Berita Jakarta
APBD DKI Defisit Rp 5 Triliun, Turun Dari Rp 83 Triliun Jadi Rp 78 Triliun
APBD DKI Jakarta tahun 2023 kini dlaporkan defisit sebesar Rp 5 triliun. Zaman Anies, APDB DKI Jakarta juga pernah defisit Rp 16 triliun tahun 2019
Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Dwi Rizki
Dalam postur Rancangan Perubahan Kebijakan Umum APBD dan Plafon Anggaran Sementara tahun 2023 berkisar Rp 83 triliun, kemudian turun sekitar Rp 5 triliun menjadi Rp 78 triliun.
Anggota Banggar DPRD Provinsi DKI Bambang Kusumanto mengatakan, salah satu faktor penentu penetapan target APBD 2023 adalah didasarkan pada proyeksi pertumbuhan ekonomi Jakarta.
Hal ini akan berdampak pada proyeksi pendapatan APBD sejak awal.
Kata dia, pertumbuhan ekonomi pemerintah pusat dari 5,3 persen sampai 5,6 persen. Sementara pemerintah daerah memasang target pertumbuhan 4,8 persen sampai 5,6 persen.
Baca juga: Dapat Dukungan Luhut, DPRD DKI Usul Rp 577 miliar PMD ITF Sunter Dialihkan untuk Pembangunan RDF
“Artinya kita lebih rendah dari proyeksi rata-rata nasional. Nah, sepanjang sejarah APBD DKI Jakarta, faktanya kita itu tidak pernah lebih rendah atau selalu lebih tinggi dari pertumbuhan nasional, tapi tahun ini aneh. Menurut data saya ini agak fatal,” kata Bambang dalam rapat Banggar di gedung DPRD DKI, Kamis (24/8/2023).
Bambang menyadari, saat penyusunan APBD DKI tahun 2023, proyeksi pendapatan memang dibayangi oleh dampak pagebluk Covid-19.
Tetapi dalam perjalanannya, Covid-19 mulai terkendali dan perekonomian mulai tumbuh kembali.
“Sekarang sudah beda. Alhamdulillah tren pertumbuhan ekonomi meningkat. Bahwa ada komponen-komponen tertentu yang sebenarnya naik,” ujar Bambang dari Fraksi PAN.
“Misalnya (penerimaan) dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), pajak hotel, pajak atas bahan bakar, itu trennya naik semua. Jadi, menurut saya mengenai proyeksi minus lebih dari Rp 4 triliun itu sangat meragukan,” sambungnya.
Baca juga: WASPADA! Cucu Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Berobat karena Alami Gangguan Pernapasan Akibat Polusi
Sementara itu anggota Banggar DPRD DKI Jakarta Ismail menambahkan, Pemprov DKI memasang target pesimis terhadap target APBD DKI tahun 2023.
Padahal, indikator-indikator ekonomi menunjukan tren kenaikan Pasca Covid-19.
“Menurut saya, ini postur APBD yang pesimis kalau dibanding dengan anggaran 2022 setahun setelah Covid-19. Ini perlu atensi,” ucap politisi dari PKS ini.
Ismail khawatir, koreksi pendapatan APBD DKI tahun 2023 itu akan berimbas langsung pada berkurangnya anggaran dan program masing-masing dinas.
Terutama, kata dia, pada kegitan yang menyentuh langsung kebutuhan dasar masyarakat seperti di Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan sebagainya.
Baca juga: Wakil Ketua DPRD DKI Zita Anjani Gemar Olahraga Tenis Ditantang Tanding dengan Keluarga Raffi Ahmad
“Karena dari postur APBD ini akan memberi impact terhadap turunan program di masing-masing OPD. Tanpa bermaksud setback saya menyimpulkan harus segera dilakukan koreksi atau revisi yang komprehensif terhadap postur ini. Penurunan ini jangan sampai akan berdampak terutama pada hal-hal yang bersifat kebutuhan dasar masyarakat,” jelas Ismail.
Ketua TAPD Provinsi DKI Jakarta Joko Agus Setyono mengatakan, ada beberapa faktor yang mendasari APBD Perubahan tahun anggaran 2023 turun menjadi Rp 78,7 triliun dari awal penetapan sebesar Rp 83,7 triliun.
Di antaranya karena kondisi perekonomian Indonesia yang belum pulih total pasca pandemi Covid-19.
“Kami melakukan efisiensi sejumlah mata anggaran belanja yang di awal penetapan APBD DKI 2023 cukup besar, disesuaikan dengan target pendapatan daerah yang akan dicapai di akhir tahun 2023,” ujar Joko.
Sedangkan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Lusiana Herawati menjelaskan, beberapa jenis pajak mengalami penurunan.
Akan tetapi beberapa jenis pajak lainnya juga mengalami kenaikan.
“Untuk pendapatan pajak turun Rp 600 miliar. Jadi kalau tadi disampaikan pendapatan turun sampai dengan lebih dari Rp 4 triliun lebih, itu sebenarnya yang lebih dari Rp 4 triliun itu bukan saja dari sektor pajak tapi dari sektor lain-lain pendapatan yang sah,” kata Lusiana.
“Memang ada beberapa jenis pajak yang mengalami kenaikan tapi ada juga beberapa jenis pajak yang mengalami penurunan. Jadi, totalnya ada penurunan (pendapatan pajak) Rp 600 miliar. Lalu beberapa jenis pajak naik Rp 1,70 triliun dan penurunan Rp 1,6 triliun. Memang ada beberapa faktor yang menyebabkan itu,” lanjutnya.
Lusiana merinci, faktor yang menyebabkan penurunan pendapatan adalah pajak kendaraan bermotor (PKB) karena adanya kebijakan untuk kendaraan bermotor listrik yang dibebaskan pajaknya.
Kemudian, kata dia, penghapusan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
“Kemudian untuk PBB (pajak bumi dan bangunan) juga kita mengalami penurunan, karena pada saat menyusun APBD di tahun 2022, kita menggunakan asumsi, belum menggunakan kebijakan yang kita ambil pada tahun 2023,” ungkapnya.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.
| Festival Pustakarsa di TIM Dimeriahkan Produk Lokal, Ini Pesan Pramono Anung |
|
|---|
| Mangkrak Sejak Era Sutiyoso, Pramono Bongkar Tiang Monorel di Jalan HR Rasuna Said dan Senayan |
|
|---|
| Pembangunan Saluran Air di Pos Pengumben Jakbar Makan Separuh Badan Jalan, Warga Khawatirkan Macet |
|
|---|
| Pedagang Barito Tolak Relokasi, Pramono: Membangun Jakarta Tak Bisa Puaskan Semua Orang |
|
|---|
| Arifin Ingatkan Sudin CKTRP Jakpus Tindak Tegas Bangunan yang Melanggar di Gambir dan Menteng |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.