Unjuk Rasa Mahasiswa
Sempat Dikira Hilang, Siswa SMK di Kuningan Ini Ternyata Diciduk Polisi karena Ikut Unjuk Rasa Ricuh
YI (18) menjadi salah satu pelajar yang ditangkap aparat Polres Metro Jakarta Utara, Senin (30/9/2019) lalu.
Penulis: Luthfi Khairul Fikri |
YI (18) menjadi salah satu pelajar yang ditangkap aparat Polres Metro Jakarta Utara, Senin (30/9/2019) lalu.
Dia diamankan aparat kepolisian saat sedang beristirahat bersama pelajar lainnya di kawasan Stasiun Tanjung Priok.
Kabarnya, kepergian YI yang sudah dua hari tidak pulang ke rumah, membuat orang tuanya yang berada di Kuningan, Jawa Barat, kebingungan dan dianggap menghilang.
• Lima Pelari Lanjutkan Misi Kebaikan untuk Anak-anak Aceh
Pihak sekolah yang mengetahui hal itu lantas membantu orang tua YI untuk mencari keberadaan anak didiknya ini.
Hingga akhirnya, sekolah mengetahui YI sedang ditahan di Polres Jakut, karena diduga ikut demonstrasi ricuh disekitar Gedung DPR beberapa waktu lalu.
"Saya guru SMKN 4 Kuningan, dapet kabar dari Polres Kuningan kalau ada siswa kami yang diamankan sama polisi di sini," ujar Adis Azis, guru SMKN 4 Kuningan, di Polres Metro Jakut, Rabu (2/10/2019).
• Pelajar Dijanjikan Bayaran Rp 40 Ribu Agar Mau Ikut Demonstrasi Ricuh di Depan DPR
Kendati demikian, Adis mengaku belum mengetahui kondisi terakhir anak didiknya.
Dia juga belum mendapatkan alasan resmi kenapa muridnya ditahan polisi.
"Belum ketemu sekarang ini, mungkin nanti."
• Sejumlah Perusuh di Sekitar Kawasan DPR Positif Pakai Narkoba
"Saya juga belum paham kenapa anaknya ditahan."
"Tapi besar dugaan sih karena ikut-ikutan demo ke DPR ini," tuturnya.
Sementara, pihak sekolah juga belum memberi tahu orang tua YI soal penahanan ini.
• Mahasiswa Al Azhar yang Sempat Kritis Belum Bisa Mengingat Penganiayaan yang Dialaminya
Lantaran, mendapati kondisi yang tidak memungkinkan untuk orang tua siswa itu tahu kenyataan si anak.
"Bapaknya baru berangkat kerja ke Sulawesi. Nah, ibunya lagi ngerawat adiknya korban yang masih bayi."
"Kami jadi gimana mau ngasih tahunya ya, enggak enak,” paparnya.
• Ini Isi Sumpah Anggota DPR: Mengutamakan Bangsa dan Negara Daripada Kepentingan Pribadi
Kini, pihak sekolah masih menunggu kepastian YI, apakah melanggar hukum atau tidak.
Adis berharap kasus tersebut bisa lekas selesai dan YI bisa pulang ke Kuningan.
YI tak masuk sekolah karena tengah menjalani Praktik Kerja Lapangan di sebuah perusahaan di Cirebon.
• DPR 2014-2019 Cuma Sahkan 91 Undang-undang, Fahri Hamzah Bilang Pemerintah Sering Jadi Masalah
Pihak sekolah baru mengetahui YI tidak masuk PKL, ketika sedang dikumpulkan pada Senin (30/9/2019) lalu untuk membuat surat pernyataan.
Orang tua dan pihak sekolah yang ingin membawa pulang anaknya, diminta membawa dokumen pribadi berupa fotokopi KTP dan Kartu Keluarga.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menerima laporan dari kepolisian, ada 50 orang menyamar menjadi pelajar saat demonstrasi di sekitar Gedung DPR/MPR, Senin (30/9/2019).
• Ternyata Bukan Jokowi yang Minta Jadwal Pengambilan Sumpah Jabatan Dimajukan, tapi Projo
Muhadjir Effendy menjelaskan, 50 orang itu berpakaian layaknya pelajar SMA mengenakan pakaian putih dan celana abu-abu, untuk mengelabui petugas.
"Berdasarkan laporan dari pihak kepolisian yang saya terima, sekitar 50-an, mereka bukan siswa tapi pakai putih abu-abu," tuturnya.
• Fahri Hamzah Ingatkan Jokowi Jangan Pilih Dua Tipe Menteri Ini Jika Tak Ingin Jatuh di Tengah Jalan
Hal itu ia ungkapkan seusai Upacara Peringatan Hari Kesakitan Pancasila, di Halaman Monumen Pancasila Sakti, Kompleks Lubang Buaya, Jakarta Pusat, Selasa (1/10/2019).
Terkait aksi demonstrasi kemarin, Muhadjir Effendy mengaku belum mendapat laporan pasti tentang para siswa dari sekolah mana saja yang kembali turun ke jalan.
"Sampai sekarang saya belum dapat laporan dari lapangan," ujarnya.
• FAHRI Hamzah Klaim Tahu Siap Penggerak Aksi Mahasiswa, Dia Bilang Bahan Bakunya Tidak Kuat
Muhadjir Effendy menambahkan, pihaknya sudah melarang para siswa ikut dalam unjuk rasa.
Dia bahkan menerbitkan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pencegahan Keterlibatan Peserta Didik dalam Aksi unjuk Rasa yang Berpotensi Kekerasan.
Surat edaran yang ditandatangani 27 September 2019 itu memuat larangan pelibatan peserta didik dalam kegiatan unjuk rasa yang berpotensi pada kekerasan dan perusakan.
• Hampir 9 Ribu Prajurit TNI Amankan Pelantikan Anggota DPR dan Presiden, Siaga di Titik-titik Ini
"Anak-anak, siswa ini statusnya adalah harus dilindungi."
"Karena menurut Undang-undang Perlindungan Anak mereka adalah bukan subjek yang diperbolehkan untuk melakukan unjuk rasa yang sebagaimana mereka sudah usia dewasa," paparnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto mengatakan, aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar yang dimulai secara elegan serta damai, berangsur diambil alih sekelompok orang yang bertujuan menciptakan kerusuhan.
• Proyek Kereta Cepat Rampung Tahun 2021, Jakarta-Bandung Ditempuh 36 Menit
Wiranto menegaskan, aksi unjuk rasa akan diubah menjadi gelombang baru dengan tujuan menduduki Gedung DPR, sampai menggagalkan pelantikan anggota DPR periode 2019-2024 pada 1 Oktober 2019.
Menurut Wiranto, gelombang baru ini akan dimanfaatkan sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab, untuk menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober 2019.
• SATU Perusuh Tewas Saat Bentrok di Slipi, Kapolri Pastikan Bukan Mahasiswa Atau Pelajar
“Kami mengapresiasi gerakan mahasiswa yang bernuansa mengoreksi rancangan undang-undang oleh pemerintah dan DPR RI."
"Tapi sayang gerakan mahasiswa yang elegan itu pada malam hari diambil alih oleh perusuh dengan melawan petugas.”
“Dan sudah cukup bukti bahwa gerakan yang ambil alih demonstrasi mahasiswa itu bertujuan untuk menduduki Gedung DPR RI."
• POLISI Luruskan Kabar Ambulans Bawa Batu dan Bensin, Ini yang Sebenarnya Terjadi
"Hingga mengganggu kerja anggota dewan termasuk menggagalkan pelantikan anggota DPR baru."
"Lebih lanjut tujuannya adalah menggagalkan pelantikan Presiden,” ungkap Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (26/9/2019).
Wiranto menjelaskan, gelombang baru ini akan berusaha memprovokasi masyarakat untuk memancing aparat keamanan agar bertindak lebih keras lagi, sehingga menciptakan korban.
• KAPOLRI: Unjuk Rasa Berujung Ricuh di Depan DPR/MPR Mirip Kerusuhan 21-22 Mei 2019
Jika kemudian tercipta korban, menurut Wiranto, sejumlah pihak yang tak bertanggung jawab itu akan memanfaatkan momentum.
Tujuannya, untuk menggelar gerakan yang lebih besar dengan tujuan menciptakan rasa tidak percaya kepada pemerintahan yang sah.
Wiranto mengatakan, sejumlah kalangan masyarakat akan dipancing dan dimanfaatkan untuk melakukan serangan kepada aparat keaman.
• SAUT Situmorang Ungkap Alasan Kembali ke KPK, Basaria Panjaitan Bilang Saya Masih Cinta Kamu
“Pelajar kemarin sudah berhasil mereka provokasi untuk menyerang masyarakat."
"Setelah berhasil menghasut pelajar kemarin, kita harus waspada gelombang gerakan seperti itu akan melibatkan kelompok Islam garis keras dan juga suporter sepak bola.”
“Kemudian buruh, tukang ojek, dan paramedis juga jangan mau dihasut untuk dilibatkan dalam gerakan itu."
• Menristekdikti Ungkap Ada Mahasiswa Tak Paham Substansi RKUHP, Lalu Bilang Sebagian Aksi Ditunggangi
"Sekarang paramedis sudah menjadi sasaran penyesatan-penyesatan,” beber Wiranto.
Mantan Panglima TNI itu menjelaskan, kini tenaga medis mulai disesatkan dengan informasi dalam salah satu rancangan undang-undang.
Ada poin yang menyebut jika paramedis salah mengambil keputusan dalam melakukan pertolongan kepada pasien, akan didenda Rp 1 juta.
• FOTO-FOTO Penampakan Ambulans Pemprov DKI yang Diduga Bawa Batu, Kaca-kacanya Pecah
Wiranto menegaskan informasi itu menyesatkan dan tak ada sama sekali.
“Tenaga medis kita sudah diberikan informasi yang menyesatkan seperti itu, padahal sama sekali tidak ada."
"Jadi kita ingatkan bahwa paramedis jangan sampai mengikuti provokasi seperti itu,” pintanya.
• YUSUF Mansur dan PSSI Lobi Lechia Gdansk, Egy Maulana Vikri Masuk 40 Daftar Pemain SEA Games 2019
Senada, Kapolri Jenderal Tito Karnavian melihat ada pihak memanfaatkan demonstrasi tolak sejumlah RUU oleh mahasiswa di depan gedung DPR, untuk menjatuhkan pemerintahan Presiden Jokowi.
Menurutnya, demo mahasiswa yang awalnya berjalan dengan damai berubah menjadi aksi anarkis pada sore hingga malam hari.
"Kami melihat ada pihak-pihak yang memanfaatkan, mengambil momentum ini untuk agenda sendiri, bukan agenda RUU," ucapnya di tempat yang sama.
• PESAN Jokowi untuk Mahasiswa: Negara Lain Bersaing di Era Digital, Kita Masih Turun ke Jalan
"Agenda itu politis dengan tujuan menjatuhkan pemerintah yang sah secara konstutusional," sambung Tito Karnavian.
Namun, terkait siapa aktor atau kelompok yang memanfaatkan demonstrasi mahasiswa, Kapolri tidak mengungkapkan secara jelas dan hanya menyebut kerusuhan telah dirancang secara teratur.
Lebih lanjut ia mengatakan, aksi anarkis di sekitaran gedung DPR dua hari lalu mirip dengan kerusuhan di kantor Bawaslu pada Mei 2019.
"Aksi kekerasan batu, pembakaran dan lain-lain mirip pola kerusuhan 21-22 Mei lalu. Ini terlihat cukup sistematis, artinya ada pihak yang mengatur itu," paparnya. (*)
