Sekolah Gratis

Sekolah Gratis Pemerintah Butuh Rp 84 T, DPR Menekan Presiden Prabowo, JPPI: Cukup Refocusing APBN

Mahkamah Konstitusi (MK) berpihak pada rakyat. Lembaga itu memutuskan sekolah SD hingga SMP gratis, baik negeri dan swasta. Apa reaksi pemerintah?

Editor: Valentino Verry
dok. Kemendikbudristek
SEKOLAH GRATIS - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan semua sekolah jenjang SD hingga SMP gratis, baik itu negeri maupun swasta. Untuk merealisasikan putusan itu pemerintah butuh anggaran Rp 84 triliun. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Beban Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dan sejahtera makin berat.

Selain harus memenuhi dari sektor pangan dan kesehatan, ternyata bidang pendidikan juga jadi kewajiban.

Terbaru, Mahkamah Konstitusi memutuskan uji materi atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), menyatakan bahwa Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas yang membatasi pembebasan biaya pendidikan hanya untuk sekolah negeri bertentangan dengan prinsip kesetaraan akses pendidikan.

Baca juga: Pansus Penyelengaraan Pendidikan DPRD DKI Jakarta Pertanyakan Progres Raperda Sekolah Gratis

MK menegaskan, negara tetap memiliki tanggung jawab konstitusional untuk memastikan tidak ada peserta didik yang terhambat memperoleh pendidikan dasar hanya karena keterbatasan ekonomi atau infrastruktur.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi PKB Lalu Hadrian Irfani, menyambut baik Putusan MK Nomor 3/PUU-XXII/2024 ini.

Putusan tersebut mewajibkan pemerintah pusat dan daerah menjamin penyelenggaraan pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik di sekolah negeri maupun swasta. 

Irfani mengingatkan agar pemerintah menjalankan putuskan MK tersebut.

"Pemerintah pusat maupun daerah wajib melaksanakan putusan MK yang bersifat final dan mengikat," katanya dikutip dari Tribunnews.com.

Baca juga: Pramono Didesak Respons Putusan MK soal Sekolah Swasta Gratis Ditanggung Pemerintah

Ketua DPW PKB NTB itu menekankan, keputusan tersebut sejalan dengan semangat pemerataan pendidikan yang selama ini diperjuangkan Komisi X dan Fraksi PKB DPR RI.

Dengan putusan ini, kewajiban tersebut diperluas mencakup sekolah swasta, terutama yang melayani masyarakat kurang mampu.

Dijelaskannya, MK menegaskan bahwa negara tetap memiliki kewajiban konstitusional, untuk memastikan tidak ada peserta didik yang terhambat memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar. 

"Putusan MK ini merupakan langkah progresif dalam memastikan hak pendidikan bagi seluruh anak Indonesia, tanpa memandang latar belakang ekonomi," ujarnya.

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Putuskan Sekolah Swasta Gratis SD dan SMP, Politisi PDIP: Implementasi tak Mudah

Dengan demikian, maka pemerintah diperkirakan memerlukan dana sebesar Rp84 triliun agar wacana tersebut terealisasi.

Hal tersebut disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Abdullah Ubaid Matraji.

"Kalau hitung-hitungan JPPI secara persis itu kita ketemu angka Rp84 triliun," ujar Ubaid, Rabu (28/5/2025).

Namun, Ubaid menekankan bahwa anggaran untuk sekolah gratis itu tidak harus membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara keseluruhan.

Dana itu, kata Ubaid, bisa diperoleh melalui refocusing atau alokasi anggaran pendidikan yang saat ini dinilai kurang prioritas.

"Cukup dengan cara refocusing anggaran pendidikan yang sudah ada, tanpa menambah anggaran lagi dari luar dana pendidikan," tegasnya.

Ubaid mengatakan, alokasi ini merupakan kewenangan presiden, bukan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah.

Selain dari APBN, Ubaid menyebut anggaran juga bisa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 

Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah daerah agar segera menghitung ulang jumlah peserta didik dan daya tampung sekolah negeri.

"Misalnya daya tampung sekolah negeri itu berapa, sisanya (yang belum tertampung) berapa, itu bagaimana pembiayaannya," ujarnya.

Pasalnya, data itu dirasa penting agar pemerintah bisa menyusun skema pembiayaan yang tepat, termasuk menutupi kekurangan kapasitas dengan menggandeng sekolah swasta.

Mengenai wacana sekolah gratis ini, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza UI Haq mengatakan bahwa hal tersebut sedang dikaji.

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), juga bakal menunggu arahan Presiden Prabowo Subianto terlebih dahulu soal hal itu.

"Ya, kami sedang dalam proses pengkajian di internal, tentu juga kita akan menunggu arahan Bapak Presiden mengenai hal ini," kata Fajar di Movenpick Hotel, Jakarta, Rabu (28/5/2025).

Fajar mengatakan, hingga saat ini, Kemendikdasmen diketahui belum menerima salinan resmi putusan MK tersebut. 

"Kan kemarin keputusannya keluar, jadi kita masih proses, kita akan lihat juga, karena salinan resminya belum kami terima. Jadi kan pasti berada di media sosial," katanya. 

Meski begitu, Fajar mengatakan bahwa tanggung jawab pendidikan tingkat dasar berada pada Pemerintah Daerah.

Karena menurutnya, urusan pendidikan tidak hanya menjadi kewenangan dari Pemerintah Pusat. 

"Ini juga akan terkait dengan pemerintah daerah, karena urusan pendidikan bukan kewenangan absolut pemerintah pusat, tapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah karena bersifat konkuren," jelasnya. 

"Apalagi pendidikan dasar seperti SD, SMP itu juga berada di bawah pengelolaan dan tanggung jawab pemerintah daerah," tambahnya.

Terkait dengan wacana sekolah gratis tersebut, Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji mengatakan bahwa keputusan yang ditetapkan oleh MK itu harus dijalankan, sebagaimana amanat konstitusi yang menyebut kalau putusan MK adalah final dan mengikat.

Namun, Sarmuji merasa pesimis pemerintah bisa menjalankan mandat dari MK itu, karena pemerintah harus memiliki banyak dana untuk mengimplementasikan putusan tersebut.

"Negara mesti menyediakan uang yang sebegitu besar, saya khawatir, kita khawatir saja, keputusan MK itu sulit untuk dihasilkan oleh pemerintah," kata Sarmuji saat ditemui usai acara soft launching, AMPI Media Center, di Kawasan Menteng, Jakarta, Rabu.

Kendati demikian, di luar itu semua, Sarmuji menegaskan bahwa pemerintah harus tetap menjalankan keputusan MK tersebut, meskipun agak membuat repot.

"Ya repotnya keputusan MK itu bersifat final dan mengikat, itu kerepotannya, nggak bisa dibantah, jadi kita sulit sekali mengomentari sesuatu yang sudah diputuskan oleh MK," ucap dia.

Selain itu, Sarmuji juga menyinggung soal amanat konstitusi yang tertuang dalam UUD 1945, yang memerintahkan kepada pemerintah agar mengalokasikan 20 persen dari APBN untuk dunia pendidikan.

Menurut dia, dengan adanya keputusan dari MK ini, membuat pemerintah menjadi lebih rumit lagi untuk menetapkan porsi alokasi ke depannya.

"Karena anggaran pendidikan itu kan luas sekali ya, mulai PAUD sampai ke perguruan tinggi. Kalau diputuskan oleh MK seperti itu, dan kalau itu saklek, maka seluruh pembiayaan SD dan SMP itu dibiayai oleh pemerintah termasuk swasta-swastanya dan digratiskan. Tentu saja itu sesuatu yang tidak mudah," jelasnya.


Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News 

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved