Buronan Kejaksaan Agung

Urusan Bintang 3, Brigjen Prasetijo Utomo Disuruh Keluar Saat Tommy Sumardi Bertemu Irjen Napoleon

Prasetijo mengaku pernah memberikan akses kepada Tommy Sumardi, untuk bertemu Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Brigjen Pol Prasetijo Utomo, terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/11/2020). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan saksi dari pihak jaksa penuntut umum. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra, kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (10/12/2020).

Dalam persidangan dengan terdakwa Djoko Tjandra, tim jaksa penuntut umum menghadirkan Brigjen Prasetijo Utomo sebagai saksi.

Dalam kesaksiannya, Prasetijo mengaku pernah memberikan akses kepada Tommy Sumardi, untuk bertemu Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte.

Baca juga: Polisi Tembak 6 Laskar FPI, Rizieq Shihab: Kami Tidak akan Biarkan Mereka Tidur Tenang!

Prasetijo mengakui Tommy Sumardi merupakan sahabatnya.

Prasetijo menceritakan, pada pertengahan Maret 2020, Tommy mendatangi ruangan kerjanya.

Tommy bermaksud ingin diperkenalkan dengan Irjen Napoleon.

Baca juga: Pengusaha Rokok Jadi yang Terkaya, Jusuf Kalla: Orang Indonesia Berani, Diancam Kanker Enggak Peduli

Keinginan Tommy akhirnya tercapai pada akhir Maret 2020.

"Saya coba hubungi Kadiv, saya telepon Pak Kadiv, jenderal mohon izin ini ada sahabat saya mau kenalan, apakah diperkenankan untuk bisa kenalan di ruang, jenderal?"

"Ya silakan saja," ujar Prasetijo mengulang pembicaraannya di telepon dengan Irjen Napoleon.

Baca juga: Swab Massal Buruh di Kabupaten Bekasi, 77 Orang Positif Covid-19, Kebanyakan Tanpa Gejala

Prasetijo mengaku saat itu terjadilah pertemuan antara dirinya, Tommy Sumardi, dan Napoleon.

Tommy Sumardi sendiri didakwa sebagai perantara suap antara Djoko Tjandra kepada Prasetijo dan Napoleon.

Jaksa kemudian bertanya, apakah dalam pertemuan tersebut ada pembicaraan khusus.

Baca juga: UPDATE Pilkada Solo: Suara Masuk 51,34%, Gibran-Teguh Unggul Telak 86,4 Persen

Prasetijo mengaku jika dirinya sempat diminta keluar ruangan oleh Tommy Sumardi.

"Saya ngobrol biasa saja, terus beberapa waktu kemudian saya diminta keluar sama Haji Tommy."

"Pras, ini urusan bintang 3, bintang 1 keluar dulu," tuturnya.

Baca juga: Pasien Covid-19 di Kabupaten Bogor Tambah 51 Orang, Dua Kecamatan Nihil Kasus

Prasetijo mengaku saat diminta keluar, dia menurutinya.

Dia menyebut, kurang lebih selama 15 menit dirinya berada di luar ruangan.

Prasetijo mengaku, sebelum mengajak Tommy bertemu dengan Napoleon, Tommy terlebih dahulu memberitahu kepadanya maksud bertemu Napoleon.

Baca juga: Positif Covid-19, Tiga Tahanan Polsek Cilincing Langsung Dibawa ke RS Polri Kramat Jati

"Dia cerita bahwa dia mau buat surat."

"Surat apa bro? Ini lho saya diminta tolong untuk buat surat permintaan draf."

"Draf apa? Draf surat saja buat surat Div Hubinter."

Baca juga: Mengasuh Anak di Masa Pandemi, Jangan Batasi Berdasarkan Gender, Buka Ruang Diskusi

"Dari siapa? Ada lah bro, nanti gue kasih datanya," kata Prasetijo mengulang percakapannya dengan Tommy Sumardi.

Dalam perkara ini, Tommy Sumardi didakwa bersama-sama dengan Djoko Tjandra memberikan suap ke Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo.

Baca juga: Azan Ajakan Jihad Viral di Medsos, Ada yang Sambil Bawa Senjata Tajam, Kemenag: Jangan Terprovokasi!

Irjen Napoleon sendiri telah disidang dalam perkara ini, begitu pun Brigjen Prasetijo.

Irjen Napoleon sebelumnya menjabat Kadivhubinter Polri.

Sedangkan Brigjen Prasetijo selaku Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri.

Baca juga: Tunggu Kedatangan Rizieq Shihab, Polda Metro Jaya Siagakan Barakuda, Water Cannon, dan Pasukan Motor

Dalam surat dakwaan, Tommy diduga memberikan 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS kepada Irjen Napoleon, dan 150 ribu dolar AS kepada Brigjen Prasetijo.

Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol, dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).

Tolak Uang Suap Setelah Dibagi Dua

Mantan Kepala Biro Koordinator Pengawas (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo didakwa menerima suap sebesar 150 ribu dolar AS, dari terpidana kasus korupsi hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.

Uang tersebut diduga diberikan kepada Prasetijo, untuk membantu upaya penghapusan nama Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).

"Terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo menerima uang sejumlah USD150 ribu," ucap jaksa penuntut umum (JPU) saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020).

Baca juga: Jusuf Kalla Prediksi Pandemi Covid-19 Indonesia Baru Berakhir pada 2022 karena Alasan Ini

Perbuatan Prasetijo, sebut jaksa, dilakukan bersama-sama mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte.

Napoleon dituntut dalam berkas perkara terpisah, dengan dakwaan menerima suap dari Djoko Tjandra sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS.

Cerita berawal ketika Djoko Tjandra meminta bantuan rekannya yang bernama Tommy Sumardi, mengenai penghapusan red notice yang ada di Divhubinter Polri.

Baca juga: ICW Minta Tim Novel Baswedan Dilibatkan Cari Harun Masiku, Begini Tanggapan KPK

Sebab, Djoko Tjandra yang kala itu berstatus buron perkara pengalihan hak tagih Bank Bali, tengah berada di Malaysia dan ingin ke Indonesia, untuk mengurus upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Tommy Sumardi pun meminta bantuan Brigjen Prasetijo.

"Untuk mewujudkan keinginan Joko Soegiarto Tjandra, pada tanggal 9 April 2020, Tommy Sumardi mengirimkan pesan melalui WhatsApp."

Baca juga: KPK Benarkan Salah Satu Mobil Hiendra Soenjoto yang Disita Berpelat RFO, Bakal Didalami Penyidik

"Berisi file surat dari Saudara Anna Boentaran, istri Joko Soegiarto Tjandra."

"Yang kemudian terdakwa Brigjen Prasetijo meneruskan file tersebut kepada Brigadir Fortes."

"Dan memerintahkan Brigadir Fortes untuk mengeditnya sesuai format permohonan penghapusan red notice yang ada di Divhubinter."

Baca juga: Dukung Percepatan Penanganan Covid-19, Net1 Indonesia Sumbang Perangkat dan Layanan Internet Gratis

"Setelah selesai diedit, Brigadir Fortes mengirimkan kembali file tersebut untuk dikoreksi Brigjen Prasetijo."

"Yang selanjutnya file konsep surat tersebut dikirimkan oleh Brigjen Prasetijo kepada Tommy Sumardi," beber jaksa.

Brigjen Prasetijo kemudian mengenalkan Tommy Sumardi kepada Irjen Napoleon Bonaparte, yang kala itu menjabat Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri.

Baca juga: Masih Ada 411 Pasien Covid-19 di Kabupaten Bogor pada 1 November 2020, Zona Hijau Cuma Satu

Dalam pertemuan itu, Napoleon mengatakan red notice Djoko Tjandra bisa dibuka asal disiapkan uang Rp 3 miliar.

"Dalam pertemuan tersebut terdakwa Irjen Napoleon menyampaikan bahwa 'red notice Joko Soegiarto Tjandra bisa dibuka, karena Lyon yang buka, bukan saya."

"Saya bisa buka, asal ada uangnya'. Kemudian Tommy Sumardi menanyakan berapa nominal uangnya, dan oleh Irjen Napoleon dijawab '3 lah ji (Rp 3 miliar)," ungkap jaksa.

Baca juga: Liburan Panjang Berakhir, 69 Wisatawan di Puncak Bogor Reaktif Covid-19

Tommy Sumardi lalu melaporkan hal itu ke Djoko Tjandra, yang dibalas langsung dengan mengirimkan 100 ribu dolar AS.

Setelah itu, Tommy Sumardi mengantarkan uang itu ke Napoleon, ditemani Prasetijo.

"Setelah Tommy Sumardi menerima uang tunai sejumlah USD100 ribu dari Joko Soegiarto Tjandra."

Baca juga: Jelaskan Maksud Jangan Manjakan Milenial, Megawati: Berapa Banyak Rakyat yang Sudah Kamu Tolong?

"Pada tanggal 27 Apri,l Tommy Sumardi bersama terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo menuju kantor Divhubinter untuk menemui dan menyerahkan uang kepada Irjen Napoleon Bonaparte."

"Saat di perjalanan, di dalam mobil terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo melihat uang yang dibawa oleh Tommy Sumardi."

"Kemudian terdakwa mengatakan 'banyak banget ini ji buat beliau? Buat gue mana?'" ungkap jaksa.

Baca juga: Prakiraan Cuaca Kabupaten Bekasi 2 November 2020: Hujan Turun Mulai Siang Hingga Sore Hari

"Dan saat itu uang dibelah dua oleh terdakwa, dengan mengatakan 'ini buat gw, nah ini buat beliau, sambil menunjukkan uang yang sudah dibagi 2'," sambungnya.

Alhasil, Tommy Sumardi hanya membawa 50 ribu dolar AS untuk Napoleon. Uang itu pada akhirnya ditolak Napoleon.

"Tommy Sumardi menyerahkan sisa uang yang ada sebanyak USD50 ribu, namun Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut."

Baca juga: Anak-anak Bakar Halte Saat Demonstrasi, Megawati: Mending Bisa Kalau Disuruh Ganti

"Dengan mengatakan 'ini apaan nih segini, enggak mau saya. Naik ji jadi 7 ji, soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri."

"Yang nempatin saya kan beliau, dan berkata 'petinggi kita ini'."

"Selanjutnya sekira pukul 16.02 WIB, Tommy Sumardi dan Brigjen Prasetijo dengan membawa paper bag warna gelap, meninggalkan Gedung TNCC Mabes Polri," papar jaksa.

Baca juga: Usai Dirusak Perusuh, 4 Halte Transjakarta Bakal Dibangun 2 Lantai dan Dilengkapi Kafe Hingga Galeri

Namun jaksa tidak menyebutkan ke mana akhirnya 100 ribu dolar AS yang dibawa Tommy Sumardi, yang sempat dibagi dua oleh Brigjen Prasetijo itu.

Singkat cerita, Irjen Napoleon menerima 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS.

Urusan red notice Interpol Djoko Tjandra pada akhirnya selesai ditangani Irjen Napoleon.

Baca juga: Terpeleset Saat Angkut Tanah untuk Perbaiki Rumah, Pemuda Tambun Tenggelam di Kali Bekasi

Lalu masih pada Mei 2020, Brigjen Prasetijo menghubungi Tommy Sumardi untuk meminta uang.

"Terdakwa Brigjen Prasetijo menghubungi Tommy Sumardi melalui sarana telepon dengan mengatakan 'Ji, sudah beres tuh, mana nih jatah gue punya' dan dijawab oleh Tommy, 'sudah, jangan bicara ditelepon, besok saja saya ke sana'," tutur jaksa.

Sesuai rencana, keesokan harinya Tommy datang menemui Prasetijo sambil membawa uang 50 ribu dolar AS, dan diserahkan Tommy ke Prasetijo di ruangan kerja Prasetijo.

Baca juga: Begini Cara Irjen Napoleon Bonaparte Hapus Red Notice Djoko Tjandra, Disuap Ratusan Ribu Dolar

"Sehingga total uang yang diserahkan oleh Tommy Sumardi kepada terdakwa Brigjen Prasetijo adalah sejumlah USD150 ribu," papar jaksa.

Data penghapusan red notice lantas digunakan oleh Djoko Tjandra untuk masuk wilayah Indonesia, dan mengajukan peninjauan kembali pada Juni 2020, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Setelah itu, kehebohan mengenai Djoko Tjandra pun terjadi, hingga akhirnya Djoko Tjandra ditangkap berkat kerja sama police to police antara Polri dan Polisi Diraja Malaysia (PDRM).

Baca juga: Saran Penyintas untuk Pasien Covid-19: Sering-sering Tonton Video Lucu

Djoko Tjandra ditangkap pada Kamis (30/7/2020), dan Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo turun langsung membawa Djoko Tjandra dari Malaysia.

Atas perbuatannya, Prasetijo didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b UU 31/1999.

Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved