Buronan Kejaksaan Agung
Penyebab Djoko Tjandra Nangis di Persidangan, Mengapa Tak Mau Berhubungan Langsung dengan Pinangki?
Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra menangis saat bersaksi di sidang kasus suap yang menyeret Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra meluapkan emosinya saat bersaksi di sidang kasus suap yang menyeret Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Di hadapan majelis hakim, terpidana kasus korupsi cessie Bank Bali itu menangis saat menyinggung bagaimana puluhan tahun ia berusaha untuk bisa terbebas dari kasus yang menjeratnya.
Awalnya, Jaksa bertanya mengenai rangkaian pertemuan yang terjadi antara Djoko Tjandra, Pinangki, dan Anita Kolopaking di Kuala Lumpur, Malaysia.
Baca juga: VIDEO Djoko Tjandra Jadi Saksi dalam Persidangan Jaksa Pinangki
Baca juga: Meski Ada Kuitansi, Kuasa Hukum Napoleon Bonaparte Sebut Kasus Red Notice Djoko Tjandra Rekayasa
Pertemuan itu terjadi sebanyak tiga kali, yaitu 12, 19 dan 25 November 2019.
Djoko lantas menjelaskan bahwa pada pertemuan pertama 12 November, dirinya hanya bertemu dengan Pinangki dan Rahmat, pengusaha yang mengenalkan Pinangki dengan Djoko.

Dalam pertemuan itu, Djoko hanya menjelaskan soal latar belakang kasus korupsi yang menjadikannya terpidana, yaitu kasus pengalihan hak tagih Bank Bali.
Saat itu Djoko juga mengatakan tak mau berurusan langsung dengan Pinangki karena statusnya selaku jaksa.
Baca juga: GoScreen Bikin Iklan Luar Ruang Lebih Efektif, Optimal, dan Tepat Sasaran, Ini Keunggulannya
"Kalau untuk menguruskan masalah ini kalau saya mau dibantu saya dengan senang hati, tapi saya cuma berhubungan dengan pengacara dan konsultan yang mahir di bidangnya," kata dia.
Maka, pada pertemuan kedua 19 November 2019, Pinangki mengajak Anita Kolopaking.
Di pertemuan itu Djoko kemudian meneken surat kuasa untuk Anita sebagai pengacaranya.
"Saudara Pinangki dengan Rahmat datang dengan Anita DW Kolipaking saat kita diskusi masalah saya."
Saya di situ menunjuk Anita DW Kolipaking sebagai pengacara saya dan di situ tanggal 19 saya berikan kuasa kepadanya untuk bertindak untuk kepentingan saya," papar Djoko.
Baca juga: Rizieq Shihab Disambut Histeris Pendukungnya, Bandara Langsung Sepi Usai Ditinggalkan Pemimpin FPI
Djoko Tjandra mengaku senang dengan usaha dan upaya Pinangki dkk untuk membantunya lepas dari jerat hukum.
Dia berharap perkaranya yang sudah 20 tahun itu bisa selesai.
Hanya saja saat itu Djoko juga belum terlalu yakin bila hanya satu orang Anita yang menjadi pihak swasta.
"Karena saya nggak terlalu comfortable dengan hanya Anita, maka tanggal 25 November, seminggu kemudian Pinangki bersama Andi Irfan Jaya dan Anita kembali lagi ke kantor saya."
Baca juga: Polisi Tangkap Pelaku Tawuran di Setu Bekasi, Ternyata Masih Anak di Bawah Umur
"Di situ Andi memperkenalkan sebagai konsultan saya dengan Anita, untuk itu saya katakan silakan saya dengan senang hati asalkan ada solusi karena saya ingin proses PK saya dan masalah ini, 20 tahun Pak......," tutur Djoko.
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Djoko terdiam selama sekitar semenit.
Dari pengeras suara, terdengar pelan ia sedang terisak.
Kemudian perlahan-lahan Djoko melanjutkan ucapannya namun masih terbata-bata.
".....sehingga... saya dengan senang hati kalau ada solusi," ucap Djoko Tjandra.
Setelah menyelesikan kalimatnya itu, Djoko Tjandra kembali terdiam selama 2 menit.
Hakim lantas meminta jaksa membantu menenangkan Djoko Tjandra.
Baca juga: Jangan Panik, Jika Pagi ini Telat ke Bandara Soetta, APII Pastikan Tiket Maskapai ini bisa di-Refund
"Sabar dulu ya sabar dulu. Jaksa ada tisu?" ucap Hakim ketua Ignatius Eko Purwanto.
Jaksa kemudian memberikan tisu kepada Djoko Tjandra.
Tak lama kemudian Djoko Tjandra melanjutkan keterangannya.
Namun karena waktu telah memasuki ibadah Salat Maghrib, majelis hakim menunda persidangan untuk jeda ibadah.
Direktorat Jenderal Imigrasi menyebut jaksa Pinangki Sirna Malasari sempat bepergian ke luar negeri sebanyak 23 kali.
Hal itu terkait penanganan perkara yang menjerat terpidana kasus korupsi hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.
Pinangki juga diketahui menggunakan dua paspor untuk bepergian ke Kuala Lumpur, Malaysia dan Singapura.
Baca juga: Diteken Jokowi, UU 11/2020 tentang Cipta Kerja Berlaku Mulai 2 November 2020, Ada 186 Pasal
Hal tersebut terungkap dalam persidangan beragendakan pembacaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020).
Salah satu yang bersaksi ialah Danang Sukmawan, Kasi Pengelolaan dan Pelaporan pada Subdit Pengelolaan Data dan Pelaporan Direktorat Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
"Berdasarkan surat yang diterima Direktorat Jenderal Imigrasi atas nama tersebut, kami dapat dari SISKIM dengan melakukan pencarian dengan nama tersebut."
Baca juga: Covid-19 Masih Bisa Hidup Beberapa Jam Setelah Pasien Meninggal, Ini 9 Pedoman Pemulasaraan Jenazah
"Dari sana kita temukan ada 2 paspor. Kami mencari data perlintasan. Sebanyak 23 kali," ucap Danang.
Berdasarkan data perlintasan Keimigrasian pada 25 November 2019, diketahui Pinangki, pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dan seorang pengusaha bernama Rahmat, terbang ke Kuala Lumpur, Malaysia.
"Lalu untuk tanggal 25 November 2019 keberangkatan untuk Ibu Pinangki ke Kuala Lumpur dengan Anita dan dia dengan Rahmat pada jam 13?" Tanya jaksa.
Baca juga: Tommy Sumardi Ajukan Diri Jadi JC, Klaim Tak Ada Kasus Djoko Tjandra Jika Ia Tak Bersuara
"Iya sesuai," jawab Danang.
Dalam surat dakwaan, disebutkan Pinangki dibantu Rahmat untuk bisa bertemu Djoko Tjandra.
Pertemuan dilakukan untuk membahas upaya hukum, termasuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), guna membebaskan Djoko dari pidana penjara selama 2 tahun atas korupsi hak tagih Bank Bali.
Baca juga: Pasien Covid-19 Kabupaten Bogor Tambah 33 Orang per 2 November 2020, Bayi Umur 4 Bulan Sembuh
Pertemuan antara Pinangki dengan Djoko Tjandra akhirnya berlangsung di kantor Djoko, The Exchange 106 Kuala Lumpur, Malaysia.
Pinangki kemudian memperkenalkan diri sebagai Jaksa yang mampu mengurusi upaya hukum Djoko.
Pinangki menerima uang sebesar 500 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra, dari yang dijanjikan sejumlah 1 juta dolar AS.
Baca juga: Warga Tambun Ditemukan Tak Bernyawa 200 Meter dari Lokasi Tenggelam di Kali Bekasi
Namun, dari sejumlah rencana yang tertuang dalam proposal paket action plan yang sudah dibuatnya terkait pengurusan fatwa MA, tak ada satu pun yang terlaksana.
"Atas kesepakatan sebagaimana dalam action plan tersebut, tidak ada satu pun yang terlaksana."
"Padahal Joko Soegiarto Tjandra telah memberikan Down Payment (DP) kepada terdakwa melalui Andi Irfan Jaya sebesar USD500.000," beber jaksa.
Baca juga: KSPI dan KSPSI Gugat UU Cipta Kerja ke MK, Aksi Unjuk Rasa dan Mogok Kerja Tetap Dilanjutkan
Selain menerima suap, Pinangki juga didakwa menggunakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Permufakatan Jahat.
Djoko Tjandra didakwa menyuap Pinangki Sirna Malasari selaku Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung, senilai 500 ribu dolar AS, dari total yang dijanjikan sebesar 1 juta dolar AS.
Hal itu diungkapkan jaksa madya penuntut umum saat membacakan surat dakwaan untuk terdakwa Djoko Tjandra, di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020).
Baca juga: Kesal Dijadikan Tumbal, Pacar Jebak Pencuri Motor Spesialis Kawasaki Ninja Bermodus COD
"Terdakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri."
"Sehingga merupakan beberapa kejahatan, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," ucap jaksa.
Suap sebesar 1 juta dolar AS yang dijanjikan Djoko Tjandra itu bermaksud agar Pinangki bisa mengupayakan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) lewat Kejaksaan Agung (Kejagung).
Baca juga: Karena Alasan Ini, Polisi Tak Tahan PPK Kejagung Usai Diperiksa Sebagai Tersangka Kasus Kebakaran
Fatwa MA itu bertujuan agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi.
"Sehingga terdakwa Joko Soegiarto Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana," tuturnya.
Djoko Tjandra mengenal Pinangki Sirna Malasari melalui Rahmat.
Baca juga: Janggalnya Undang-undang Cipta Kerja, Muncul Pasal Merujuk Ayat yang Tak Ada
Ketiganya sempat bertemu di kantor Djoko Tjandra yang berada di The Exchange 106 Kuala Lumpur Malaysia.
Dalam pertemuan tersebut, Pinangki mengusulkan pengurusan fatwa MA melalui Kejagung.
Djoko sepakat dengan usulan Pinangki terkait rencana fatwa dari MA melalui Kejagung.
Baca juga: Perusahaan di DKI yang Berkembang Saat Pandemi Covid-19 tapi Tak Naikkan UMP Bakal Kena Sanksi
Argumennya, putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 atas kasus cessie Bank Bali yang menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun kepada Joko Soegiarto Tjandra, tidak bisa dieksekusi.
Hal itu sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menyatakan hak untuk mengajukan PK hanya terpidana atau keluarganya.
Akan tetapi, karena terdakwa Djoko Tjandra mengetahui status Pinangki sebagai jaksa, maka ia tidak mau melakukan transaksi secara langsung.
Baca juga: Jusuf Kalla Prediksi Pandemi Covid-19 Indonesia Baru Berakhir pada 2022 karena Alasan Ini
Selanjutnya, Pinangki menyanggupi akan menghadirkan pihak swasta, yaitu Andi Irfan Jaya, untuk bertransaksi dengan Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa ke MA.
Atas perbuatannya, Djoko Tjandra diancam melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b UU 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Tangisan Djoko Tjandra Saat Ungkap Puluhan Tahun Berusaha Agar Terbebas dari Kasus yang Menjeratnya, Penulis: Danang Triatmojo