Buronan Kejaksaan Agung
Djoko Tjandra Ajukan Diri Jadi Justice Collaborator, ICW: Lalu Siapa Pelaku Utamanya?
Kurnia mencontohkan, hingga saat ini Djoko Tjandra tidak menjelaskan secara terang, apa yang membuatnya percaya dengan Pinangki.
Sedangkan hal yang meringankan, majelis hakim memandang Djoko Tjandra bersikap sopan selama persidangan.
Baca juga: Komnas HAM Bakal Periksa Senjata Api dan Mobil yang Terlibat Insiden Penembakan 6 Anggota FPI
Terdakwa juga telah menyesali perbuatannya. Usia juga Djoko Tjandra yang sudah lanjut juga masuk dalam hal meringankan.
"Tindak pidana dilakukan saat melarikan diri, terdakwa membahayakan kesehatan masyarakat dengan melakukan perjalanan tanpa tes."
"Hal meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, menyesali perbuatannya dan terdakwa berusia lanjut," ucap Sirat.
Cinta Indonesia
Pengadilan Negeri Jakarta Timur menggelar sidang perkara surat jalan palsu dengan terdakwa Djoko Tjandra, Jumat (11/12/2020).
Agenda sidang mendengar pleidoi terdakwa atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam pleidoinya, Djoko Tjandra mengungkit soal kecintaannya kepada Indonesia, yang telah membesarkan dan membuatnya sukses.
Baca juga: Banyak Pasien Belum Sembuh, Kasus Aktif Covid-19 di Indonesia Naik Jadi 14,46 Persen
"Saya mencintai Indonesia sebagaimana cinta seorang anak kepada ibunya yang telah melahirkan, membesarkan, dan membuatnya jadi sukses," kata Djoko Tjandra membacakan pleidoinya.
Djoko Tjandra mengatakan dirinya pulang ke Indonesia karena rindu setelah 11 tahun meninggalkan Indonesia dan menetap di luar negeri.
Namun, setiap kali dirinya mengungkap mau pulang ke Indonesia, rekan-rekan bisnisnya selalu menyinggung soal ketidakadilan hukum Indonesia yang menimpanya.
Baca juga: Jelaskan Tugas Berantas Premanisme di Jakarta, Kapolda Pakai Analogi Gajah Mada dan Preman Kampung
"Buat apa pulang ke Indonesia yang sudah memperlakukan kamu secara tidak adil?"
"Yang menghukummu secara tidak adil?"
"Yang telah menjadikan kamu sebagai korban miscarriage of justice dan korban ketidakadilan?," beber Djoko Tjandra menirukan ucapan rekannya.
Baca juga: Sebelum Jadi Tersangka, Rizieq Shihab Diklaim Janji Penuhi Panggilan Penyidik pada 14 Desember 2020
Pria kelahiran Sanggau, Kalimantan Barat ini mengaku paham dengan pernyataan rekan sejawatnya.
Terlebih, kata dia, di luar negeri ia bisa melakukan bisnis tanpa hambatan.
Bahkan, pemerintah asing mendukung bisnisnya.
Baca juga: Imigrasi Terima Surat Pengajuan Pencekal Rizieq Shihab Cs dari Polisi Sejak 7 Desember 2020
Beberapa pihak menggelar karpet merah agar dirinya mau mengembangkan investasinya di negara tersebut.
Bisnis di Indonesia juga disebut berjalan lancar tanpa perlu kehadiran fisik dirinya.
Tapi, Djoko Tjandra, mengutip pepatah "Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri. Tetap saja lebih baik negeri sendiri."
Baca juga: Kabareskrim Pastikan Polisi Diserang, Ada Jelaga Bekas Tembakan Senjata Api di Tangan Laskar FPI
"Kata pepatah itu benar, dan itulah yang saya alami."
"Kerinduan untuk pulang ke tanah air Indonesia, sekalipun saya telah jadi korban miscarriage of justice dan korban ketidakadilan," ucapnya.
Miscarriage of justice dan korban ketidakadilan yang ia maksud, merujuk pada peninjauan kembali (PK) yang diajukan penuntut umum Kejari Jakarta Selatan.
Baca juga: Naikkan Cukai, Sri Mulyani Berharap Jumlah Perokok di Indonesia Menurun, Terutama Anak dan Perempuan
Yang, kemudian dikabulkan Mahkamah Agung berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 12/PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009.
Padahal, kata dia, PK yang diajukan jaksa Kejari Jakarta Selatan melanggar hukum, sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.04/BUA.6/HS/III/2014 tanggal 28 Maret 2014.
Baca juga: Kapolda Metro Jaya: Enggak Ada Gigi Mundur, Hukum Harus Tegak pada Ormas yang Merasa di Atas Negara
Dalam Lampiran Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut dinyatakan pada butir 3, jaksa tidak diperbolehkan mengajukan PK.
Sebab, yang berhak diatur dalam KUHAP Pasal 263 ayat (1).
Lalu Djoko Tjandra menjelaskan sengaja kembali ke Indonesia setelah menetap lama di luar negeri.
Baca juga: Pasien Covid-19 di Kabupaten Bogor Tambah 53 Orang, Tenjolaya Masuk Zona Merah Lagi
Karena, ingin mengajukan PK terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor : 12/PK/Pid.Sus/2009 tersebut.
PK disebut sebagai jalan hukum satu-satunya.
"Dan untuk itu saya harus mengajukan permohonan Peninjauan Kembali."
Baca juga: Rizieq Shihab Cs Jadi Tersangka, Kuasa Hukum FPI Bakal Sambangi Polda Metro Jaya
"Apakah itu merupakan niat yang jahat?" Ucapnya.
Namun ia mengaku tidak paham apa saja yang diperlukan untuk pengajuan PK.
Oleh karena itu, dirinya merekrut Anita Dewi Kolopaking sebagai advokatnya, dan temannya, Tommy Sumardi.
Baca juga: Imigrasi Terima Surat Pengajuan Pencekal Rizieq Shihab Cs dari Polisi Sejak 7 Desember 2020
Djoko Tjandra tidak tahu bagaimana Anita dan dengan siapa saja ia mengurus segala keperluan pengajuan PK itu.
Ia mengaku tak kenal dengan Brigjen Prasetijo Utomo, dan Irjen Napoleon Bonaparte.
Selaras dengan itu, ia menyebut fakta dalam persidangan juga menunjukkan dirinya tak tahu menahu, bahkan tak pernah bertemu dengan kedua saksi.
Baca juga: Sebelum Jadi Tersangka, Rizieq Shihab Diklaim Janji Penuhi Panggilan Penyidik pada 14 Desember 2020
"Fakta-fakta dalam persidangan perkara ini menunjukkan dan membuktikan.
"Sebelum saya pulang ke Indonesia, saya tidak pernah bertemu dan tidak mengenal saksi-saksi," beber Djoko Tjandra.
Tuntutan Jaksa
Dalam surat tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), Djoko Tjandra dituntut dua tahun penjara.
JPU menyatakan Djoko Tjandra bersalah karena menyuruh melakukan tindak pidana memalsukan surat secara berlanjut.
Djoko Tjandra dituntut pidana penjara sebagaimana tertuang dalam pasal 263 ayat (1) KUHP juncto Pasal 56 ayat (1) ke (1) juncto 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Jelaskan Tugas Berantas Premanisme di Jakarta, Kapolda Pakai Analogi Gajah Mada dan Preman Kampung
"Menyatakan terdakwa Djoko Tjandra alias Joko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan telah terbukti melakukan tindak pidana menyuruh pemalsuan surat berlanjut," kata Yeni Trimulyani, JPU dalam perkara tersebut.
Dengan demikian, JPU meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan hukuman dua tahun penjara terhadap Djoko Tjandra.
"Menjatuhkan hukuman dengan pidana penjara selama dua tahun penjara," sambung Yeni. (Ilham Rian Pratama)