Jaksa Agung Terbitkan Pedoman Pecandu Narkoba Dituntut Rehabilitasi, Komisi III DPR: Sangat Ditunggu

Pedoman itu akan menjadi acuan kepada para penuntut umum dalam penanganan kasus narkoba, sehingga jaksa dapat mengoptimalkan opsi rehabilitasi.

TRIBUNNEWS/DENNIS DESTRYAWAN
Komisi III DPR mendukung langkah Jaksa Agung mengeluarkan dan menetapkan Pedoman 18/2021 yang berlaku mulai 1 November 2021. 

WARTAKOTALIVE, SENAYAN - Komisi III DPR mendukung langkah Jaksa Agung mengeluarkan dan menetapkan Pedoman 18/2021 yang berlaku mulai 1 November 2021.

Pedoman itu tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.

Pedoman itu akan menjadi acuan kepada para penuntut umum dalam penanganan kasus narkoba, sehingga jaksa dapat mengoptimalkan opsi rehabilitasi.

Baca juga: DPR Setuju Jenderal Andika Perkasa Jadi Panglima TNI Gantikan Marsekal Hadi Tjahjanto

Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni menilai, hal itu memang sangat dibutuhkan, mengingat kelebihan penghuni lapas di Indonesia.

"Saya menyambut baik keputusan ini, karena memang kami di Komisi III juga sudah berkali-kali menyuarakan agar para napi narkoba lebih baik direhabilitasi saja."

"Masalahnya, lapas kita sudah sangat penuh, dan yang perlu dipenjara menurut saya cukup pengedar."

Baca juga: Mahfud MD Perintahkan Satgas Sita Aset Obligor dan Debitur BLBI yang Ogah Bayar Utang dan Mangkir

"Kalau pengguna, baiknya direhab agar tidak kembali lagi ke narkoba."

"Jadi menurut saya, rehabilitasi melalui pendekatan keadilan restoratif bisa menjadi jawaban yang tepat dalam menangani kasus penggunaan narkoba. pedoman, ini sudah sangat kita tunggu-tunggu," katanya kepada wartawan, Senin (8/11/2021).

Sahroni menyampaikan, pedoman dari kejaksaan itu akan sangat membantu Kemenkumham menekan permasalahan over capacity lapas yang tak kunjung selesai.

Baca juga: Pelantikan Andika Perkasa Jadi Panglima TNI Tunggu Keppres

Dia juga optimistis pedoman baru ini akan membantu para pengguna narkoba pulih dari kecanduannya.

"Pertama, tentunya pedoman ini akan berimplikasi positif pada penyelesaian masalah overcapacity di lapas kita."

"Di sisi lain, tentunya dengan direhab, para napi narkoba mendapatkan layanan baik fisik maupun mental yang dibutuhkan untuk lepas dari jeratan narkoba."

Baca juga: Megawati: Polisi Harus Punya Semangat Juang, Bukan Hanya karena Ingin Naik Pangkat

"Mereka juga akan didampingi oleh profesional."

"Ini tentunya lebih bermanfaat daripada menjebloskan mereka ke penjara yang sudah kepenuhan dan sulit diawasi," paparnya.

Pengguna Narkoba Bakal Dituntut Rehabilitasi

Jaksa Agung ST Burhanuddin menerbitkan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021, tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.

Pedoman itu berlaku sejak 1 November 2021

Pedoman 18/2021 itu menjadi acuan bagi penuntut umum sebagai pengendali perkara.

Baca juga: Jawab Isu LGBT di TNI, Jenderal Andika Perkasa: Sesuai Aturan Saja

"Latar belakang dikeluarkannya pedoman tersebut, memperhatikan sistem peradilan pidana saat ini cenderung punitif."

"Tercermin dari jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan yang melebihi kapasitas (overcrowding)."

"Dan sebagian besar merupakan narapidana tindak pidana narkotika," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Senin (8/11/2021).

Baca juga: Harga Tes PCR Mahal, Pooling Specimens Jadi Solusi Penghematan

Menurut Leo, isu overcrowding telah menjadi perhatian serius masyarakat dan pemerintah, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 dalam rangka perbaikan sistem hukum pidana melalui pendekatan keadilan restoratif.

Oleh karena itu, diperlukan kebijakan kriminal yang bersifat strategis, khususnya dalam penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

Salah satunya, melalui reorientasi kebijakan penegakan hukum dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Baca juga: Tak Didampingi Panglima TNI, KSAU, dan KSAL, Jenderal Andika Perkasa: Memang Enggak Ada Tradisinya

"Melalui reorientasi kebijakan penegakan hukum dimaksud, dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang penuntutan, dilakukan melalui optimalisasi lembaga rehabilitasi," tutur Leo.

Leo mengatakan, jaksa selaku pengendali perkara berdasarkan asas dominus litis, dapat melakukan penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi pada tahap penuntutan.

Penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi, merupakan mekanisme tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan keadilan restoratif.

Baca juga: Jaksa Agung Diduga Berpoligami, Legislator Nasdem: Kerjanya Bagus dan Ganas, Wajar Diserang

Semangatnya adalah untuk memulihkan keadaan semula, yang dilakukan dengan memulihkan pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang bersifat victimless crime.

Leo menyebutkan, penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi, dilakukan dengan mengedepankan keadilan restoratif dan kemanfaatan (doelmatigheid).

Serta, mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, asas pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium), cost and benefit analysis, dan pemulihan pelaku.

Baca juga: Bisa Dicegah, Ini Beberapa Faktor Pemicu Gelombang Ketiga Pandemi Covid-19

Dia menguraikan, Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 terdiri dari sembilan bab.

Dengan ruang lingkup meliputi prapenuntutan, penuntutan, pengawasan, pelatihan, dan pembiayaan penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika, melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif sebagai pelaksanaan asas dominus litis Jaksa.

Saat pedoman ini mulai berlaku (1 November 2021), tersangka yang disangkakan melanggar Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika yang perkaranya belum dilimpahkan ke pengadilan, penanganan perkaranya dilakukan berdasarkan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021.

Baca juga: La Nina Level Sedang Makin Dekati Indonesia, Uap Air Bisa Bertambah Hingga 100 Persen

"Jaksa Agung RI berharap pedoman ini dilaksanakan penuntut umum sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab."

"Dan tidak melakukan perbuatan tercela dalam penerapannya, serta akan menindak tegas setiap oknum Kejaksaan yang mencoba mencederai maksud dan tujuan dikeluarkannya Pedoman dimaksud," terang Leo.

Uang Makan Narapidana Rp 1,7 Triliun

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly terus menyuarakan dan mengajak penegak hukum ‎serta lembaga terkait menyamakan persepsi, pengguna atau penyalahguna narkoba harus direhabilitasi, bukan dijebloskan ke penjara.

Bukan tanpa alasan. Sebab, menurut Menteri Yasonna Laoly, Undang-undang Narkotika juga mengamanatkan para pengguna memang harus direhabilitasi melalui proses assessment oleh tim assessment terpadu.

"Makin lama masalah narkoba ini sangat mengerikan."

"Di Jakarta itu, dari 17.500 warga binaan dan napi, 78 persennya kasus narkoba."

"Kita akan bangun sistem peradilan pidana yang punya satu pendapat tentang penanganan narkoba."

"Kalau begini terus, saya takut bom waktunya ada di Lapas," ujar Menteri Yasonna Laoly di Graha Bhakti Pemasyarakatan, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (19/12/2018).

Yasonna Laoly melanjutkan, paradigma pengguna narkotiba adalah pelaku kriminal harus diubah.

Dia juga berharap revisi UU Narkotika yang saat ini berada di Setneg bisa segera rampung, sehingga menjadi patokan soal kategori pengguna, pengedar, hingga bandar.

‎"Kalau pengguna sudah deh rehabilitasi saja."

"Kami bayar uang makan itu Rp 1,7 triliun. Itu hanya makan mereka, belum yang lain. Itu pun menu makannya sudah mau Rp 20 ribu," tutur Yasonna Laoly .

Direktur Jenderal Pemasyarakatan‎ Sri Puguh Budi Utami menjelaskan, kapasitas lapas di seluruh Indonesia 126 ribu orang.

Sedangkan saat ini lapas sudah sangat over, yakni diisi 256 ribu narapidana.

Dari 256 ribu narapidana, sebanyak 111 ribu lebih merupakan narapidana kasus narkoba, baik itu pengguna, pengedar, serta bandar.

Rinciannya, 66 ribu bandar dan sisanya 450 ribu lebih merupakan pengguna.

Senada dengan Yasonna Laoly , menurutnya cara untuk mengurangi over kapasitas di lapas ialah dengan memberikan rehabilitasi bagi para pengguna, karena itu semua sudah sesuai dengan amanat undang-undang.

‎"Cara untuk mengurangi, mereka yang berhak rehabilitasi mestinya direhabilitasi, sudah pasti kapasitas lapas berkurang."

"Kami tidak mau negara keluar uang besar untuk membiayai mereka yang kita belum yakin semakin bagus atau tidak," paparnya.

"Saat ini untuk uang makan napi saja sudah Rp 1,7 triliun. Kalau kapasitas lapas over terus bisa Rp 2 triliun."

"Kan lebih baik uangnya untuk biaya pendidikan, memberikan gizi untuk anak sekolah," sambung Sri Puguh Budi Utami. (Chaerul Umam)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved