Vaksinasi Covid19

Dimulai Tahun Depan, Ini Estimasi Harga Vaksin Booster Versi Bio Farma

Ada dua skema yang disiapkan, yakni gratis bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan, dan berbayar untuk masyarakat di luar PBI.

Warta Kota/Rizki Amana
Pemerintah berencana memberikan vaksin Covid-19 dosis ketiga alias booster, mulai tahun depan. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Pemerintah berencana memberikan vaksin Covid-19 dosis ketiga alias booster, mulai tahun depan.

Ada dua skema yang disiapkan, yakni gratis bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan, dan berbayar untuk masyarakat di luar PBI.

Terkait harga, BUMN bidang farmasi PT Bio Farma (Persero) belum dapat memberikan kepastian.

Baca juga: Banyak Langgar Aturan, Polri Diminta Hentikan Rekrutmen Mantan Pegawai KPK Jadi ASN

Sebab, petunjuk teknis ketentuan harga sedang disusun pemerintah dengan pendampingan BPKP.

"Kami juga menunggu, nanti dari aspek regulasi, nanti jenis vaksin apa yang akan digunakan."

"Jadi tentunya dalam harga yang ditentukan, ditetapkan oleh pemerintah dengan pendampingan BPKP."

Baca juga: Fraksi PDIP Geser Herman Hery ke Komisi VII DPR, Bambang Pacul Jadi Ketua Komisi III

"Jadi kita menunggu," ujar Kabag Ops Pelayanan PT Bio Farma Erwin Setiawan, dalam dialog virtual FMB9 dan KCPEN, Kamis (18/11/2021).

Pihaknya memprediksi harga vaksin booster berbayar mengacu pada harga vaksin mandiri dengan skema gotong royong, yang sebelumnya telah ditetapkan.

"Tapi sudah direferensi dengan vaksin yang berbayar, yang digunakan untuk vaksinasi gotong royong itu sekitar Rp 188 ribu, dan juga untuk jasa layanan Rp 117 ribu, mungkin referensi saat ini," ungkapnya.

Baca juga: KPK: Korupsi Pilihan Hidup, Hari Ini Enggak, Besok Belum Tentu

Bio Farma akan memulai studi efikasi vaksin booster Covid-19 pada awal 2022.

Nantinya, BUMN bidang farmasi ini akan menggandeng perusahaan produsen vaksin Sinovac dalam penelitian tersebut.

"Untuk penelitian PT Bio Farma sendiri, untuk vaksin booster, Januari 2022."

Baca juga: Wakil Ketua Komisi II DPR: Otoritas Penentuan Jadwal Pemilu 2024 Mutlak Berada di Tangan KPU

"Kita kerja sama dengan Sinovac untuk melakukan studi efikasi booster yang akan dilaksanakan tahun depan," beber Erwin.

Meski demikian, studi efikasi vaksin booster telah dilakukan produsen Sinovac di Cina.

Studi menunjukkan hasil yang baik, yakni memberikan perlindungan yang efektif.

Baca juga: Dankor Brimob Bakal Dijabat Jenderal Bintang Tiga, Markas Hingga Pasukan Ditambah

"Sinovac itu sendiri itu sudah melakukan studi efikasi terkait dengan booster."

"Dan hasilnya memang cukup baik, terjadi peningkatan yang signifikan dari penyuntikan vaksin booster Sinovac," jelasnya.

Hasil studi efikasi ini, akan menjadi acuan pemerintah untuk kembali menambah kapasitas vaksin Covid-19 di Tanah Air.

Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 18 November 2021: Suntikan Pertama 132.073.986, Dosis Kedua 86.335.923

Selain Sinovac, PT Bio Farma juga akan bekerja sama dengan produsen vaksin Sinopharm.

"Kita juga akan mengoptimalkan kerja sama yang sudah terjalin dengan dengan Sinovac, untuk meningkatkan kapasitas produksi yang sudah kita miliki."

"Dan juga meningkatkan kerjasama lagi dengan Sinopharm," papar Erwin.

Isu Sensitif

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, pemberian vaksin Covid-19 dosis ketiga alias booster kepada masyarakat umum, mempertimbangkan kesetaraan vaksin di dunia.

Ia menuturkan, bersama Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), pihaknya terus memantau keadaan vaksinasi Covid-19 di negara lain.

"Ini sensitif, karena di dunia masih banyak orang Afrika yang belum dapat vaksin, kenapa negara maju dikasih booster?" Kata Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Senin (8/11/2021).

Baca juga: DPR Setuju Jenderal Andika Perkasa Jadi Panglima TNI Gantikan Marsekal Hadi Tjahjanto

Ia mengatakan, isu ketidakadilan vaksinasi Covid-19 di dunia sangat sensitif.

Sebab, sejumlah negara masih ada yang belum mendapatkan suntikan vaksin dosis pertama.

Untuk itulah, salah satu kesepakatan vaksinasi booster adalah 50 persen populasi penduduk di suatu negara harus sudah menerima suntikan dosis kedua atau vaksin lengkap.

Baca juga: Mahfud MD Perintahkan Satgas Sita Aset Obligor dan Debitur BLBI yang Ogah Bayar Utang dan Mangkir

"Semua negara yang memulai booster itu dilakukan sesudah 50 persen dari penduduknya disuntik dua kali," imbuh mantan dirut Bank Mandiri ini.

Di Indonesia, ujar Budi, 50 persen vaksin dosis lengkap diperkirakan terealisasi pada Desember 2021.

"Hitung-hitungan kami di akhir Desember itu mungkin 59 persen kita bisa capai vaksin dua kali, dan 80 persen sudah dapat vaksin pertama."

Baca juga: Pelantikan Andika Perkasa Jadi Panglima TNI Tunggu Keppres

"Kita memperkirakan akan terjadi di Bulan Desember."

"Karena kalau kita terlalu cepat, nanti kita akan dilihat sebagai negara yang yang tidak memperlihatkan iktikad baik untuk kesamaan hak atas vaksin," sambung Budi.

Terkait prioritas penerima vaksin booster, Budi menyebut kelompok lanjut usia serta masyarakat penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan akan menerima vaksin booster.

Baca juga: Megawati: Polisi Harus Punya Semangat Juang, Bukan Hanya karena Ingin Naik Pangkat

Sementara bagi masyarakat yang ber penghasilannya cukup, direncanakan berbayar.

"Memang rencana ke depannya sudah dibicarakan dengan Bapak Presiden Joko Widodo."

"Pertama prioritasnya lansia dulu, karena lansia berisiko tinggi."

"Kedua, yang akan ditanggung oleh negara adalah yang PBI," terangnya.

Kaji Kombinasi Merek Paling Ideal

Pemberian vaksin Covid-19 dosis ketiga alias booster, bakal dilakukan mulai awal 2022.

Kelompok prioritas penerima vaksin booster adalah lansia dan pengidap gangguan imunologis seperti HIV dan kanker .

"Tahun depan rencananya memang kita akan memberikan booster ini," tutur Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers virtual, Selasa (26/10/2021).

Baca juga: Mahfud MD: Mendagri Buat Aturan Wajib Tes PCR Atas Perintah Sidang Kabinet, Bukan Semaunya Sendiri

Sebelum melakukan penyuntikan pada kelompok prioritas, kata Budi, saat ini sedang berjalan kajian untuk mencari kombinasi vaksin yang paling ideal untuk booster, di antara merek vaksin yang ada.

Vaksin dengan platform inactivated adalah Sinovac dan Sinopharm, sedangkan vaksin Pfizer dan Moderna merupakan vaksin dengan platform mRNA.

Kajian dilakukan oleh Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan sejumlah perguruan tinggi.

Baca juga: Gugat Inmendagri yang Wajibkan Penumpang Pesawat Tes PCR, Ketua JoMan: Rakyat Sudah Kepayahan

"Jadi, dilihat mana yang paling baik."

"Contohnya, kalau dosis pertama dan dosis kedua dapatnya Sinovac, maka booster-nya paling baik apa?"

"Sinovac juga, atau AstraZeneca? Atau Pfizer? Demikian sebaliknya,” jelasnya.

Baca juga: Selain Harga Diturunkan, Legislator PAN Minta Masa Berlaku Hasil Tes PCR Diperpanjang Jadi 7 Hari

Budi berharap kajian itu dapat rampung pada akhir tahun ini.

"Diharapkan sampai dengan akhir tahun ini bisa keluar (hasil kajiannya)," harap Budi.

Di Indonesia, vaksin booster sampai saat ini masih diprioritaskan untuk tenaga kesehatan.

Para nakes menerima vaksin Moderna untuk vaksin booster.

Bebas Pilih Merek tapi Bayar

Pemerintah berencana melakukan vaksinasi Covid-19 booster berbayar untuk masyarakat umum, mulai tahun depan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, rencana itu masih mempertimbangkan ketersediaan vaksin Covid-19.

"Rencananya kapan pemerintah akan melakukan suntik ketiga?"

Baca juga: Jokowi Kumpulkan Pimpinan Parpol Koalisi di Istana di Tengah Isu Reshuffle, PAN Diajak

"Klau kita semakin cepat, kita harapkan mungkin di Januari sudah bisa selesai semua (dosis satu dan dua)."

"Di awal tahun depan kita sudah mulai melakukan suntik ketiga," ujar mantan Wakil Menteri BUMN ini, saat rapat dengar pendapat bersama komisi IX DPR, Rabu (25/8/2021).

Ia melanjutkan, dalam diskusi bersama Presiden Jokowi, vaksin booster untuk masyarakat, masuk dalam kategori penerima bantuan iuran (PBI).

Baca juga: Tiba di Bareskrim Polri, Muhammad Kece: Semoga Bangsa Indonesia pada Nyadar

"Diskusi juga dengan Bapak Presiden sudah diputuskan oleh beliau, bahwa yang ke depan yang akan dibayari negara kemungkin besar hanya PBI saja," ungkap Budi.

Sementara, masyarakat lain masuk kategori skema umum. Artinya, mereka harus membayar vaksin booster.

"Yang lainnya kalau toh biayanya juga tidak terlalu mahal."

Baca juga: Pemerintah Panggil 48 Obligor dan Debitur BLBI Termasuk Tommy Soeharto untuk Lunasi Utang

"Bisa beli langsung untuk diri sendiri atau juga bisa melalui mekanisme BPJS," ucapnya.

Budi memperkirakan harga per satu kali suntikan vaksin booster berkisar 7 atau 8 dolar AS.

"Atau sekitar enggak sampai Rp 100 ribu atau sekitar Rp 100 ribuan itu bisa langsung dilakukan oleh yang bersangkutan," terangnya.

Baca juga: Mayoritas Disuntik Sinovac, 86% Penduduk Indonesia Harus Divaksin Jika Ingin Herd Immunity Terbentuk

Nantinya, sistem vaksinasi booster berbayar untuk masyarakat umum ini akan dilakukan secara terbuka.

Sehingga, masyarakat dapat bebas memilih jenis vaksin yang akan digunakan sebagai dosis ketiga.

"Kita akan juga buka secara terbuka vaksin-vaksin yang masuk, sehingga rakyat yang ingin mendapatkan booster bisa memilih."

Baca juga: Jika Herd Immunity Tak Terbentuk Tahun Ini, IDI Sarankan Masyarakat Umum Disuntik Vaksin Booster

"Yang memiliki uang mau menyuntik Rp 100 ribu atau Rp 150 ribu bisa memilih."

"Sedangkan yang memang PBI kita bisa lakukan subsidinya lewat BPJS," jelas Budi.

Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta pemerintah menyiapkan skenario pemberian vaksin booster untuk masyarakat umum.

Baca juga: Masa Penahanan Rizieq Shihab Diperpanjang, Kuasa Hukum: Zalimnya Sudah Brutal

Wakil Ketua Umum PB IDI Dr Slamet Budiarto mengatakan, terjadi penurunan antibodi 6-12 bulan setelah menerima suntikan vaksin Covid-19.

"Sesuai analisa kami bahwa vaksin Covid-19 ni dalam waktu 6 bulan sampai 12 bulan kan sudah harus dilakukan booster," ujar dr Slamet dalam rapat dengar pendapat bersama komisi IX DPR, Rabu (25/8/2021).

IDI mengusulkan vaksin booster untuk umum, sebagai antisipasi jika penyelesaian program vaksinasi molor dari waktu yang ditentukan.

Baca juga: BREAKING NEWS: Bareskrim Ciduk Muhammad Kece di Bali

"Kami usulkan juga ada skenario kedua apabila itu tidak tercapai herd immunity."

"Sehingga Bulan Januari, Februari, Maret, April (2022) perlu dilakukan booster, karena antibodinya sudah turun," tutur dr Slamet.

Meski demikian, IDI optimistis program vaksinasi pemerintah ini dapat rampung sesuai target.

Baca juga: Demi Anak Istri, Warga Kampung Melayu Jakarta Ini Rela Kayuh Becak di Pasar Anyar Tangerang

Ia pun mengapresiasi kerja keras Kementerian Kesehatan untuk menyelesaikan vaksinasi 208 juta jiwa masyarakat dalam rentang waktu 1 tahun.

"Ini harus diantisipasi apabila kecepatan vaksin yang enggak tercapai, tapi kalau saya melihat seminggu ini (proses vaksinasi)wa bisa tercapai di akhir tahun herd imunity."

"Dan itu mungkin sebuah apresiasi untuk Kementerian Kesehatan," paparnya.

Tetap Bisa Melindungi Jika Diserang

Menurunnya antibodi pasca-vaksinasi Covid-19 dosis lengkap, menimbulkan pertanyaan, apakah vaksin masih efektif atau tidak.

Vaksinolog Dirga Sakti Rambe mengatakan, antibodi pasca-imunisasi memang menurun seiring berjalannya waktu.

Namun, bukan berarti setelah 6 bulan vaksinasi tubuh tidak memiliki perlindungan sama sekali.

Baca juga: Dua Bulan Kerja Tak Digaji, 9 Korban Baru Sadar Ditipu Anggota Satpol PP Gadungan

"Hati-hati dalam membaca berita bahwa antibodi pasca-vaksinasi 6 bulan turun."

"Ini kan seakan-akan setelah 6 bulan kita enggak punya sama sekali proteksi, itu salah ya."

"Jadi apa pun vaksinnya, secara alamiah setelah seiring dengan waktu, itu akan turun antibodinya," ujarnya dalam dialog virtual, Kamis (29/7/2021).

Baca juga: Wagub DKI Bilang Revisi Perda 2/2020 Mendesak untuk Mempercepat Penurunan Kasus Covid-19

Ia menjelaskan, tubuh yang telah menerima vaksin memiliki sel memori atau sel pengingat.

Maka, antibodinya jika terpapar akan segera dikenali oleh sel memori, dan terjadi lonjakan antibodi.

Jadi proteksi ini tetap ada sekalipun kadar antibodi menurun seiring waktu.

Baca juga: Raperda Covid-19 Tak Jadi Disetujui Hari Ini, Begini Alasan DPRD DKI Jakarta

"Bukan setelah 6 bulan kita tidak punya perlindungannya, tidak begitu," tuturnya.

Dr Dirga menegaskan, pemberian vaksin booster untuk masyarakat belum diperlukan.

Pemerintah diharapkan fokus pada perluasan penerima vaksin di masyarakat.

Baca juga: Pemprov DKI Pertimbangkan Usul Vaksin Covid-19 Jadi Syarat Publik Beraktivitas

"Agak percuma kalau kita 10 kali vaksinasi, tapi orang-orang di sekitar tidak."

"Kita lebih baik fokus memperluas cakupan vaksinasi, ketimbang kita memberikan suntikan ketiga keempat pada orang-orang yang sama."

"Itu ya karena kita tahu cakupan kita masih rendah, sampai hari ini suntikan ketiga bagi yang bukan nakes tidak direkomendasikan," paparnya.

Baca juga: Omzet Penjual Bunga di TPU Jombang Melesat di Masa Pandemi, Paling Laris Jumat Hingga Minggu

Ia pun berpesan untuk masyarakat, agar tidak menunda vaksinasi hanya untuk menunggu jenis atau merek vaksin tertentu.

Karena, vaksin yang tersedia kini dapat mencegah rawat inap, gejala berat, hingga kematian jika terpapar Covid-19.

"Apa pun jenis mereknya, semua sama efektifnya mencegah gejala menjadi berat bahkan kematian," ucap dr Dirga. (Rina Ayu)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved