Korupsi

Sutan Mangara Sindir KPK Soal Gubernur Riau: Operasi Tangkap Tangan atau Tangkap Narasi?

Pegiat medsos Sutan Mangara Harahap kritik OTT KPK terhadap Gubernur Riau, sebut penangkapan janggal dan tak sesuai makna “tangkap tangan”.

Editor: Dwi Rizki
Youtube KPK
KORUPSI - Gubernur Riau Abdul Wahid dihadirkan dalam jumpa pers terkait kasus korupsi di Gedung KPK, Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Rabu (5/11/2025). Pegiat media sosial Sutan Mangara Harahap mempertanyakan mekanisme operasi tangkap tangan (OTT) sekaligus penangkapan Gubernur Riau, Abdul Wahid oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Ringkasan Berita:
  • Sutan Mangara Harahap kritik KPK soal OTT Abdul Wahid. Ia mempertanyakan kejanggalan prosedur penangkapan Gubernur Riau oleh KPK.
  • Lewat akun X @sutanmangara, ia menulis sindiran tajam: “Uangnya di tempat lain, orangnya di tempat lain — apa ini masih bisa disebut OTT atau cuma Operasi Tangkap Narasi?"
  • Kritik Sutan viral di media sosial — warganet menilai ucapannya menggambarkan kegelisahan publik atas transparansi dan kredibilitas OTT KPK.

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pegiat media sosial Sutan Mangara Harahap menyoroti penangkapan Gubernur Riau, Abdul Wahid, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Melalui akun twitter atau X pribadinya, @sutanmangara pada Minggu (9/11/2025), ia mempertanyakan mekanisme operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan lembaga antirasuah tersebut.

“Menilik kasus OTT KPK di Riau, kirain OTT itu artinya uang di situ, transaksi di situ, tersangka pun di situ," tulis Sutan Mangara

"Eh ternyata, di kasus ini uangnya di tempat lain, orangnya di tempat lain, beritanya bahkan muncul lebih dulu dari hasil pemeriksaan," bebernya. 

Terkait hal tersebut, dirinya mempertanyakan OTT yang dilakukan oleh KPK.

"Kalau begitu, apa masih bisa disebut Operasi Tangkap Tangan? Atau jangan-jangan ini cuma Operasi Tangkap Narasi?," tanyanya.

Pernyataan itu muncul setelah KPK menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. 

Dalam keterangan resminya, KPK menyebut Abdul Wahid diduga menerima “jatah preman” sebesar 2,5 persen dari proyek jalan dan jembatan melalui Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPRPKPP) Riau.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan, sejak Mei 2025 anak buah Abdul Wahid telah melakukan pertemuan di sebuah kafe di Pekanbaru untuk membicarakan pemberian fee 2,5 persen tersebut. 

Besaran itu disebut-sebut menyerupai persentase zakat dalam ajaran Islam.

“Fee tersebut termasuk penambahan anggaran tahun 2025 yang dialokasikan kepada UPT jalan dan jembatan wilayah 1 sampai 6 di Dinas PUPRPKPP, yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar,” kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

KPK juga mengungkap, pihak Abdul Wahid sempat mengancam akan memutasi pejabat dinas jika tidak memenuhi permintaan fee. 

Bahkan, anak buahnya disebut meminta tambahan lima persen dari dana senilai Rp106 miliar di Dinas PUPRPKPP.

Unggahan Sutan Mangara itu kemudian ramai dibahas warganet. 

Banyak yang menilai kritiknya mencerminkan keresahan publik atas transparansi dan konsistensi prosedur OTT KPK dalam menangani kasus korupsi di daerah.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved