Gelar Pahlawan Nasional

Soeharto Jadi Pahlawan, Amanatun Mau Ditelanjangi, Romo Magnis Sebut Sadis, Fadli Zon: Mana Buktinya

Saat ini sedang heboh soal wacana Soeharto mau diberi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah. Penolakan keras pun terjadi.

Editor: Valentino Verry
kompas.com
PAHLAWAN NASIONAL - Almarhum Presiden ke-2 RI Soeharto sedang disorot karena pemerintah ingin memberi gelar pahlawan nasional. Namun, menurut aktivis HAM, tangan Soeharto penuh darah. 

"Tidak disangkal sama sekali bahwa Soeharto adalah seorang presiden yang hebat," ujarnya. 

"Soeharto yang membawa Indonesia keluar dari krisis komunisme dalam tahun-tahun terakhir demokrasi terpimpin, dan meskipun orang kaya makin kaya, orang miskin juga jadi lebih baik," lanjut Romo Magnis.

Dia juga menyoroti peran Soeharto dalam politik luar negeri. 

Di mana, Soeharto menyatakan menolak konfrontasi dengan Malaysia dan membuat Indonesia menjadi bagian ASEAN.

Namun, Romo Magnis menekankan bahwa gelar pahlawan nasional membawa standar moral yang lebih tinggi.

"Tapi dari seorang pahlawan nasional dituntut lebih," ujarnya. 

"Dituntut bahwa yang tidak melakukan hal-hal yang jelas melanggar etika dan mungkin juga jahat," tegasnya.

Dia kemudian menyoroti dua dosa besar yang melekat pada rezim Orde Baru yakni soal pelanggaran HAM berat dan korupsi yang masif.

Romo Magnis dengan tegas menyebut peristiwa 1965-1966 sebagai salah satu tindakan genosida terbesar abad ke-20.

"Tidak bisa disangkal, bahwa Soeharto yang paling bertanggung jawab atas satu dari lima genosida terbesar umat manusia di abad bagian ke dua abad ke-20, yaitu pembunuhan sesudah tahun 1965-1966 antara 800.000, dan menurut Sarwo Edi yang sangat aktif, tiga juta orang. Mengerikan sekali," katanya.

Selain peristiwa tersebut, dia juga menyebutkan adanya ‘pelanggaran HAM lain yang keras dan kasar’ yang terjadi selama masa pemerintahan Orde Baru.

Alasan kedua yang menurutnya sangat kuat adalah praktik korupsi yang dilakukan Soeharto.

"Salah satu alasan mengapa Soeharto tidak boleh menjadi pahlawan, adalah bahwa dia melakukan korupsi besar-besaran," ucapnya. 

"Dia memperkaya keluarga, dia memperkaya orang-orang dekatnya, memperkaya dirinya sendiri. Bukan pahlawan nasional," imbuhnya.

Dia menjelaskan bahwa figur pahlawan nasional seharusnya mencerminkan pengabdian tanpa pamrih.

Sumber: Tribunnews
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved