Virus Corona
KPK Sambut Positif Wacana Menkumham Yasonna Bebaskan Koruptor akibat Covid-19, Begini Kritikan ICW
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyambut baik usul Menkumham Yasonna agar napi koruptor dibebaskan karena wabah Covid-19. Begini reaksi ICW:
"Kita tidak terlalu kaget dengan sikap Nurul Ghufron ini, memang mereka tidak memahami aturan-aturan mana yang berpotensi untuk mengebiri upaya pemberantasan korupsi..."
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly meminta Presiden untuk membebaskan narapidana korupsi dengan alasan mencegah penularan Covid-19.
Hal ini disambut baik oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nuruf Ghufron.
Alhasil Indonesia Coruption Watch (ICW) pun mengkritik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
• Cegah Virus Corona, Menkumham Yasonna Usul Koruptor Dibebaskan, YLBHI: Ibarat Merampok Saat Bencana
• Jokowi Diminta Tolak Usul Menkumham Yasonna Bebaskan Koruptor dengan Alasan Wabah Virus Corona
• TERUNGKAP! Ternyata Ini Sumber Dana Massa Aksi 212 di Demo Tangkap Koruptor
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, hal itu menunjukkan pimpinan KPK periode 2019-2023 ini tidak memahami aturan-aturan yang berpotensi mengganggu pemberantasan korupsi.
"Kita tidak terlalu kaget dengan sikap Nurul Ghufron ini, memang mereka tidak memahami aturan-aturan mana yang berpotensi untuk mengebiri upaya pemberantasan korupsi," kata Kurnia dalam konferensi pers, Kamis (2/4/2020).
Kurnia menuturkan, sikap pimpinan KPK periode ini berbeda jauh dengan sikap pimpinan KPK periode sebelumnya yang menurutnya lebih tegas dalam merespons isu pemberantasan korupsi.
"Zamannya Pak Agus Rahardjo itu berulang kali sikap pimpinan KPK itu clear, ketika ada isu revisi undang-undang KPK mereka tegas menolak usulan tersebut," kata Kurnia.
• Hambat Distribusi Logistik dan Kesehatan, Mendagri Minta Kepala Daerah Membuka Pemblokiran Jalan
• Bantuan Jack Ma Untuk Lawan Covid-19 Sudah Tiba, Begini Cara Ridwan Kamil Berterima Kasih
• RSUP Persahabatan Sudah Pulangkan 22 Pasien Covid-19 yang Sembuh, 16 Meninggal
Sedangkan, pimpinan era Filri Bahuri saat ini justru secara terbuka mendukung revisi UU KPK saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR pada September lalu.
Dalam konteks revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 yang kembali digulirkan Yasonna, kata Kurnia, pimpinan KPK era Agus juga tegas menolak karena hal itu mengurangi efek jera bagi koruptor.
"Sikap sekarang justru berbeda, malah Nurul Ghuforn mengapresiasi langkah dari Menteri Hukum dan HAM ini," ujar Kurnia.
Sambut positif
Ghufron sebelumnya mengaku menyambut positif wacana membebaskan narapidana koruptor demi mncegah penularan Covid-19 yang diwacanakan Yasonna.
"Kami menanggapi positif ide Pak Yasonna sebagai respon yang adaptif terhadap wabah virus Covid-19, mengingat kapasitas pemasyaratan kita telah lebih dari 300 persen sehingga penerapan sosial distance untuk warga binaan dalam kondisi saat ini tidak memungkinkan," kata Ghufron, Rabu (1/4/2020) kemarin.
Ghufron mengatakan, KPK akan menyerahkan mekanisme revisi PP tersebut kepada Kemenkumham meskipun KPK juga akan memberikan koridor agar revisi PP tidak mengabaikan aspek tujuan pemidanaan dan keadilan.
Ghufron menegaskan, pembebasan narapidana dengan alasan kemanusiaan dapat diberlakukan selama tetap memperhatikan aspek tujuan pemidanaan dan keadilan tersebut.
"Itu yang saya garis bawahi, 'asal tetap memperhatikan aspek tujuan pemidanaan dan berkeadilan'. Ini kan bukan remisi kondisi normal, ini respon kemanusiaan sehingga kacamata kemanusiaan itu yang dikedepankan," tandas Ghufron.
Merampok di Saat Bencana
Sebelumnya, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M Isnur pun mengkritik wacana Menkumham tersebut.
"Ini adalah semacam penyelundupan, semacam 'merampok di saat suasana bencana' kira-kira begitu. Dia masuk, menyelinap di tengah-tengah kepentingan yang berbahaya," kata Isnur dalam konferensi pers, Kamis (2/4/2020).
• UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia: 1.790 Orang Terinfeksi, 112 Pasien Sembuh, 170 Meninggal
• Jokowi Diminta Tolak Usul Menkumham Yasonna Bebaskan Koruptor dengan Alasan Wabah Virus Corona
• Cegah Penyebaran Virus Corona, Kapolri: Menkumham Minta Izin Presiden Keluarkan 30.000 Tahanan
Dipaparkan, usulan Yasonna yang akan dituangkan melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan itu dinilai sebagai upaya mengubah landasan berpikir yang dibangun undang-undang.
Landasan berpikir yang dimaksud Isnur yakni penempatan tindak pidana kasus korupsi sebagai salah satu kejahatan luar biasa yang mempunyai hukuman lebih berat dari tindak pidana umum lain.
Apabila revisi PP tersebut disetujui, menurut Isnur, tindak pidana korupsi tidak ada bedanya dengan tindak pidana umum lainnya.
"Jadi, dia menyamakan antara maling ayam dengan maling uang negara, dengan maling uang rakyat, itu yang sangat berbahaya," tandas Isnur.
• Lembaga Keuskupan DKI Jakarta dan Gereja Katedral Bagikan 400 Bungkus Nasi dan Air Mineral
• Sepi Orderan akibat Wabah Covid-19, Ratusan Ojol Sumringah Dapat Nasi Kotak Gratis dari GBI Bekasi
• Lembaga Sosial Umat Budha Siapkan Peti Jenazah Gratis, Keluarga Korban Meninggal Covid-19 Tinggal WA
Di samping itu, PP yang diterbitkan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu dinilai merupakan produk hukum yang progresif sehingga wacana Yasonna merevisi PP tersebut merupakan sebuah langkah mundur.
"Kok ini semakin mundur, semakin ke arah kehancuran bangsa, ke arah failed state. Apalagi sekarang misalnya, mau melepaskan napi koruptor yang menurut kami mereka tidak dalam kondisi overcapacity," kata Isnur.
Presiden diminta menolak
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga diminta menolak usulan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai wacana revisi PP tersebut tidak berhubungan dengan upaya mencegah penularan Covid-19 yang dijadikan alasan oleh Yasonna.
• Tak Ada Larangan Resmi untuk Mudik, tetapi Pemudik Langsung Berstatus ODP dan Harus Isolasi 14 Hari
• Gubernur Anies Baswedan Sebut Kasus Virus Corona di Jakarta Gawat, Persentase Kematian 10 Persen
• Bukan Cuma Jakarta, Anies Baswedan Ternyata Usul Karantina Wilayah untuk Jabodetabek, Ditolak Istana
"ICW dan YLBHI meminta Presiden Jokowi dan Menkopolhukam menolak wacana Yasonna Laoly untuk melakukan revisi PP 99/2012 karena tidak ada relevansinya dengan pencegahan penularan Corona," bunyi siaran pers mereka, Rabu (2/4/2020).
Wacana revisi PP 99 Tahun 2012 di tengah wabah Covid-19 itu dinilai tidak didasari oleh alasan kemanusiaan seperti yang dikemukakan Yasonna, melainkan untuk meringankan hukuman para koruptor.
Sebab, berdasarkan catatan ICW, Yasonna sudah cukup lama menggulirkan wacana revisi PP tersebut yaitu sejak 2015.
• Hari Libur Lebaran Akan Diganti Biar Warga Tetap Bisa Mudik, Jokowi: Mudik Menenangkan Masyarakat
• Warga Diminta Tidak Mudik Lebaran, Presiden Jokowi Akan Cari Tanggal Lain Pengganti Pulang Kampung
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana berharap, Presiden Jokowi menolak revisi PP 99 Tahun 2012 seperti yang pernah disampaikan Jokowi pada 2016 lalu.
"Kami berharap sikap dari presiden tersebut konsisten di tahun 2020 untuk tetap menolak usulan dari Yasonna Laoly untuk merevisi PP 99 Tahun 2012," kata Kurnia.
Kurnia pun mengingatkan, pada 2019 lalu, Jokowi mempunyai catatan serius dalam sektor penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yakni menyetujui revisi UU KPK serta memberi grasi kepada mantan Gubernur Riau Annas Mamun.
"Itu yang sangat membuat publik kecewa terkait komitmen antikorupsi presiden, dan kita berharap agar presiden tidak lagi menambah panjang narapidana kasus korupsi yang dibebaskan dengan dalih wabah virus corona," kata Kurnia lagi.
Napi koruptor dan narkotika
Diberitakan sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Hal itu dikarenakan napi koruptor dan narkotika, yang tata laksana pembebasannya diatur lewat PP itu, tidak bisa ikut dibebaskan bersama 30.000 napi lain dalam rangka pencegahan Covid-19 di lembaga pemasyarakatan (lapas).
Lewat revisi itu, Yasonna ingin memberikan asimilasi kepada napi korupsi berusia di atas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidana yang jumlahnya sebanyak 300 orang.
"Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar virtual, Rabu (1/4/2020) kemarin.
Minta 30.000 Napi Dikeluarkan
Sementara itu, kebijakan agar kepolisian selektif untuk melakukan penahanan seiring dengan berlebihnya daya tampung tahanan di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (Rutan) di tengah wabah Covid-19 telah dikeluarkan oleh Kapolri Jenderal Idham Azis.
"Mengenai kebijakan tahanan, memang sejak awal saya sudah mengeluarkan kebijakan. Penahanan dilakukan hanya dalam keadaan sangat-sangat upaya terakhir, itu kita sudah lakukan," kata Idham dalam rapat Komisi III DPR melalui konferensi video, Selasa (31/3/2020) lalu.
• Ini Pidato Presiden Jokowi, dari Status Darurat Kesehatan, Kartu Sembako, hingga Listrik Gratis
• UPDATE Darurat Sipil Tidak Diberlakukan Sekarang, Presiden Jokowi Tetapkan Status Darurat Kesehatan
• UPDATE Presiden Jokowi Gratiskan dan Diskon Tarif Listrik untuk 3 Bulan, Ini Detailnya
Ia juga mengatakan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly sudah meminta izin kepada presiden untuk mengeluarkan hampir 30.000 tahanan demi mencegah penularan virus corona.
"Bahkan di lapas berdasarkan ratas kemarin, Bapak Menkum HAM sudah minta izin kepada presiden untuk mengeluarkan hampir 30.000 tahanan di seluruh Indonesia dengan klasifikasi kejahatan itu tersebut," ujar dia.
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari mengatakan, warga binaan di lapas dan rutan kesulitan melakukan physical distancing atau jaga jarak fisik karena kondisi lapas yang padat.
Ia pun meminta Kapolri mengeluarkan kebijakan dengan memetakan narapidana dengan kejahatan berat, sedang, dan ringan.
"Lalu kita bisa melakukan, tahanan rumah dan tahanan kota atau mana yang bisa dilepas dari tahanan, supaya kita tidak terlalu berat bebannya untuk di lapas," kata Taufik.
Lebih lanjut, Taufik meminta kepolisian selektif dalam melakukan penahanan di tengah wabah Covid-19 ini.
"Penahanan harus dilakukan secara selektif pak Kapolri, bisa dijadikan sebagai upaya terakhir itu pilihan yang akan diambil," ujar dia.
• Masuk Zona Merah Covid-19 Jadi Alasan Dishub DKI Hentikan Layanan Bus di Terminal
• UPDATE, Jumlah Korban Meninggal Dunia karena Corona di AS Lebihi Korban Serangan 11 September 2001
Kuburan massal para narapidana
Sebelumnya diberitakan Wartakotalive.com, sejumlah kalangan kembali meminta wakil rakyat di Senayan untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemasyarakatan menjadi Undang-undang (UU).
Pasalnya, ditengah mewabahnya covid 19, bukan tidak mungkin penjara yang kelebihan penghuni akan menjadi kuburan massal pagi para narapidana.
Desakan itu harus segera diambil mengingat jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan (lapas) maupun Rumah Tahanan (rutan), semakin tak terbendung.
• Pemimpin Chechnya Tak Segan Bunuh Pelanggar Karantina Virus Corona
• Kisah Remaja yang Positif Corona: Kehilangan Indera Penciuman hingga Tak Bisa Makan dan Bicara
Salah satu contoh, di Rutan Cipinang yang seharusnya hanya dihuni 1000 orang, saat ini mencapai 4.000 orang.
Akibatnya, instruksi pemerintah untuk tak membuat kerumunan pastinya tak bisa dilakukan karena sesaknya orang.
Dengan banyaknya penghuni dan virus Corona yang semakin mewabah, bukan tidak mungkin virus yang menakutkan itu jika masuk kedalamnya, akan membuat panik penghuni yang ada.
• Siti Oetari Tjokroaminoto, Sosok Janda Perawan Soekarno yang Ternyata Nenek Kandung Maia Estianty
Bahkan, bila tak segera ditangani, tempat itu akan menjadi kuburan massal bila ada satu narapidana yang terjangkit covid 19.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah meminta anggota DPR untuk segera bertindak.
Gerak cepat dengan mengesahkan UU dinilai bisa menyelamatkan ribuan narapidana yang ada didalam lapas dan rutan.
• Rupiah Dekati 17 Ribu per Dollar, Apakah Bisa Krisis Ekonomi? Simak Penjelasan Sri Mulyani
"Mau tidak mau RUU pemasyarakatan harus segera disahkan, dan justru ini harus menjadi prioritas dan mendesak. Karena dengan adanya UU itu nantinya akan mencabut PP No.99," katanya di hubungi wartawan di Jakarta, Kamis (25/3/2020).
Dikatakan Trubus, masalah RUU Pemasyarakatan ini sudah mendesak semua untuk segera disahkan.
Dan hal ini bukan hanya masalah over kapasitas, namun masalah lain seperti Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional kekurangan.
• Rocky Gerung Sentil Cara Presiden Jokowi Tangani Corona, Singgung Dua Juta Turis China
"Dan rasio antara yang diawasi dan yang mengawasi tidak sesuai, makanya undang-undang itu sangat diperlukan," tegasnya.
Dengan disahkannya, undang-undang, Trubus juga mengaku hal itu berpengaruh terhadap pencegahan atas covid 19.
Pasalnya, instruksi terkait sosial distance sama sekali tak berjalan di lapas maupun di rutan.
"Kebijakan sosial distance tidak akan berjalan baik, karena didalam lapas bila diberi jarak satu atau dua meter itu tempatnya juga tak akan cukup, mau ditaruh dimana," ujarnya.
Dengan mewabahnya virus Corona, lanjut Trubus, hal itu diharapkan bisa menjadi pelajaran untuk menangani lapas yang ada di Indonesia.
Pasalnya, dulu kita tak menduga kalau ada Corona penumpukan napi pastinya akan terus terjadi.
• Raul Lemos Klarifikasi Liburannya ke Eropa, Minta Krisdayanti tidak Disalahkan
"Karena penghentian kunjungan keluarga napi belum efektif, bukan tidak mungkin Corona bisa saja masuk kedalam lapas," ungkapnya.
Trubus menambahkan, selain pengesahan RUU itu juga akan menjadi entry point untuk pembenahan lapas, untuk payung hukum, perangkat, dan teknologi.
Apalagi sekarang masalah teknologi belum diperbaharui, sistem informasi juga diperbaharui.
"Belum lagi perilaku napi itu sendiri, karena napi narkoba, koruptor dan kriminal selalu membuat masalah," pungkasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "ICW Kritik Pimpinan KPK yang Menyambut Positif Wacana Yasonna Bebaskan Koruptor" Penulis: Ardito Ramadhan