PPATK Akui yang Bekukan 59 Rekening Terkait FPI, Curigai Hasil Tindak Pidana

PPATK sebut penghentian sementara transaksi dan aktivitas rekening FPI berikut afiliasinya tersebut dilakukan dalam rangka pelaksanaan fungsi analisis

Editor: Mohamad Yusuf
Wartakotalive.com/Desy Selviany
Ratusan personel TNI-Polri geruduk markas FPI di Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2020). Petugas menurunkan baliho serta atribut FPI serta baliho bergambar Imam besar FPI Rizieq Shihab yang masih terpajang di kawasan tersebut. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengakui bahwa pihaknya yang melakukan pembekuan terhadap rekening Front Pembela Islam (FPI).

Di mana PPTK membekukan sebanyak 59 rekening terkait FPI.

PPATK pun membeberkan alasan bekukan rekening terkait FPI.

"PPATK sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme telah melakukan
penghentian sementara transaksi dan aktifitas rekening Front Pembela Islam (FPI) berikut afiliasinya," kata M Natsir Kongah Ketua Kelompok Hubungan Masyarakat PPATK, dalam siaran tertulisnya, Selasa (/1/2021).

Baca juga: Viral Penjual Surat Tes PCR Palsu 1 Jam jadi, Bebas Pilih Tanggal, Kepergok Dr Tirta Langsung Ngamuk

Baca juga: Risma Blusukan, Warga Kolong Tol Penjaringan Dijanjikan Relokasi ke Tempat Layak Seperti di Surabaya

Baca juga: Pihak Pelapor Minta Gisel Berikan Hak Asuh Anak Pada Gading Marten

Tindakan penghentian sementara transaksi dan aktivitas rekening FPI berikut afiliasinya tersebut dilakukan dalam rangka pelaksanaan fungsi analisis dan pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain.

Penetapan penghentian seluruh aktifitas atau kegiatan FPI sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI merupakan keputusan yang perlu ditindaklanjuti oleh PPATK sesuai dengan kewenangaannya.

"Dalam melaksanakan fungsi analisis dan pemeriksaan, PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan (Financial Intelligent Unit) memiliki beberapa kewenangan utama, salah satunya adalah kewenangan untuk meminta Penyedia Jasa Keuangan (PJK) menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) huruf i UU
TPPU," katanya.

Tindakan yang dilakukan oleh PPATK dimaksud merupakan tindakan yang diberikan oleh Undang-Undang untuk mencegah adanya upaya pemindahan atau penggunaan dana dari rekening yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana.

Saat ini, sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan yang diberikan oleh UndangUndang tersebut, PPATK tengah melakukan penelusuran terhadap rekening dan transaksi keuangan.

"Untuk efektivitas proses analisis dan pemeriksaan, PPATK juga telah melakukan penghentian sementara seluruh aktivitas transaksi keuangan dari FPI, termasuk penghentian sementara seluruh aktivitas transaksi individu yang terafiliasi dengan FPI," jelasnya.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan PPATK dan Peraturan PPATK Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Penghentian Sementara dan Penundaan Transaksi oleh Penyedia Jasa Keuangan.

Yaitu mengharuskan Penyedia Jasa Keuangan (PJK), termasuk bank-bank untuk menyampaikan Berita Acara Penghentian Sementara Transaksi kepada PPATK paling lama 1 (satu) hari kerja setelah penghentian sementara transaksi dilaksanakan.

"Sampai dengan hari ini (5/1/2021), sesuai Pasal 40 ayat (3) PerPres Nomor 50 Tahun 2011, PPATK telah menerima 59 Berita Acara Penghentian Transaksi dari beberapa Penyedia Jasa Keuangan atas rekening FPI, termasuk pihak terafiliasinya," ujarnya.

Upaya penghentian sementara transaksi keuangan yang dilakukan oleh PPATK akan ditindaklanjuti dengan penyampaian hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik untuk dapat ditindaklanjuti dengan proses penegakan hukum oleh aparat penegak hukum yang berwenang.

Baca juga: Baru Dilarang oleh Pemerintah, FPI Ganti Nama jadi Front Persatuan Islam, Deklarasi di Jakarta

Baca juga: Polisi yang Bunuh Diri, Tembak Anak dan Istri di Depok Dikenal Tetangga Sosok Pendiam dan Kreatif

Baca juga: Ternyata Pria Berinisial MYD di Video Syur, Seorang Pengusaha dan Kerap Bekerjasama dengan Gisel

Saldo Rekening Rp 1 Miliar

Pemerintah tak hanya melarang kegiatan Front Pembela Islam (FPI).

Namun kini Pemerintah juga telah memblokir rekening FPI.

Di mana saldo dalam rekening FPI tersebut terdapat sebanyak Rp 1 miliar.

Dikutip dari Tribunnews, pemerintah resmi memblokir rekening bank milik Front Pembela Islam (FPI) dengan nilai saldo diperkirakan mencapai sekitar Rp 1 miliar.

Tim kuasa hukum FPI Ichwanudin Tuankotta membenarkan rekening FPI diblokir.

Pemblokiran itu diketahui terjadi setelah pemerintah membubarkan dan menetapkan FPI sebagai organisasi terlarang.

Baca juga: Baru Dilarang oleh Pemerintah, FPI Ganti Nama jadi Front Persatuan Islam, Deklarasi di Jakarta

Baca juga: Polisi yang Bunuh Diri, Tembak Anak dan Istri di Depok Dikenal Tetangga Sosok Pendiam dan Kreatif

Baca juga: Ternyata Pria Berinisial MYD di Video Syur, Seorang Pengusaha dan Kerap Bekerjasama dengan Gisel

"Benar diblokir, jumlahnya satu rekening," ujar Ichwanudin kepada Tribunnews, Senin (4/1/2021).

Ia tidak menjelaskan rekening tersebut dibuka di bank mana. Di dalam rekening tersebut, kata Ichwanudin, ada nominal uang sekitar Rp 1 milyar.

"Sekitar Rp 1 miliaran," tutur Ichwanudin. Ia menyebut kemungkinan FPI akan melakukan upaya-upaya agar uang tersebut bisa ditarik. "Insha Allah," sambungnya.

Sekretaris Bantuan Hukum FPI Aziz Yanuar menengarai rekening bank milik FPI dibekukan usai ormas itu dicap sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah.

"Dzalim. Sudah dibubarkan, uang umat juga diduga digarong," kata Aziz.

Sebelumnya, pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD mengumumkan FPI sebagai organisasi terlarang. Menurut Mahfud, sejak 20 Juni 2019, FPI secara de jure sudah tak terdaftar sebagai ormas. 

Mahfud beralasan, FPI kerap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan; melakukan tindak kekerasan, penyisiran, provokasi, dan sebagainya.

Pernyataan Mahfud diperkuat melalui peraturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 82/PUU XI/2013 tertanggal 23 Desember 2014. 

“Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI, karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing sebagai ormas maupun organisasi biasa," ucap Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Rabu (30/12/2020).

Hamdan Zoelva Sebut FPI Bukan Ormas Terlarang

Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia periode 2013-2015 dan ahli hukum, Hamdan Zoelva turut berkomentar tentang polemik pelarangan aktivitas dan penggunaan atribut Front Pembela Islam (FPI).

Sebelumnya, Front Pembela Islam (FPI) dinyatakan bubar baik sebagai organisasi massa maupun organisasi lainnya dan dilarang melakukan berbagai aktivitas di Indonesia.

Pengumuman pembubaran FPI itu berlangsung hari ini, Rabu (30/12/2020) atau dua hari sebelum pergantian tahun atau bertepatan dengan Rabu Kliwon 15 Jumadil Awal dalam penanggalan Jawa.

"Bahwa FPI sejak 21 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas, tetapi sebagai organisasi, FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan yang melanggar hukum," ungkap Menko Polhukam Mahfud MD dikutip dari Kompas TV.

"Seperti tindak kekerasan, sweeping secara sepihak, provokasi, dan sebagainya," ungkapnya.

Baca juga: Perjalanan FPI, Kisah Habib Rizieq Lolos dari Penembakan hingga Perpanjangan Izin Tak Dikabulkan

Mohammad Mahfud MD menyebut berdasar peraturan perundang-undangan dan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), tertanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan FPI.

"Karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing baik ormas maupun organisasi biasa," ujarnya.

"Kalau ada sebuah organisasi mengatasnamakan FPI, dianggap tidak ada dan harus ditolak, terhitung hari ini," tegas Mahfud.

Penghentian kegiatan FPI disebut Mahfud MD tertuang dalam Surat Keputusan Bersama enam pimpinan tertinggi kementerian dan lembaga.

Baca juga: BREAKING NEWS: Pemerintah Tetapkan FPI sebagai Organisasi Terlarang

Keenam pimpinan kementerian dan lembaga tersebut adalah  Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT.

Adapun dalam konferensi pers tersebut, Mahfud MD didampingi Mendagri Jenderal Pol (Purn) Tito Karnavian, Kepala BIN Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan, Menkumham Yassona Laoly, dan Menkominfo Jhonny G Plate.

Kemudian Jaksa Agung Burhanudin, Panglima TNI Marskel Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Pol Idam Azis, Kepala KSP Jenderal (Purn) Moeldoko, Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar, dan Kepala PPATK Dian Ediana.

Baca juga: Gisella Anastasia Didera Ketakutan dan Kegalauan Hebat, Unggah Ayat Al-Kitab untuk Tenangkan Diri

Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tersebut, disebutkan bahwa pemerintah akan menindak segala aktivitas dan pemakaian atribut FPI.

"Melarang dilakukannya kegiatan, penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia," tutur Mahfud.

"Apabila terjadi pelanggaran sebagaimana diuraikan dalam diktum ketiga di atas, Aparat Penegak Hukum akan
menghentikan seluruh kegiatan yang sedang dilaksanakan oleh Front Pembela Islam," tutur Mahfud.

Baca juga: Pasang Badan untuk Gus Yaqut, Zuhairi Misrawi Siap Layani Tantangan Debat Terbuka dari Fadli Zon

Selain itu, masyarakat dimbau untuk melaporkan jika melihat adanya aktivitas FPI termasuk pemakaian atributnya.

"Meminta kepada warga masyarakat untuk tidak terpengaruh dan terlibat dalam kegiatan penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam. untuk melaporkan kepada Aparat Penegak Hukum setiap kegiatan, penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam," tandasnya.

Komentar Hamdan Zoelva

Dalam akun Twitternya, Hamzan Zoelva turut memberikan pandangan terkait hal tersebut.

"Membaca dengan seksama keputusan pemerintah mengenai FPI, pada intinya menyatakan Ormas FPI secara de jure bubar karena sudah tidak terdaftar. Melarang untuk melakukan kegiatan dengan mengganakan simbol atau atribut FPI, dan Pemerintah akan menghentikan jika FPI melakukan kegiatan," tulis Hamdan Zoelva.

Dengan demikian, menurut Hamdan Zoelva, FPI bukanlah organisasi terlarang seperti PKI, tetapi organisasi yang dinyatakan bubar secara hukum dan dilarang melakukan kegiatan yang menggunakan lambang atau simbol FPI.

Baca juga: Demokrat Pertanyakan Besarnya Anggaran Infrastruktur, Polri dan TNI Dibanding Anggaran Kesehatan

"Beda dengan Partai Komunis Indonesia yang merupakan partai terlarang dan menurut UU 27/1999 (Pasal 107a KUHPidana) menyebarluaskan dan mengembangkan ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme, adalah merupakan tindak pidana yang dapat dipadana," jelasnya.

Hamdan Zoelva juga menyoroti terkait adanya Maklumat Kapolri yang melarang penyebaran konten yang berhubungan dengan FPI.

Menurut Hamdan Zoelva, mengacu pada penjelasan sebelumnya, tidak ada ketentuan pidana yang melarang penyebaran konten FPI.

Baca juga: Survei Terbaru LKPI, Kepercayaan Masyarakat Terhadap PDI Perjuangan Turun, Gerindra Merosot Tajam

"Tidak ada ketentuan pidana yang melarang menyebarkan konten FPI karenanya siapa pun yang mengedarkan konten FPI tidak dapat dipidana. Sekali lagi objek larangan adalah kegiatan yg menggunakan simbol atau atribut FPI oleh FPI," terangnya.

Hamdan menjelaskan tentang putusan Putusan MK No. 82/PUU-XI/2013 tentang ormas.

Dimana, di sana disebutkan bagaimana perlakuan pemerintah terhadap beberapa kriteria ormas.

Baca juga: Disebut Dedengkot Tua oleh Natalius Pigai, AM Hendropriyono: Kamu Bukan Pigai yang Dulu

"Menurut Putusan MK No. 82/PUU-XI/2013, Ada tiga jenis Ormas yaitu Ormas berbadan Hukum, Ormas Terdaftar dan Ormas Tidak terdaftar. Ormas tidak terdaftar tidak mendapat pelayanan pemerintah dalam segala kegiatannya, sedangkan Ormas terdaftar mendapat pelayanan negara," jelasnya.

Selain itu, ia menjelaskan, Undang-undang tidak mewajibkan sebuah ormas harus terdaftar atau berbadan hukum.

"UU tidak mewajibkan suatu Ormas harus terdaftar atau harus berbadan hukum. Karena hak berkumpul dan bersyarikat dilindungi konstitusi. Negara hanya dapat melarang kegiatan Ormas jika kegiatannya menggangu keamanan dan ketertiban umum atau melanggar nilai-nilai agama dan moral."

Baca juga: Ribuan Aparat Gabungan Akan Jaga Sidang Praperadilan Habib Rizieq Shihab di PN Jaksel Senin Besok

Negara juga dapat membatalkan badan hukum suatu Ormas atau mencabut pendaftaran suatu Ormas sehingga tidak berhak mendapat pelayanan dari negara jika melanggar larangan-larangan yang ditentukan UU."

Terakhir, Hamdan Zoelva menerangkan, negara dapat melarang suatu organisasi apabila organisasi itu terbukti sebagai kelompok terorisme.

"Negara dapat melarang suatu organisasi jika organisasi itu terbukti merupakan organisasi teroris atau berafiliasi dengan organisasi teroris, atau ternyata organisasi itu adalah organisasi komunis atau organisasi kejahatan," tandasnya.

Penjelasan Maklumat Kapolri

Maklumat Kapolri tentang Front Pembela Islam (FPI) menimbulkan kontroversi di publik hingga berujung kritik dan kecaman.

Ada point dalam maklumat tersebut yang dianggap akan membungkam kebebasan berpendapat masyarkat hingga membatasi kebebasan pers.

Polri pun angkat bicara soal polemik Maklumat Kapolri Nomor MAK/1/I/2021 pertanggal 1 Januari 2021 tentang Kepatuhan Terhadap Pelarangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan, penjelasan yang disampaikan oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono sudah cukup jelas.

Baca juga: SP3 Kasus Chat Mesum Rizieq Shihab Dibatalkan, Mahfud MD: Proses Hukum Harus Diteruskan

"Kemarin sudah jelas dalam rilis yang disampaikan oleh Kadiv Humas," kata Ramadhan melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Sabtu (2/1/2021).

Ia pun kemudian membagikan pernyataan laporan doorstop Argo yang disampaikan pada Jumat (1/1/2021) kemarin.

Dalam pernyataannya, Argo menjelaskan, Maklumat tersebut diterbitkan setelah adanya pernyataan bersama setelah terbitnya surat keputusan (SKB) 6 menteri terkait pelarangan dan penghentian kegiatan FPI.

Baca juga: Survei Terbaru LKPI, Kepercayaan Masyarakat Terhadap PDI Perjuangan Turun, Gerindra Merosot Tajam

"Maklumat ini bertujuan untuk memberikan perlindungan, jaminan keamanan serta keselamatan masyarakat," kata Argo dalam keterangan tertulis yang disampaikan Ramadhan.

Dalam penjelasannya, ada empat poin yang harus dipatuhi masyarakat.

Sehingga, lanjut Argo, tertulis empat poin yang harus dipatuhi masyarakat.

Poin a, masyarakat tidak terlibat secara langsung ataupun tidak langsung untuk mendukung memfasilitasi kegiatan ataupun penggunaan atribut dari FPI.

Baca juga: Bantah Klaim Saraswati, Fadli Zon: Gerindra Tak Dukung Pembubaran Organisasi Tanpa Proses Pengadilan

Poin b, masyarakat segera melapor kepada aparat bila menemukan ada suatu kegiatan simbol FPI maupun atribut, serta tidak melaksanakan tindak pelanggaran hukum.

Poin c, mengedepankan Satpol PP yang didukung oleh Polri dalam memberikan penertiban di lokasi yang terpasang adanya spanduk/banner atau atribut pamflet dan hal lain yang terkait dengan FPI.

Poin d, masyarakat tidak mengakses atau mengunggah dan menyebarluaskan konten terkait front pembela Islam baik melalui website maupun media sosial.

Baca juga: Andika Babang Tamvan Terpapar Covid-19, Kini Dirawat di Rumah Sakit, Minta Maaf Kalau Ada Salah

Khusus poin d, ungkap Argo, selama tidak mengandung berita bohong, gangguan Kamtibmas, mengadu domba atau perpecahan dan sara tidak dipermasalahkan.

"Namun jika mengandung hal tersebut tentunya tidak diperbolehkan apalagi sampai mengakses/meng-upload/menyebarkan kembali yang dilarang ataupun yang ada tindak pidananya karena dapet dikenakan UU ITE," tegas dia.

Baca juga: Disebut Dedengkot Tua oleh Natalius Pigai, AM Hendropriyono: Kamu Bukan Pigai yang Dulu

Tuai kontroversi

Sebelumnya, Maklumat Kapolri menimbulkan kontroversi bagi sejumlah kalangan, salah satunya dari komunitas pers. Komunitas pers yang terdiri dari sejumlah lembaga meminta Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mencabut Pasal 2d dari Maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021.

Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan Maklumat tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan dan atribut FPI.

Dalam maklumat tersebut, Kapolri menekankan masyarakat agar tidak mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten yang berkaitan dengan FPI.

"Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial," demikian salah satu poin Maklumat Kapolri tersebut.

Baca juga: Kapolri Keluarkan Maklumat Tentang FPI, Dandhy Laksono: Ngawur dan Inkonstitusional

Adapun penerbitan maklumat ini merujuk surat keputusan bersama (SKB) nomor 220-4780 Tahun 2020, Nomor M.HH-14.HH.05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII/2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

Dengan mengacu SKB itu, Kapolri mengingatkan masyarakat tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung dan memfasilitasi kegiatan serta menggunakan simbol dan atribut FPI.

Kapolri juga mengingatkan masyarakat agar segera melaporkan kepada aparat yang berwenang apabila menemukan kegiatan, simbol, dan atribut FPI serta tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum.

Baca juga: Front Persatuan Islam Dideklarasikan, Mahfud MD: Boleh, Asal Tidak Melanggar Hukum

Selain itu, Kapolri juga mengedepankan Satpol PP yang didukung penuh TNI-Polri untuk melakukan penertiban di lokasi yang terpasang spanduk atau banner, atribut, hingga pamflet FPI. "

Bahwa apabila ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat ini, setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau diskresi kepolisian," tulis poin lain Maklumat Kapolri.

Maklumat tersebut mendapatkan kritik hingga pertentangan dari sejumlah pihak.

Termasuk dari Komunitas Pers yang menganggap maklumat tersebut mengancam tugas jurnalis dan media dalam melakukan pemberitaan.

Komunitas pers, di antaranya Forum Pemred dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai isi maklumat itu tak sejalan dengan semangat demokrasi dan menghormati kebebasan dalam memperoleh informasi.

Maklumat itu juga dinilai mengancam tugas jurnalis dan media dalam mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publik, dalam hal ini terkait FPI

Baca juga: Fadli Zon: Selamat Atas Lahirnya Front Persatuan Islam

Terkait hal tersebut, komunitas pers pun meminta agar ketentuan dalam poin 2d tersebut dicabut.

Berikut pernyataan sikap resmi komunitas pers dalam menyikapi Maklumat Kapolri di Pasal 2d:
  • Maklumat Kapolri dalam Pasal 2d itu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat kita sebagai negara demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Soal ini tertuang jelas dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
  • Maklumat ini mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Pasal 4 Undang Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang isinya menyatakan, "(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi." Isi maklumat itu, yang akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI, juga bisa dikategorikan sebagai "pelarangan penyiaran", yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang Undang Pers.
  • Mendesak Kapolri mencabut Pasal 2d dari Maklumat itu karena mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi, tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan Undang Undang Pers.
  • Mengimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh Undang Undang Pers.
    Jakarta, 1 Januari 2021
    Abdul Manan, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
    Atal S. Depari, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat
    Hendriana Yadi, Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)
    Hendra Eka, Sekjen Pewarta Foto Indonesia (PFI)
    Kemal E. Gani, Ketua Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred)
    Wenseslaus Manggut, Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).
    Jadi trending topik 

    Di sosial media Twitter, frasa Maklumat Kapolri bahkan menjadi trending topik.

    Sejumlah pihak menganggap keluarnya maklumat Kapolri tersebut berlebihan bahkan dinilai mengancam kebebasan pers

    Bahkan, Sutradara, aktivis dan jurnalis, Dandhy Dwi Laksono menyebutnya sebagai tindakan nyawur hingga inkonstitusional.

    Baca juga: Front Persatuan Islam Dideklarasikan, Mahfud MD: Boleh, Asal Tidak Melanggar Hukum

    "Tak ada yang tertarik menyebarkan "konten FPI" selain sirkel mereka sendiri. Yang siap membantah bahkan lebih banyak. Tapi maklumat semacam ini ngawur, inkonstitusional, dan patut diabaikan," tulis Dandhy di akun Twitternya, Jumat (1/1/2021).

    Sejumlah tokoh juga turut menyoroti keluarnya maklumat tersebut.

    Dekan Fakultas Hukum Univeristas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Trisno Raharjo kepada sebuah media nasional menilai, pelarangan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang cukup, dan berlebih, mengingat pelarangan tersebut hanya bersandarkan kepada maklumat.

    “Biasanya sanksi pidana yg dihubungkan dengan pengumuman atau maklumat yang berisikan larangan hanya berlaku dalam kondisi perang. Saat ini kita tidak berada dalam kondisi tersebut, bila dihubungkan dengan kondisi saat ini yaitu darurat bencana, juga tidak relevan dan tidak berhubungan,” terangnya.

    Baca juga: Minta Pemerintah Tak Menghambat Front Persatuan Islam, HNW: Akomodasi Hak Berserikat Mereka

    Trisno menganggap, maklumat tersebut justru menunjukkan kepolisian bukan penerapan diskresi tetapi menjadi bentuk penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan oleh penegak hukum dalam hal ini kepolisian.

    “Pada akhirnya maklumat ini menjadikan pihak kepolisian sebagai alat kekuasaan bukan pengayom masyarakat,” tandasnya.

    Sementara, sejumlah warganet juga mempertanyakan adanya larangan itu.

    Baca juga: Fadli Zon: Selamat Atas Lahirnya Front Persatuan Islam

    Sebab, tidak sedikit konten tentang FPI yang disebarkan di media sosial adalah kegiatan sosial para anggota FPI dalam membantu bencana di sejumlah daerah.

    "Om @mohmahfudmd.ini gimana sih, kita sudah reformis dan demokratis, mengapa masih ada pernyataan2 begini? Konten FPI yg dibaca dn disebarkan Rakyat cuman Perjuangan FPI bantu Rakyat," tulis akun @conan_idn.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polri Jelaskan Soal Larangan Konten FPI dalam Maklumat Kapolri dan di Tribunnews.com dengan judul Saldo Dana di Rekening FPI yang Diblokir Pemerintah Mencapai Rp 1 Miliar

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved