Gelar Pahlawan Nasional

Soeharto Jadi Pahlawan, Amanatun Mau Ditelanjangi, Romo Magnis Sebut Sadis, Fadli Zon: Mana Buktinya

Saat ini sedang heboh soal wacana Soeharto mau diberi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah. Penolakan keras pun terjadi.

Editor: Valentino Verry
kompas.com
PAHLAWAN NASIONAL - Almarhum Presiden ke-2 RI Soeharto sedang disorot karena pemerintah ingin memberi gelar pahlawan nasional. Namun, menurut aktivis HAM, tangan Soeharto penuh darah. 

Saat itu, dirinya ditangkap hanya karena membela kakaknya yang ditahan tanpa adanya surat perintah. 

"Kemudian dijebloskan di kantor polisi, diinterogasi sampai pagi. Saya melihat penyiksaan kepada kakak saya dan teman-teman yang ada," katanya. 

GELAR PAHLAWAN - Penyintas tragedi Tanjung Priok 1984, Amanatun Najariyah saat diskusi bertajuk ‘Soeharto Bukan Pahlawan’ di Jakarta, Rabu, (5/11/2025). Amanatun Najariyah tegas menolak wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto.
GELAR PAHLAWAN - Penyintas tragedi Tanjung Priok 1984, Amanatun Najariyah saat diskusi bertajuk ‘Soeharto Bukan Pahlawan’ di Jakarta, Rabu, (5/11/2025). Amanatun Najariyah tegas menolak wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto. (tribunnews/Fransiskus Adhiyuda)

Amanatun pun menceritakan perlakuan yang dialaminya jauh dari kata manusiawi. 

Di mana para aparat memberikan makanan dengan cara dilempar dan ditempatkan di ruang sel yang tidak layak.

Setelahnya, dirinya dibawa ke Komando Distrik Militer (Kodim) di mana saat itu dirinya sempat diminta membuka seluruh pakaiannya (ditelanjangi). 

"Saya melawan, melindungi diri. Tadinya mau ditelanjangi di hadapan teman laki-laki semuanya," tambahnya. 

Amanatun, yang saat peristiwa itu berusia 27 tahun menceritakan bagaimana banyak korban Tragedi Tanjung Priok lain disiksa dan dibunuh tanpa proses hukum.

"Di Priok itu (korban) dilindas pakai tank, bekasnya remuk sekali dan sudah jadi serpihan-serpihan," katanya. 

Dia pun menilai bahwa memberi gelar pahlawan kepada Soeharto sama saja dengan menutup mata atas penderitaan keluarga korban Tanjung Priok.

Sebab, pengakuan terhadap Soeharto sebagai pahlawan akan melukai hati para korban yang belum mendapatkan keadilan.

"Dengan kondisi seperti itu, pantaskah seorang pemimpin, seorang negarawan kemudian memperlakukan rakyatnya seperti itu?" ucapnya.

"Terus dia punya kebaikan yang satu, terus dijadikan pahlawan, tapi semua perbuatannya jelek, apa bisa masuk akal tidak kalau dia itu seorang pahlawan?" tandasnya.

Sebelumnya, cendekiawan Franz Magnis-Suseno atau Romo Magnis juga menolak terhadap pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto.

Meski mengakui sejumlah jasa Soeharto, Romo Magnis menegaskan bahwa seorang pahlawan nasional dituntut untuk tidak memiliki catatan kelam yang melanggar etika bahkan kejahatan kemanusiaan.

Hal itu disampaikan Romo Magnis saat konferensi pers terkait penolakan gelar pahlawan kepada Soeharto yang dihadiri para aktivis, akademisi hingga tokoh agama di Gedung YLBHI, Menteng, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Ratusan replika tengkorak manusia dipajang di lokasi acara forum diskusi puiblik yang digelar di aktivis 98 di Puri Agung Grand Ballroom, Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta Pusat, Sabtu (24/5/2025). Para aktivis tersebut menyampaikan penolakan rencana pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.
GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Ratusan replika tengkorak manusia dipajang di lokasi acara forum diskusi puiblik yang digelar di aktivis 98 di Puri Agung Grand Ballroom, Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta Pusat, Sabtu (24/5/2025). Para aktivis tersebut menyampaikan penolakan rencana pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto. (tribunnews/Mario Christian Sumampouw)
Sumber: Tribunnews
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved