Buronan Kejaksaan Agung

Irjen Napoleon Sebut Kasusnya Direkayasa, Tak Mau Bilang Terkait Bursa Kapolri, Tapi Ada Dalangnya

Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte blak-blakan tentang kasusnya, ia mengaku korban rekayasa

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte, menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020). Dalam wawancara ekslusif di Kompas TV, jendral bintang dua itu merasa ada dalang yang mengorbankan dirinya 

"Saya ingatkan pada saudara untuk tidak melayani siapapun yang akan memuluskan perkara saudara."

Baca juga: Jusuf Kalla Ungkap Kisah Rizal Ramli Dicopot dari Kabinet Kerja, Ditinggal Jokowi di Istana

"Mohon itu tidak terjadi, apalagi kalau ada yang menjanjikan saudara, akan membebaskan saudara dan sebagainya," papar Damis.

Napoleon pun menjawab, "Tidak yang mulia."

"Saya mohon dengan hormat pada saudara, siapaun orangnya, saudara tidak usah melayani," lanjut Damis.

Baca juga: Mantan Pengacara Djoko Tjandra Anita Kolopaking Positif Covid-19, Sempat Sebut Kondisi Sel Mencekam

"Dari awal kami tidak melayani itu Pak Hakim, dan kami sangat percaya dengan majelis peradilan ini, Pak Hakim," jawab Napoleon.

Damis kemudian mengatakan, jika Napoleon dinyatakan terbukti dalam perkara ini, maka dia akan dipidana. Jika tidak, maka dia akan dibebaskan.

"Kalau terbukti, saudara akan dinyatakan terbukti dan dipidana."

Baca juga: TNI Bakal Bangun Laboratorium Virus di Pulau Galang Batam, Juga Bentuk Satuan Nubika

"Kalau perkara ini dilanjutkan. Kalau tidak terbukti, Anda akan dibebaskan," papar Damis.

"Allahuakbar," ucap Napoleon.

Sebelumnya, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte didakwa menerima suap sebesar 270 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura.

Suap berasal dari terpidana kasus hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.

Uang tersebut diterima Irjen Napoleon melalui perantara, yaitu pengusaha Tommy Sumardi.

Baca juga: Jusuf Kalla Prediksi Pandemi Covid-19 Indonesia Baru Berakhir pada 2022 karena Alasan Ini

"Terdakwa lrjen Pol Napoleon Bonaparte menenima uang sejumah SGD200.000, dan sejumlah USD270.000 dari Joko Soegiarto Tjandra, melalui Tommy Sumardi.

"Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat sesuatu dalam jabatannya," kata jaksa penuntut umum (JPU) Wartono, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020).

Jaksa menyebut perbuatan Napoleon dilakukan bersama-sama dengan Brigjen Prasetijo Utomo.

Baca juga: ICW Minta Tim Novel Baswedan Dilibatkan Cari Harun Masiku, Begini Tanggapan KPK

Dalam surat dakwaan, Brigjen Prasetijo juga turut menerima aliran uang senilai 150 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi.

Uang suap tersebut dilakukan dengan maksud agar Napoleon dan Prasetijo Utomo menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) yang dicatatkan pada Direktorat Jenderal Imigrasi.

Sehingga, Napoleon memerintahkan pihak Imigrasi untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM).

Baca juga: KPK Benarkan Salah Satu Mobil Hiendra Soenjoto yang Disita Berpelat RFO, Bakal Didalami Penyidik

"13 Mei 2020 pihak Imigrasi melakukan penghapusan status DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra."

"Dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM)," ucap Jaksa Wartono.

Jaksa menyatakan perbuatannya itu dinilai bertentangan dengan tanggung jawabnya sebagai anggota Polri.

Baca juga: Dukung Percepatan Penanganan Covid-19, Net1 Indonesia Sumbang Perangkat dan Layanan Internet Gratis

Seharusnya, sebagai anggota Korps Bhayangkara, Napoleon bisa meringkus Djoko Tjandra yang merupakan buronan Kejaksaan Agung.

Jaksa Wartono mengatakan, pada April 2020, Djoko Tjandra yang berada di Kuala Lumpur Malaysia menghubungi Tommy Sumardi melalui sambungan telepon.

Ia bermaksud agar dapat masuk ke wilayah Indonesia untuk mengurus upaya hukum peninjauan kembali (PK) atas kasus korupsi Bank Bali Djoko.

Baca juga: Masih Ada 411 Pasien Covid-19 di Kabupaten Bogor pada 1 November 2020, Zona Hijau Cuma Satu

Djoko Tjandra meminta agar Tommy Sumardi menanyakan status Interpol Red Notice Joko Soegiarto Tjandra di NCB Interpol Indonesia, pada Divisi Hubungan Internasional Polri.

Karena, sebelumnya Djoko mendapat informasi Interpol Red Notice atas nama dirinya sudah dibuka oleh Interpol Pusat di Lyon, Prancis.

"Agar Joko Soegiarto Tjandra dapat masuk ke Indonesia, maka Joko Soegiarto Tjandra bersedia memberikan uang sebesar Rp 10 miliar rupiah melalui Tommy Sumardi."

Baca juga: Liburan Panjang Berakhir, 69 Wisatawan di Puncak Bogor Reaktif Covid-19

"Untuk diberikan kepada pihak-pihak yang turut mengurus kepentingan Joko Soegiarto Tjandra masuk ke Indonesia."

"Terutama kepada pejabat di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri," ungkap Jaksa Wartono.

Setelah menerima uang dari Djoko Tjandra, Irjen Napoleon memerintahkan Kombes Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat ditujukan kepada pihak Imigrasi.

Baca juga: Jelaskan Maksud Jangan Manjakan Milenial, Megawati: Berapa Banyak Rakyat yang Sudah Kamu Tolong?

Surat Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor B/1000/V/2020/NCB-Div HI tanggal 29 April 2020 itu, berisi Penyampaian Informasi Pembaharuan Data, yang ditandatangani oleh Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.

"Isi surat tersebut pada pokoknya menginformasikan Sekretariat ND Interpol indonesia pada Divhubinter Polri sedang melakukan pembaharuan sistem database Daftar Pencarian Orang (DPO), yang terdaftar dalam INTERPOL Red Notice melalui jaringan 1-24/7."

"Dan berkaitan dengan hal dimaksud, dinformasikan bahwa data DPO yang diajukan oleh Divhubinter Polri kepada Ditjen Imigrasi sudah tidak dibutuhkan lagi," papar Jaksa.

Baca juga: Prakiraan Cuaca Kabupaten Bekasi 2 November 2020: Hujan Turun Mulai Siang Hingga Sore Hari

Lantas Irjen Napoleon kembali memerintahkan anggotanya, Kombes Tommy Aria Dwianto, membuat Surat Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor B/1030/V/2020/NCB-Div Hl tanggal 4 Mei 2020.

Isinya, perihal Pembaharuan Data Interpol Notices yang ditandatangani oleh Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo, yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham RI.

"Adapun isi surat tersebut pada pokoknya menyampaikan penghapusan Interpol Red Notice," ucap Jaksa.

Baca juga: Anak-anak Bakar Halte Saat Demonstrasi, Megawati: Mending Bisa Kalau Disuruh Ganti

Irjen Napoleon didakwa melanggar pasal 5 ayat (2) jo pasal 5 ayat (1) huruf a UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Irjen Napoleon Mengaku 2 Kali Surati Kejagung terkait Permohonan Penerbitan Red Notice Baru Djoko Tjandra",  Penulis : Devina Halim

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved