Virus Corona

RS Tak Padat Pasien Dianggap Indikator Pandemi Terkendali, Epidemiolog: Kalau Penuh, Sudah Telat

Rumah sakit yang belum terlihat penuh pasien, dianggap menjadi indikator situasi masih aman dan terkendali.

Dokumentasi Pribadi Dicky Budiman
Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, upaya kesehatan masyarakat untuk meminimalisir satu potensi lonjakan gelombang adalah pencegahan. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia dianggap masih cukup terkendali, meski varian Omicron memicu kenaikan kasus.

Rumah sakit yang belum terlihat penuh pasien, dianggap menjadi indikator situasi masih aman dan terkendali.

Namun, menurut epidemiolog Griffith University Dicky Budiman, bukan itu yang menjadi acuan.

Baca juga: Kasus Omicron di Indonesia Tambah Jadi 882 Orang, Paling Banyak Impor dari Arab Saudi

"Kita tidak bisa mengandalkan rumah sakit belum penuh."

"Karena kalau rumah sakit sudah penuh, itu sudah telat," ujar Dicky kepada Tribunnews, Kamis (20/1/2022).

Sehingga menurutnya, statement dari Presiden Jokowi sudah tepat.

Baca juga: OTT di Pengadilan Negeri Surabaya, KPK Ciduk Hakim, Panitera, dan Pengacara

Sebelumnya Presiden mengeluarkan statement untuk memperketat kembali protokol kesehatan.

Lalu, menyelenggarakan sekolah work from home dan pembelajaran tatap muka secara daring.

Kemudian, aktivitas mal dikembalikan dengan kapasitas 50 persen dengan durasi buka sampai jam 8 malam.

Baca juga: Ini Wajah Hakim PN Surabaya yang Diciduk KPK, Diduga Terima Suap Pengurusan Perkara

"Atau jika ingin melakukan aktivitas wisata atau bepergian, dipastikan status vaksin penuh dan dalam durasi proteksi. Hal ini akan membantu," tutur Dicky.

Menurut Dicky, upaya kesehatan masyarakat untuk meminimalisir satu potensi lonjakan gelombang adalah pencegahan. Kalau sudah terjadi peningkatan kasus, maka sudah disebut telat.

"Karena yang terjadi di masyarakat jauh lebih banyak."

Baca juga: Polri Benarkan Mobil Bernopol 4196-07 Punya Arteria Dahlan, kenapa Ada Lima Kendaraan Berpelat Sama?

"Saya bilang berisiko 8-10 kali lebih banyak. Itu terbukti waktu delta. Bahkan ini lebih infeksius, lebih cepat," papar Dicky.

Ia menegaskan, tak ada yang mampu mengendalikan varian Omicron. Semua negara yang ditemukan adanya Omicron sebagian besar mengalami lonjakan kasus.

Hal ini dikarenakan orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala. Selain itu, varian virus ini sulit dideteksi.

Baca juga: KRONOLOGI KPK Bekuk Bupati Langkat, Sempat Kabur Lalu Menyerahkan Diri ke Polres Binjai

"Bahkan kemampuan untuk mendeteksi menurun."

"Nah, ini situasi yang kita harus sadari perlu melihat negara lain sebagai contoh."

"Karena Indonesia tidak berbeda dengan negara lain, semua punya risiko yang sama," bebernya. (Aisyah Nursyamsi)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved