Aksi Terorisme

Racikannya Sempat Meletup, Orang yang Belajar Bikin Bom kepada Terduga Teroris Ini Jadi Kapok

Zulaimi mengungkapkan, keahliannya itu pun diajarkan kepada sejumlah terduga teroris yang juga turut ditangkap Densus 88 Antiteror di Jakarta-Bekasi.

KOMPAS.COM / SHUTTERSTOCK
Ilustrasi: Zulaimi Agus ditangkap tim Densus 88 Antiteror Polri di Bekasi, karena menjadi pembuat dan pengajar bom aseton peroksida (TATP). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Zulaimi Agus ditangkap tim Densus 88 Antiteror Polri di Bekasi, karena menjadi pembuat dan pengajar bom aseton peroksida (TATP).

Terduga teroris itu lantas mengungkapkan alasannya, melalui video yang tersebar di awak media.

Dalam video itu, dia bilang motivasinya utamanya lantaran tidak ada lagi keadilan di Indonesia.

Baca juga: Kompolnas Tak Lihat Ada Polwan Periksa Pengunjung Wanita Saat Zakiah Aini Tebar Teror di Mabes Polri

Ketidakadilan tersebut pertama kali ia rasakan saat kerusuhan demonstrasi dugaan kecurangan pilpres di Kantor Bawaslu, Sarinah, Jakarta Pusat, 21-22 Mei 2019.

"Saya Zulaimi Agus, saya belajar TATP atau Aseton Peroksida sejak pasca-kerusuhan Mei 21-22 di depan Bawaslu."

"Saya belajar membuat bahan tersebut dari blog blog internet dengan cara mengaktifkan VPN," kata Zulaimi.

Baca juga: Penjual Senjata yang Dipakai Zakiah Aini Dibekuk di Aceh, Polisi Dalami Motif dan Cara Belinya

Zulaimi menyatakan, pihaknya ingin membalas tindakan kesewenangan aparat kepolisian yang ia sebut telah melakukan kekerasan terhadap para demonstran.

"Motivasi saya membuat TATP, saya merasa negara ini tidak ada keadilan."

"Saya ingin membalas. Sebelum membalas saya ingin menegakkan keadilan dengan cara saya sendiri."

Baca juga: LOWONGAN Kerja Reporter Tribun Network-Warta Kota, Simak Syaratnya Ya

"Atas tindakan aparat Brimob yang bertindak sewenang-wenang terhadap demonstran Bawaslu 2019," paparnya.

Zulaimi mengungkapkan, keahliannya itu pun diajarkan kepada sejumlah terduga teroris yang juga turut ditangkap Densus 88 Antiteror di Jakarta-Bekasi.

Dia mengajarkan keahliannya itu di rumah terduga teroris lainnya bernama Habib Husein Hasni di Condet, Jakarta Timur.

Baca juga: MAKI Praperadilankan 5 Kasus Mangkrak di KPK, dari Perkara Bank Century Hingga Bansos Covid-19

"Saya mengajarkan cara pembuatan TATP tersebut kepada Habib Husein, Jery, Malik, Naufal dan Bang Jun di rumah Habib Husein di garasi," ungkapnya.

Di siai lain, Zulaimi mengaku tergabung dalam organisasi Front Pembela Islam (FPI) di salah satu kantor DPC di wilayah Kabupaten Bekasi.

"Saya bergabung dengan organisasi FPI tahun 2019 di wilayah DPC Serang Baru, Kabupaten Bekasi, sebagai wakadiv jihad."

Baca juga: Polri: Kelompok Teror Sebar Radikalisme Dibungkus Kebebasan Berpendapat

"Saya bergabung dengan majelis Yasin Walatif, diajak oleh Bambang alias Abi, dikenalkan Habib Husein," akunya.

Bukan hanya perakit, Zulaimi juga orang yang dipercaya mengajar dalam merakit bom kepada kelompoknya.

Namun, kata Zulaimi, proses pengajaran perakitan bom itu tidak berjalan mulus.

Baca juga: Yaqut Cholil Qoumas Ingin Doa Semua Agama di Indonesia Dipanjatkan di Setiap Acara Kemenag

Sebab, bom yang dibuatnya sempat meledak lantaran mengalami suatu kesalahan.

Ketika itu, sejumlah orang yang diajar menjadi tak percaya dan kapok merakit bom bersama Zulaimi.

"Saya mengajarkan kepada mereka cara mencampurkan aseton Cair H2O2 cair dan HCL sekaligus, hingga menyebabkan terjadinya letupan."

Baca juga: Rebut Hati Pemilih Perlu Effort Sangat Besar, PPP Tak Terganggu Kehadiran Partai Masyumi Reborn

"Setelah hal tersebut terjadi, maka membuat mereka yang ada di situ yang mau belajar terlihat seperti kapok, karena ada letupan jadi mereka enggak berani," bebernya.

Hanya Habib Husein Hasni, lanjut Zulaimi, yang masih memercayainya.

Dia pun diminta menyempurnakan perakitan bom tersebut.

Baca juga: SUSUNAN Pengurus Partai Masyumi 2021-2026: Ahmad Yani Ketua Umum, TB Massa Djafar Sekjen

"Setelah saya pulang ke rumah, sampai ke rumah hanya Habib yang menelepon saya menanyakan kepada saya kesalahannya ada di mana," paparnya.

Zulaimi menyatakan pihaknya bersama kelompok yang sama, pernah memasang ilmu kebal di Sukabumi.

"Pada Bulan Februari, saya ke Sukabumi beserta jemaah Yasin Waratip tujuan meminta doa dan diisi ilmu kebal."

"Ada pun jamaah yang diisi itu saya, Bambang, Bang Jun, Habib, Mualik, Bambang, Bang Jeri, dan Jati," tuturnya.

Tiga Indikator Orang Terpapar Radikalisme

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid membeberkan tiga indikator orang-orang yang terjangkit radikalisme terorisme.

Indikator pertama, kata Ahmad, mereka ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi agama menurut versi mereka.

Selain itu, lanjut dia, mereka juga ingin mengganti sistem pemerintahan dengan segala cara.

Baca juga: JADWAL Lengkap dan Link Live Streaming Ibadah Jumat Agung 2 April 2021 di Jakarta dan Sekitarnya

Hal itu, kata Ahmad, karena radikalisme sejatinya merupakan paham yang menginginkan tatanan sosial politik yang sudah mapan, dengan cara-cara ekstrem atau kekerasan.

Indikator kedua, kata dia, mereka takfiri yang berciri intoleran, cenderung anti budaya kearifan lokal, senang melabel kelompok di luar mereka sesat dan kafir.

Hal tersebut ia sampaikan ketika berbincang dengan Tribun Network, Kamis (1/4/2021).

Baca juga: JADWAL Lengkap dan Link Live Streaming Misa Malam Paskah 3 April 2021 di Jakarta dan Sekitarnya

"Kemudian yang ketiga, kecenderungan mereka lemah di bidang akhlak, perilaku, budi pekerti."

"Mereka lebih menonjol pada hal-hal yang sifatnya ritual keagamaan, identitas keagamaan, tampilan luar keagamaan."

"Jadi ritual formal keagamaan tapi lemah spiritual keagamaan," beber Ahmad.

Baca juga: Pernyataan Lengkap Kapolri Soal Aksi Teror di Mabes Polri: Pelaku Lone Wolf Berideologi Radikal ISIS

Untuk itu, kata Ahmad, radikalisme terorisme mengatasnamakan agama adalah cermin dari krisis spritual dalam beragama.

Ia pun menegaskan aksi terorisme tidak ada kaitannya dengan agama apa pun, baik kejadian di Gereja Katedral Makassar maupun di Mabes Polri Jakarta.

Namun demikian, kata Ahmad, aksi teror tersebut terkait dengan pemahaman dan cara beragama umatnya, dan biasanya didominasi dengan umat beragama yang menjadi mayoritas di suatu wilayah.

Baca juga: Jokowi: Tidak Ada Tempat Bagi Terorisme di Tanah Air

"Jadi sekali lagi kita harus samakan persepsi, kita harus fair dalam hal ini."

"Sekali lagi ini tidak ada kaitannya dengan agama apa pun, tapi sangat terkait dengan pemahaman, cara beragama, umat beragama, dalam konteks ini Islam," jelas Ahmad.

Ahmad Nurwakhid juga mengatakan, radikalisme banyak menjangkiti generasi milenial.

Baca juga: Pemerintah Tolak Sahkan Hasil KLB Partai Demokrat, Relawan Jokowi: AHY Harusnya Malu dan Minta Maaf

Hal itu berdasarkan tingkat keterpaparannya, dibandingkan generasi Z yang berusia 14-19 tahun, dan generasi X yang berusia 40 tahun ke atas.

Ahmad mengatakan, radikalisme banyak menjangkiti mereka yang berusia 20-39 tahun, karena beberapa faktor.

Baca juga: Tembak Mati Terduga Teroris Zakiah Aini, Polri: Awalnya Ingin Melumpuhkan

Pertama, karena generasi milenial ada di masa pertumbuhan yang tingkat kedewasaannya masih proses pembentukan, dan masih mencari jati diri.

Selain itu, kata dia, emosi mereka belum stabil dan senang dengan tantangan.

Selain itu, kata Ahmad, kecenderungan semangat keagamaan mereka tinggi.

Baca juga: Wujud Kontribusi Lestarikan Lingkungan, MSIG Indonesia Dukung Toyota EV Smart Mobility Project

"Ini mudah sekali keterpaparannya, apalagi dengan maraknya atau fenomena dunia maya."

"Apalagi tentu saja generasi milenial yang banyak menggunakan fasilitas dunia maya ini," kata Ahmad ketika berbincang dengan Tribun Network, di kantor redaksi Tribunnews, Jakarta, Kamis (1/4/2021).

Untuk itu, kata dia, BNPT telah membuat sejumlah strategi pencegahan pemaparan radikalisme terhadap mereka.

Baca juga: Sri Mulyani: 70 Persen Rakyat Indonesia Diprediksi Bergaji Rp 28 Juta per Bulan pada 2045

Di antaranya dengan menguatkan dan melibatkan secara aktif dan produktif civil society moderat, tokoh agama, dan civitas academic.

Pencegahan tersebut, kata Ahmad, dalam rangka memberi 'vaksin' berupa pembangunan karakter dan mengajarkan budi pekerti.

Hal itu karena menurutnya puncak dari keagamaan bukan pada tindakan jihad, sebagaimana yang dipahami oleh penganut paham radikal.

Baca juga: 85 Persen Negara Asia Pasifik Sudah Kembali Sekolah Tatap Muka, Nadiem Makarim: Kita Ketinggalan

Untuk itu, ia mengajak generasi milenial untuk tidak mengikuti akun media sosial maupun ajaran ustaz-ustaz intoleran dan radikal.

"Kedua, anak-anak kita jangan boleh mem-follow ustaz-ustaz yang intoleran, ustaz-ustaz yang radikal."

"Karena ustaz ini adalah pintu masuk radikalisasi tadi, pintu masuk radikalisme," tutur Ahmad.

Baca juga: Polisi Bakal Teliti Alasan Zakiah Aini Dropout dari Kampus pada Semester V

Ia pun menjelaskan indikator ustaz-ustaz yang berpaham radikal di antaranya mengajarkan intoleransi terutama yang menganut Salafi Wahabi Jihadis.

"Saya mengatakan semua teroris yang kami tahan baik itu di Polri, lapas, BNPT itu semua berpaham Salafi Wahabi (Jihadis)."

"Tetapi tidak semua wahabi salafi otomatis adalah teroris," jelas Ahmad.

Baca juga: Aksi Teror di Mabes Polri, Pendiri NII Center: Polisi Dianggap Padamkan Cahaya Allah

Juga, lanjutnya, waspadai ustaz-ustaz yang membentur-benturkan antara agama dengan budaya, agama dengan negara, atau agama dengan nasionalisme.

"Ini sudah selesai. Jadi kalau ada ustaz yang melakukan dikotomi seperti itu, hati-hati, waspada, dan jangan diikuti, karena itu sudah ustaz yang akan meradikalisasi," beber Ahmad.

Menurutnya, jika ajaran tersebut diterima mentah-mentah oleh generasi milenial, maka mereka akan mudah mengafirkan orang-orang yang tidak sepaham, apalagi yang seagama.

Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 1 April 2021: 7.248 Pasien Sembuh, 6.142 Orang Positif, 196 Meninggal

Selain itu mereka juga akan merasa terzalimi atau diperlakukan tidak adil, menghalalkan segala cara atas nama agama, hingga akhirnya melakukan aksi teror.

"Artinya ini yang harus kita waspadai tentang klaim kebenaran, tentang manipulasi," cetus Ahmad. (Igman Ibrahim)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved