OTT KPK

Bantah Terima Suap, Hakim Itong: Seperti Dongeng, Saya Baru Tahu Ada Uang Rp1,3 Miliar

Mulanya, Itong mengaku tak mengenal pengacara PT Soyu Giri Primedika Hendro Kasiono.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Itong Isnaini Hidayat menyangkal menerima suap pengurusan perkara. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Itong Isnaini Hidayat menyangkal menerima suap pengurusan perkara.

Sangkalan itu diucapkan Itong usai mengenakan rompi oranye khas tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mulanya, Itong mengaku tak mengenal pengacara PT Soyu Giri Primedika Hendro Kasiono.

Baca juga: Nomor Polisi Lima Mobil Arteria Dahlan Sama, IPW: Ini Pelanggaran Hukum, Polisi Jangan Diam!

'Wakil Tuhan' itu juga merasa tidak pernah memberi perintah kepada Hamdan sebagai panitera pengganti pada PN Surabaya, untuk meminta sejumlah uang.

“Tapi ketika Hamdan sama itu (Hendro) melakukan transaksi, lalu dikaitkan dengan saya sebagai hakimnya, itu saya enggak terima,” ucap Itong di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (21/1/2022) dini hari.

Itong menilai konstruksi perkara yang disampaikan KPK seperti cerita fiksi.

Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 20 Januari: Rekor Tertinggi di 2022, Pasien Positif Tambah 2.116 Orang

Dia mengklaim tak tahu-menahu ada uang Rp1,3 miliar yang diduga disiapkan Hendro dan PT Soyu Giri Primedika untuk mengurus perkara dari pengadilan tingkat pertama sampai Mahkamah Agung (MA).

“Cerita-cerita itu seperti dongeng, saya baru tahu ada uang Rp1,3 miliar."

"(Sebelumnya) enggak pernah tahu saya, tapi ya sudah lah,” ucapnya.

Baca juga: KPU Berharap DPR Putuskan Jadwal dan Tahapan Pemilu 2024 pada Masa Sidang Saat Ini

Merespons hal itu, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menanggapi santai.

Ia mengatakan setiap pihak bebas mengekspresikan perasaan mereka.

“Bagi kami silakan mau berekspresi seperti apa saja, mau teriak, mau apa,” kata Nawawi.

Baca juga: Lima Mobilnya Punya Pelat Nomor Sama, Arteria Dahlan Bilang Itu Cuma Tatakan

Kendati demikian, Nawawi memastikan KPK memiliki cukup bukti dalam menentukan status hukum seseorang.

KPK telah menetapkan Itong, Hamdan, dan Hendro sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di PN Surabaya.

KPK menduga Itong menerima suap senilai Rp140 juta dari total Rp1,3 miliar, terkait pengurusan perkara permohonan pembubaran PT Soyu Giri Primedika.

Baca juga: Epidemiolog Nilai Indonesia Telat Tangani Lonjakan Kasus Omicron, tapi Masih Bisa Minimalkan Dampak

Uang tersebut diduga diterima Itong dari Hendro Kasiono melalui perantaraan Hamdan.

Pemberian suap diduga bertujuan agar Itong dapat mengeluarkan putusan yang menyatakan PT Soyu Giri Primedika dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar.

KPK juga menduga Itong turut menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di PN Surabaya.

Konstruksi Perkara

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengungkapkan, Itong selaku hakim tunggal pada PN Surabaya menyidangkan perkara permohonan pembubaran PT Soyu Giri Primedika.

Yang menjadi pengacara dan mewakili PT Soyu Giri Primedika adalah Hendro.

Diduga ada kesepakatan antara Hendro dengan pihak perwakilan PT Soyu Giri Primedika, untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada hakim yang menangani perkara tersebut.

Baca juga: Disanksi Usai Minta Kajati Berbahasa Sunda Dipecat, Arteria: Saya Mungkin akan Kerja dalam Hening

"Diduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara ini sejumlah sekitar Rp1,3 miliar, dimulai dari tingkat putusan Pengadilan Negeri sampai tingkat putusan Mahkamah Agung," beber Nawawi.

Sebagai langkah awal realisasi dari uang Rp1,3 miliar dimaksud, kata Nawawi, Hendro menemui Hamdan selaku panitera pengganti pada PN Surabaya, dan meminta hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai keinginan Hendro.

"Untuk memastikan bahwa proses persidangan perkaranya berjalan sesuai harapan, tersangka HK (Hendro Kasiono) diduga berulang kali menjalin komunikasi."

Baca juga: Anwar Abbas: Demokrasi Tanpa Oposisi Seperti Gulai Tanpa Garam, Tidak Enak Dinikmati

"Di antaranya melalui sambungan telepon dengan tersangka HD ([Hamdan) dengan mengunakan istilah 'upeti' untuk menyamarkan maksud dari pemberian uang," ungkap Nawawi.

Setiap hasil komunikasi antara Hendro dan Hamdan, lanjut Nawawi, diduga selalu dilaporkan oleh Hamdan kepada Itong.

Nawawi mengatakan, putusan yang diinginkan oleh Hendro di antaranya agar PT Soyu Giri Primedika dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar.

Baca juga: Buntut Minta Kajati Berbahasa Sunda Dipecat, Arteria Dahlan Diberikan Sanksi Peringatan oleh PDIP

"Tersangka HD lalu menyampaikan keinginan tersangka HK kepada tersangka IIH (Itong Isnaini Hidayat), dan tersangka IIH menyatakan bersedia dengan adanya imbalan sejumlah uang," jelas Nawawi.

Kemudian, lanjut Nawawi, sekira Bulan Januari 2022, Itong menginformasikan dan memastikan permohonan dapat dikabulkan, dan meminta Hamdan menyampaikan kepada Hendro supaya merealisasikan sejumlah uang yang sudah dijanjikan sebelumnya.

Nawawi berkata, Hamdan segera menyampaikan permintaan Itong kepada Hendro, dan pada 19 Januari 2022, uang lalu diserahkan oleh Hendro kepada Hamdan sejumlah Rp140 juta, yang diperuntukkan bagi Itong.

Baca juga: Polri Gelar Operasi Damai Cartenz dan Rasaka Cartenz di Papua, Ini Bedanya

"KPK menduga tersangka IIH juga menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang beperkara di Pengadilan Negeri Surabaya dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," cetus Nawawi.

Atas perbuatannya, sebagai pemberi Hendro disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Baca juga: RS Tak Padat Pasien Dianggap Indikator Pandemi Terkendali, Epidemiolog: Kalau Penuh, Sudah Telat

Sedangkan sebagai penerima, Hamdan dan Itong disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved