Polisi Tembak Polisi
Divonis 1,5 Tahun Penjara, IPW Minta Polri Segera Tugaskan Kembali Bharada E: Naikkan Citra Polri
Divonis 1,5 Tahun Penjara, IPW Minta Polri Segera Tugaskan Kembali Bharada E: Naikkan Citra Polri
Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Dwi Rizki
Majelis hakim menilai Bharada E terbukti secara sah dan meyakinkan turut serta melakukan pembunuhan berencana atas Brigadir J.
Meski begitu majelis hakim menerima Bharada E sebagai justice collaborator atau pengungkap fakta atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.
Sehingga majelis hakim memvonis Bharada E lebih rendah dibandingkan terdakwa lainnya.
Vonis hakim ini jauh lebih rendah dibanding tuntutan jaksa yakni 12 tahun penjara.
Majelis hakim dalam kasus ini diketuai Wahyu Iman Santoso, dengan hakim anggota Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono.
Pengacara lega
Kuasa hukum Bharada E, Ronny Talapessy sebut putusan hakim 1 tahun 6 bulan penjara merupakan kemenangan bagi masyarakat.
Menurut Ronny Talapessy, putusan majelis hakim tersebut sudah sesuai target pihaknya lantaran divonis lebih rendah dari tuntutan jaksa.
Baca juga: Anggap Vonis 1 Tahun 6 Bulan Sudah Sesuai Target, Kuasa Hukum Bharada E: Ini Kemenangan Kita Semua
Baca juga: Hakim Terima Status Bharada E Sebagai Penguak Fakta, Alasan Beri Vonis 1 Tahun 6 Bulan Penjara
Baca juga: Bharada E Divonis 1,5 tahun Penjara, Penonton Sidang Ricuh Hingga Pagar Pembatas Rusak Parah
"Ini kemenangan kita semua," ujar Ronny, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023).
"Sesuai target kami ya, kami tentunya melihat bahwa ini sudah sesuai target," sambungnya.
Ia mengatakan bahwa putusan hakim mewakili rasa keadilan orang banyak, termasuk Bharada E sendiri.
"Dalam proses ini, kami tim penasihat hukum berterima kasih bahwa majelis hakim sudah memberikan putusan yang seadil-adilnya untuk Richard Eliezer," kata dia.
Ronny menyampaikan ucapan terima kasih dari Bharada E kepada pihak yang selama ini mendukungnya.
"Tadi dia sampaikan kepada saya, karena tidak sempat bertemu kepada rekan-rekan media maupun publik yang mendukung, bahwa dia mengucapkan terima kasih banyak," tutur Ronny.
Dampak Hukuman Ringan Bharada E
Sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J terus berlanjut.
Sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J tersebut diketahui berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hari ini, Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E jalani sidang vonis kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, yang diotaki Ferdy Sambo, Rabu (15/2/2023).
Pakar hukum Pidana, Jamin Ginting sebut apabila Bharada E dihukum rendah, maka hal itu akan berdampak domino pada perbaikan kasus hukum di Indonesia.
Karena, ungkap Jamin Ginting, Bharada E bisa menjadi modal keberanian masyarakat lainnya untuk mengungkapkan suatu kejahatan.
Hal itu diungkapkan Jamin Ginting di acara Breaking News Kompas Tv pada Rabu (15/2/2023) jelang vonis Bharada E.
Dalam kesempatan tersebut, Jamin Ginting meyakini hakim akan menilai kejujuran Bharada E selama dalam persidangan.
Hal itu kata Jamin, terlihat dalam vonis hakim terhadap empat terdakwa lain.
Dimana hakim mempertimbangkan kesaksian-kesaksian yang Bharada E ungkapkan dalam persidangan.
Maka dari itu, diyakini Jamin, hakim melihat Bharada E merupakan sosok yang signifikan dan memberikan kontribusi besar terhadap kasus tersebut.
Kata Jamin Ginting, LPSK pun berharap orang seperti Bharada E bisa dilindungi oleh negara.
Sebab apabila kesaksian Bharada E dilindungi negara, maka akan banyak Bharada E lain yang bermunculan untuk berani mengungkap kejahatan.
"Sehingga tidak ada lagi penjahat yang disembunyikan" bebernya.
Bila Bharada E bisa dihukum ringan dari kasus ini, maka hal ini juga bisa menjadi apresiasi untuk Indonesia bahwa sistem peradilan negara ini tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah seperti yang diketahui banyak orang.
"Karena semua orang dihadapan hukum sama" tandasnya.
Justice Collaborator
Pada hari ini, Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E akan menjalani sidang vonis kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, yang diotaki atasannya, Ferdy Sambo, Rabu (15/2/2023).
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Susilaningtias akui, vonis Bharada E akan menentukan pandangan publik terhadap status justice collaborator (JC).
Pasalnya, sebagai JC dalam menguak fakta pembunuhan berencana yang dilakukan Ferdy Sambo Cs, Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Jumlah tuntutan tersebut banyak menuai polemik publik bahkan para pengamat hukum di Indonesia.
Sebagian orang nilai layak, sedangkan sebagian orang lagi menilai jumlah ini tidak sebanding dengan Richard Eliezer yang pertaruhkan hidupnya untuk bersaksi dalam menguak fakta sebenarnya.
Sehingga, dikhawatirkan publik enggan memilih menjadi JC lantaran tak ada jaminan mendapatkan perlindungan hukum.
"Ini masa depan justice collaborator juga. Jadi, enggak hanya Richard juga tapi juga justice collaborator di masa depan."
"Kalau vonis (hukuman Bharada E) tinggi orang juga akan mungkin malas menjadi justice collaborator, enggak akan mau jadi justice collaborator," kata Susilaningtias di Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (14/2/2023) dikutip dari TribunJakarta.com.
Secara hukum, hak keringanan hukuman untuk seorang JC sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 10 ayat 3 UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Bila mengacu pada UU tersebut, kata Susilaningtias, ada tiga alternatif keringanan hukuman.
Yakni hukuman percobaan, pidana bersyarat tertentu, dan pidana paling ringan sebagaimana pasal disangkakan JPU ke terdakwa justice collaborator dipersidangan.
Untuk itu, Susilaningtias berharap akan ada keringanan hukuman bagi Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
"Kalau rekomendasi (justice collaborator) kita sudah sampaikan. Nah ini menunggu putusannya seperti apa."
"Harapannya sih dikabulkan dan ditetapkan sebagai justice collaborator," tegas Susilaningtias.
Amicus Curiae Diharapkan Jadi Pertimbangan
Kuasa Hukum Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Ronny Talapessy, berharap kliennya mendapatkan keringanan hukuman.
Pasalnya segala upaya telah dilakukan, dari mulai menjadi JC hingga adanya Amicus Curiae yang diajukan oleh ratusan akademisi dari seluruh Indonesia.
Terlebih Amicus Curiae ini diajukan oleh para Guru Besar Hukum, sehingga bisa dilihat majelis hakim sebagai bentuk opini hukum.
"Ya (optimis) kita lihat ini adalah aspirasi dari masyarakat luas, ini juga pun Guru Besar Hukum yang menyampaikan. Jadi Hakim juga pun akan melihat bahwa ini adalah aspirasi dan bentuk opini hukum. Nah itu kita hargai, kita kasih applause untuk itu," jelas Ronny.
Dengan adanya Amicus Curiae ini, diharapkan dapat menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam memberikan vonis kepada Eliezer.
Ronny pun meyakini Amicus Curiae ini bisa membantu meringankan vonis Eliezer.
Pada kasus-kasus yang sudah ada sebelumnya, Amicus Curiae dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan hakim dalam membuat putusan.
Ronny meyakini bahwa pengadilan sebenarnya bisa terbuka dangan adanya Amicus Curiae ini.
Mahfud MD: Tak Ada Eliezer Kasus Jadi Gelap
Menko Polhukam Mahfud MD menilai kehadiran Richard Eliezer sebagai pembuka kasus ini perlu diapresiasi.
Apabila saat itu Richard Eliezer tidak mengungkapkan kebenaran, maka kasus ini akan tertutup hingga saat ini.
"Sehingga saya berpikir kalau merubah keterangannya menjadi keterangan yang benar, kasus ini akan tertutup. Akan menjadi seperti dark case, kasus yang gelap," jelas Mahfud MD.
Untuk itu, pihaknya berharap ada keringanan hukuman terhadap Richard Eliezer.
"Saya enggak tahu ya Eliezer ini divonis satu atau dua jam ke depan. Tapi saya berharap dia turun dari 12 (tahun)," kata Mahfud MD, Senin (13/2/2023) malam.
Richard Eliezer, kata Mahfud MD, muncul dan bersikap jujur terkait adanya skenario yang dibuat eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
"Nah skenario (tembak- menembak) itu dipertahankan sampai sebulan, dari 8 Juli sampai 8 Agustus (2022). Apa tujuannya?"
"Eliezer muncul di persidangan mengaku sebagai pembunuh karena dijanjikan akan di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)."
"Gampang SP3-nya. Saya membunuh karena saya ditembak duluan, sehingga terjadi tembak menembak. Jadi dia bebas, kasus ini ditutup," kata Mahfud MD.
Namun, kata Mahfud, alih-alih melakukan hal itu, Eliezer justru dengan berani membuka bahwa skenario itu ke publik.
"Tapi Eliezer dengan berani pada tanggal 8 (2022), berani membuka bahwa ini skenarionya Sambo. Bahwa ini pembunuhan. Bukan tembak menembak," sambung Mahfud MD.
Karena hal itu, Mahfud MD berharap Eliezer mendapat keadilan.
Meski demikian, lanjutnya, Eliezer tetap harus dihukum karena dia juga merupakan pelaku.
"Tentu menurut saya sih dihukum juga, karena dia pelaku kan. Tetapi tanpa dia tak akan berubah kasus ini," jelas Mahfud MD.
Vonis Ringan?
Hingga saat ini, sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J terus berlanjut.
Sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J diketahui berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hari ini, Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E akan menjalani sidang vonis kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, yang diotaki Ferdy Sambo, Rabu (15/2/2023).
Besar potensi, vonis untuk Bharada E berbeda dengan tuntutan hukuman yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di sidang tempo hari.
Seperti nasib terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal.
Eks Komandan Richard Eliezer, Ferdy Sambo divonis hukuman mati dari tuntutan seumur hidup.
Sedangkan Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara dari tuntutan 8 tahun penjara.
Kuat Maruf divonis 15 tahun penjara dari tuntutan 8 tahun penjara.
Sedangkan Ricky Rizal 13 tahun penjara dari tuntutan 8 tahun penjara.
Lantas bagaimana nasib Richard Eliezer yang berlaku sebagai Justice Collaborator dalam kasus tersebut?
Mahfud MD Berharap Bharada E Divonis Lebih Ringan
Menko Polhukam Mahfud MD berharap vonis terhadap Bharada Richard Eliezer lebih ringan dari tuntutan JPU yakni 12 tahun.
Mahfud MD menyoroti sikap jujur Richard Eliezer yang akhirnya membuka terang skenario gelap Ferdy Sambo.
"Saya enggak tahu ya Eliezer ini divonis satu atau dua jam ke depan. Tapi saya berharap dia turun dari 12 (tahun)," kata Mahfud MD saat ditemui di acara Bersholawat Mendinginkan Suhu Politik 2023, di Jakarta Timur, Senin (13/2/2023) malam.
"Nah skenario itu dipertahankan sampai sebulan, dari 8 Juli sampai 8 Agustus (2022). Apa tujuannya? Eliezer muncul di persidangan mengaku sebagai pembunuh karena dijanjikan akan di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)," kata Mahfud MD.
"Gampang SP3-nya. Saya membunuh karena saya ditembak duluan, sehingga terjadi tembak menembak. Jadi dia bebas, kasus ini ditutup," sambungnya.
Namun, kata Mahfud MD, alih-alih melakukan hal itu, Eliezer dengan berani membuka bahwa skenario awal tersebut merupakan ide dari terdakwa Ferdy Sambo.
Harapan Pihak Keluarga Brigadir
Pihak keluarga Brigadir J, dalam hal ini Kuasa Hukum pihak keluarga Martin Simanjuntak berharap adanya apresiasi untuk Bharada E.
Pada saat itu, keluarga Brigadir J harus menjadi saksi karena masih minimnya bukti perkara pembunuhan berencana tersebut.
Hingga akhirnya Richard Eliezer memberikan kesaksian atas pembunuhan berencana itu.
Hal tersebut lah yang membuat keluarga Brigadir J mengapresiasi Richard Eliezer.
“Hingga saat Richard bertaubat dia yang kemudian memberikan kesaksian ada orang-orang jahat yang semula hanya tidur, tidak di rumah segala macam sehingga mereka terseret kasus ini,” ungkap Martin.
Oleh karena itu, Martin mengatakan bahwa Richard Eliezer wajib diberikan apresiasi karena sudah bertanggung jawab, meminta maaf, mengakui kesalahan, dan sudah dimaafkan keluarga Brigadir J.
Kata Pengamat Richard Eliezer sebagai Sosok yang Dikorbankan
Pengamat Kepolisian Institute for Security and Stategis Studies (ISESS), Bambang Rukminto tanggapi potensi vonis terhadap Bharada E.
Ia akui, tuntutan JPU pada Richard Eliezer yakni 12 tahun, lebih tinggi dari tersangka lain yang hanya 8 tahun tentu mengecewakan.
"Dan apabila vonis yang diberikan kepada Richard Eliezer nantinya lebih tinggi hal itu mengecewakan," ungkapnya, mengutip tayangan YouTube Kompas TV, Senin (13/2/2023).
Menurut Bambang, Richard Eliezer dikorbankan dalam konteks pembunuhan berencana Brigadir J.
"Bagaimana Eliezer yang merupakan level paling bawah di kepolisian dijadikan korban tanpa melihat adanya rasa tanggung jawab oleh pimpinannya," katanya.
Terlepas soal Bharada E yang menembak Brigadir J, namun lanjut Bambang, aksi tersebut murni di bawah perintah atasannya, dalam hal ini Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Pun soal status Bharada E yang merupakan angggota Brimob, di mana sangat menjunjung tinggi kedisiplinan serta patuh pada komandannya.
"Ada dua kultur yang berbeda antara polisi umum dan Brimob, Brimob adalah pasukan di mana yang bergerak di wilayah-wilayah konflik, memang harus disiplin, siap atasan, siap komandan, siap jenderal."
"Makanya tanggung jawab pada komandannya," kata Bambang.
Sementara itu, terkait vonis yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, lanjutnya Bambang nantinya tidak lepas pada persepsi masyarakat.
Kuasa Hukum Brigadir J Sebut Kejujuran Bharada E Patut Diapresiasi
Kejujuran Bharada E selama sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, patut diapresiasi.
Kejujuran Bharada E selama sidang patut diapresiasi dinyatakan oleh keluarga Brigadir J melalui kuasa hukumnya, Martin Simanjuntak pada Senin (13/2/2023).
Di tayangan Breaking News Kompas Tv, Martin Simanjuntak mengatakan, diawal hanya keluarga korban lah yang berjuang untuk bisa membongkar tabir misteri kasus pembunuhan Brigadir J.
Keluarga korban kemudian menjadi saksi di persidangan atas pembunuhan Brigadir J tersebut.
Hal itu, kata Martin sudah sesuai undang-undang.
"Keluarga korban hadir di awal karena sangat minimal bukti, dan justru dalam hal ini kepolisian justru melakukan pemberitaan menyesatkan dengan katakan adanya pelecehan seksual" jelasnya.
Saat itu keluarga korban harus jadi saksi lantaran minimnya bukti yang melihat langsung perkara pidana pembunuhan berencana itu.
Hingga akhirnya, Bharada E muncul dan bertobat serta memberi kesaksian atas pembunuhan berencana itu.
Hal inilah kata Martin yang membuat keluarga Brigadir J mengapresiasi Bharada E.
"Hingga saat Richard bertobat dia yang kemudian memberikan kesaksian ada orang-orang jahat yang semula hanya tidur, tidak di rumah segala macam sehingga mereka terseret kasus ini" ungkap Martin.
Maka itu, kata Martin, Bharada E wajib diberikan apresiasi karena dia sudah bertanggung jawab, meminta maaf, mengakui kesalahan, dan sudah dimaafkan keluarga korban.
AKP Dadang Iskandar Dipecat Tidak Hormat, Tak Dapat Pensiun, Terancam Hukuman Mati |
![]() |
---|
Buntut Polisi Tembak Polisi, Polri Evaluasi Soal Senjata Api Dipimpin Irwasum Irjen Dedi Prasetyo |
![]() |
---|
AKP Dadang Iskandar Resmi Dipecat, Irwasum Tegaskan Komitmen Polri Tidak Toleransi |
![]() |
---|
Raut Wajah AKP Dadang Iskandar Usai Resmi Dipecat Dalam Sidang Etik di Mabes Polri |
![]() |
---|
Mantan Kabareskrim Ungkap Dugaan Alasan Penembakan AKP Dadang, Ada Unsur Ketidakpercayaan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.