat Hingga Minggu

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengurangi hukuman Djoko Tjandra, dari 4 tahun 6 bulan menjadi 3 tahun 6 bulan penjara.

Pada tingkat pertama, Djoko Tjandra divonis 4,5 tahun penjara lantaran terbukti menyuap Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo, terkait pengurusan penghapusan red notice.

Djoko Tjandra juga terbukti menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait upaya permohonan fatwa Mahkamah Agung (MA).

Baca juga: 5 Hal Soal Varian Delta Ini Penting Diketahui, Salah Satunya 20 Persen Lebih Menular

"Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan."

"Dan pidana denda sebesar Rp 100.000.000, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," begitu bunyi amar putusan yang dikutip dari laman MA, Rabu (28/7/2021).

Duduk sebagai ketua majelis adalah Muhamad Yusuf, dengan anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Rusydi, dan Renny Halida Ilham Malik.

Baca juga: Jumlah Pasien Menurun, Keterisian Tempat Tidur di RSDC Wisma Atlet Sudah di Bawah Standar WHO

Dalam menjatuhkan putusannya, hakim mempertimbangkan sejumlah hal.

Untuk hal memberatkan, Djoko Tjandra dinilai telah melakukan perbuatan tercela.

Bermula dari adanya kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang berdasarkan putusan MA tanggal 20 Februari 2012 Nomor 100 PK/Pid.Sus/2009 Jo. putusan MA tanggal 11 Juni 2009 Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009, terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana.

Baca juga: Aturan Santap di Tempat Maksimal 20 Menit, Anies Baswedan: Makan Secukupnya, Jangan Nongkrong

"Bahwa perbuatan yang menjadi dakwaan dalam perkara ini dilakukan terdakwa untuk menghindar supaya tidak menjalani putusan Mahkamah Agung tersebut," kata hakim.

Sedangkan hal yang meringankan, Djoko Tjandra dinilai telah menjalani pidana penjara berdasarkan putusan MA tanggal 20 Februari 2012 Nomor 100 PK/Pid.Sus/2009 Jo. putusan MA tanggal 11 Juni 2009 Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009.

Djoko Tjandra juga telah menyerahkan dana yang ada dalam Escrow Account atas rekening Bank Bali qq PT Era Giat Prima milik terdakwa sebesar Rp 546.468.544.738.

Baca juga: Selain Medan Berat, Kendala Utama Tumpas Teroris MIT Poso Adalah Simpatisan

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta  menjatuhkan hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara, kepada Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

Djoko Tjandra terbukti menyuap dua jenderal polisi terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari daftar pencarian orang (DPO), dan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA).

Vonis Djoko Tjandra ini lebih berat dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yakni 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara.

Baca juga: Kompolnas Tak Lihat Ada Polwan Periksa Pengunjung Wanita Saat Zakiah Aini Tebar Teror di Mabes Polri

"Menyatakan terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ucap ketua majelis hakim Muhammad Damis saat membacakan amar putusan, Senin (5/4/2021).

Djoko lewat rekannya Tommy Sumardi memberikan uang kepada eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte sebanyak 200 ribu dolar Singapura dan 370 ribu dolar AS.

Djoko juga terbukti memberikan uang sejumlah 100 ribu dolar AS kepada eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.

Baca juga: Penjual Senjata yang Dipakai Zakiah Aini Dibekuk di Aceh, Polisi Dalami Motif dan Cara Belinya

Hal tersebut dilakukan agar Djoko Tjandra bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum karena berstatus buron.

Djoko Tjandra terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 juncto Pasal 13 UU 31/1999.

Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.

Baca juga: LOWONGAN Kerja Reporter Tribun Network-Warta Kota, Simak Syaratnya Ya

Djoko juga terbukti menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari, untuk pengurusan fatwa MA.

Fatwa itu dimaksudkan agar meloloskan Djoko dari hukuman MA terkait kasus korupsi hak tagih Bank Bali.

Djoko dinilai terbukti menyuap Pinangki sejumlah 500 ribu dolar AS.

Baca juga: MAKI Praperadilankan 5 Kasus Mangkrak di KPK, dari Perkara Bank Century Hingga Bansos Covid-19

Uang itu merupakan fee dari jumlah 1 juta dolar AS yang dijanjikan Djoko.

Duit tersebut diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem Andi Irfan Jaya.

Djoko juga dinyatakan terbukti melakukan permufakatan jahat dengan Pinangki dan Andi Irfan Jaya dalam pengurusan fatwa MA.

Baca juga: Polri: Kelompok Teror Sebar Radikalisme Dibungkus Kebebasan Berpendapat

Djoko Tjandra terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 juncto Pasal 13 UU 31/1999.

Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.

Dalam menjatuhkan putusan hakim mempertimbangkan sejumlah hal.

Baca juga: Yaqut Cholil Qoumas Ingin Doa Semua Agama di Indonesia Dipanjatkan di Setiap Acara Kemenag

Untuk hal memberatkan Djoko Tjandra dinilai tidak mendukung pemerintah dalam mencegah dan memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

"Perbuatan dilakukan sebagai upaya untuk menghindari keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap."

"Penyuapan dilakukan ke penegak hukum," kata hakim Damis.

Baca juga: Rebut Hati Pemilih Perlu Effort Sangat Besar, PPP Tak Terganggu Kehadiran Partai Masyumi Reborn

Untuk hal meringankan, Djoko Tjandra dinilai bersikap sopan selama persidangan.

Djoko juga dinilai sudah berusia lanjut.

Dituntut 4 Tahun

Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

JPU menyatakan Djoko Tjandra terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa suap kepada pejabat penyelenggara negara.

"Menyatakan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata JPU saat membaca surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/3/2021).

Baca juga: Ali Kalora Diduga Ikut Tertembak Saat Kontak Senjata, Satgas Madago Raya Terus Mengejar

"Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan perintah terdakwa ditahan di rumah tahanan."

"Dan denda sejumlah Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan," sambungnya.

Adapun hal-hal yang dianggap memberatkan tuntutan antara lain Djoko Tjandra dianggap tidak mendukung program pemerintah, dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi.

Baca juga: Nurhadi Dituntut 12 Tahun Penjara, Kuasa Hukum: Tuntutan Ini Tidak Jujur dan Buruk

Sedangkan hal meringankan, Djoko Tjandra bersikap sopan selama jalannya proses persidangan.

"Hal-hal meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan," jelas jaksa.

Selain membacakan tuntutan, JPU juga menolak permohonan Djoko Tjandra untuk menjadi justice collaborator atas surat yang diajukan pada 4 Februari 2021.

Baca juga: Nurhadi Dituntut 12 Tahun Penjara, Boyamin Saiman: Idealnya 20 Tahun

Alasannya, karena Djoko Tjandra dianggap sebagai pelaku utama dalam kasus dugaan suap pejabat negara. Djoko Tjandra berposisi sebagai pihak pemberi suap.

"Menyatakan permohonan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra untuk menjadi justice collaborator tidak diterima."

"Joko Soegiarto Tjandra merupakan pelaku utama, sehingga permohonan justice colaborator tidak diterima," papar jaksa.

Baca juga: Sudah Sebulan Desa Pantai Harapan Jaya Muaragembong Terendam Banjir, Warga Beraktivitas Pakai Perahu

Terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Djoko Tjandra, didakwa menyuap Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari, sebanyak 500 ribu dolar AS, dari total janji 1 juta dolar AS.

Lewat suap itu, Djoko Tjandra bermaksud agar Pinangki menyelesaikan permasalahan hukum yang menjeratnya, dengan mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) lewat Kejaksaan Agung.

Tujuan penerbitan fatwa MA itu supaya pidana penjara selama 2 tahun yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009, tidak dieksekusi.

Baca juga: Meski RJ Lino Sudah 6 Tahun Jadi Tersangka, KPK Tetap Tak Mau Setop Kasus

Djoko Tjandra sepakat dengan usulan Pinangki terkait rencana fatwa MA tersebut.

Dengan argumen bahwa putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 atas kasus cessie Bank Bali yang menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun, tidak bisa dieksekusi.

Hal itu sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menyatakan hak untuk mengajukan PK hanya terpidana atau keluarganya.

Baca juga: Varian Virus Corona B117 Sudah Masuk Indonesia Sejak Beberapa Minggu Lalu, Kasus Impor

Akan tetapi, karena terdakwa Djoko Tjandra tahu status Pinangki sebagai jaksa, maka ia tidak mau melakukan transaksi secara langsung.

Kemudian, Pinangki menyanggupi menghadirkan pihak swasta, yaitu Andi Irfan Jaya, untuk bertransaksi dengan Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa MA.

Atas perbuatan menyuap penyelenggara negara, Djoko Tjandra diancam melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP. (Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved