Buronan Kejaksaan Agung
Divonis 4 Tahun 6 Bulan Penjara, Djoko Tjandra Pikir-pikir Dulu, Jaksa Juga Ikutan
Terdakwa dan tim jaksa penuntut umum akan mempelajari terlebih dahulu vonis tersebut.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra divonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor.
Terdakwa dan tim jaksa penuntut umum akan mempelajari terlebih dahulu vonis tersebut.
"Saya perlu pikir-pikir dulu," ucap Djoko Tjandra jaksa usai mendengar amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/4/2021).
Baca juga: BREAKING NEWS: Djoko Tjandra Divonis 4 Tahun 6 Bulan Penjara
Mendengar pernyataan Djoko Tjandra dan tim penuntut umum itu, hakim ketua Muhammad Damis memberi waktu kepada keduanya selama satu pekan, untuk mempelajari putusan.
Dalam satu pekan tersebut, keduanya harus memutuskan apakah akan menerima atau mengajukan banding atas putusan yang sudah dijatuhkan.
"Baiklah, saudara memiliki waktu tujuh hari untuk mempelajari putusan," kata Hakim Damis.
Permohonan Justice Collaborator Ditolak
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak permohonan Djoko Tjandra menjadi justice collaborator (JC), atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.
Hakim meyakini Djoko Tjandra tak memiliki unsur sebagai JC.
"Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 tahun 2011, majelis hakim berpendapat bahwa terdakwa tidak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai 'justice collaborator."
Baca juga: Tambah 5 Provinsi, Pemerintah Kembali Perpanjang PPKM Mikro Hingga 15 April 2021
"Sehingga permintaan terdakwa sebagai 'justice collaborator' tidak dapat dipertimbangkan," ucap hakim anggota Saifudin Zuhri saat membacakan amar putusannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/4/2021).
Majelis hakim menganggap Djoko Tjandra merupakan pelaku utama dalam kasus dugaan suap pejabat negara dan permufakatan jahat.
Hal tersebut karena Djoko Tjandra berposisi sebagai pihak pemberi suap.
Baca juga: Kasus Aktif Covid-19 Indonesia Sudah Satu Digit tapi Angka Kematian Masih di Atas Rerata Dunia
Pendiri Mulia Grup itu juga dinilai tidak mengakui perbuatannya.
Syarat untuk menjadi JC adalah bukan pelaku utama, dan mau mengakui perbuatannya.
Ketentuan pemberian status JC diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011.
Baca juga: Pemerintah Bolehkan Salat Tarawih dan Id Berjemaah di Masa Pandemi, Asal Penuhi Syarat Ini
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara, kepada Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Djoko Tjandra terbukti menyuap dua jenderal polisi terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari daftar pencarian orang (DPO), dan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA).
Vonis Djoko Tjandra ini lebih berat dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yakni 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara.
Baca juga: Kompolnas Tak Lihat Ada Polwan Periksa Pengunjung Wanita Saat Zakiah Aini Tebar Teror di Mabes Polri
"Menyatakan terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ucap ketua majelis hakim Muhammad Damis saat membacakan amar putusan, Senin (5/4/2021).
Djoko lewat rekannya Tommy Sumardi memberikan uang kepada eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte sebanyak 200 ribu dolar Singapura dan 370 ribu dolar AS.
Djoko juga terbukti memberikan uang sejumlah 100 ribu dolar AS kepada eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.
Baca juga: Penjual Senjata yang Dipakai Zakiah Aini Dibekuk di Aceh, Polisi Dalami Motif dan Cara Belinya
Hal tersebut dilakukan agar Djoko Tjandra bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum karena berstatus buron.
Djoko Tjandra terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 juncto Pasal 13 UU 31/1999.
Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.
Baca juga: LOWONGAN Kerja Reporter Tribun Network-Warta Kota, Simak Syaratnya Ya
Djoko juga terbukti menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari, untuk pengurusan fatwa MA.
Fatwa itu dimaksudkan agar meloloskan Djoko dari hukuman MA terkait kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Djoko dinilai terbukti menyuap Pinangki sejumlah 500 ribu dolar AS.
Baca juga: MAKI Praperadilankan 5 Kasus Mangkrak di KPK, dari Perkara Bank Century Hingga Bansos Covid-19
Uang itu merupakan fee dari jumlah 1 juta dolar AS yang dijanjikan Djoko.
Duit tersebut diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem Andi Irfan Jaya.
Djoko juga dinyatakan terbukti melakukan permufakatan jahat dengan Pinangki dan Andi Irfan Jaya dalam pengurusan fatwa MA.
Baca juga: Polri: Kelompok Teror Sebar Radikalisme Dibungkus Kebebasan Berpendapat
Djoko Tjandra terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 juncto Pasal 13 UU 31/1999.
Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.
Dalam menjatuhkan putusan hakim mempertimbangkan sejumlah hal.
Baca juga: Yaqut Cholil Qoumas Ingin Doa Semua Agama di Indonesia Dipanjatkan di Setiap Acara Kemenag
Untuk hal memberatkan Djoko Tjandra dinilai tidak mendukung pemerintah dalam mencegah dan memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
"Perbuatan dilakukan sebagai upaya untuk menghindari keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap."
"Penyuapan dilakukan ke penegak hukum," kata hakim Damis.
Baca juga: Rebut Hati Pemilih Perlu Effort Sangat Besar, PPP Tak Terganggu Kehadiran Partai Masyumi Reborn
Untuk hal meringankan, Djoko Tjandra dinilai bersikap sopan selama persidangan.
Djoko juga dinilai sudah berusia lanjut.
Dituntut 4 Tahun
Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
JPU menyatakan Djoko Tjandra terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa suap kepada pejabat penyelenggara negara.
"Menyatakan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata JPU saat membaca surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/3/2021).
Baca juga: Ali Kalora Diduga Ikut Tertembak Saat Kontak Senjata, Satgas Madago Raya Terus Mengejar
"Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan perintah terdakwa ditahan di rumah tahanan."
"Dan denda sejumlah Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan," sambungnya.
Adapun hal-hal yang dianggap memberatkan tuntutan antara lain Djoko Tjandra dianggap tidak mendukung program pemerintah, dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi.
Baca juga: Nurhadi Dituntut 12 Tahun Penjara, Kuasa Hukum: Tuntutan Ini Tidak Jujur dan Buruk
Sedangkan hal meringankan, Djoko Tjandra bersikap sopan selama jalannya proses persidangan.
"Hal-hal meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan," jelas jaksa.
Selain membacakan tuntutan, JPU juga menolak permohonan Djoko Tjandra untuk menjadi justice collaborator atas surat yang diajukan pada 4 Februari 2021.
Baca juga: Nurhadi Dituntut 12 Tahun Penjara, Boyamin Saiman: Idealnya 20 Tahun
Alasannya, karena Djoko Tjandra dianggap sebagai pelaku utama dalam kasus dugaan suap pejabat negara. Djoko Tjandra berposisi sebagai pihak pemberi suap.
"Menyatakan permohonan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra untuk menjadi justice collaborator tidak diterima."
"Joko Soegiarto Tjandra merupakan pelaku utama, sehingga permohonan justice colaborator tidak diterima," papar jaksa.
Baca juga: Sudah Sebulan Desa Pantai Harapan Jaya Muaragembong Terendam Banjir, Warga Beraktivitas Pakai Perahu
Terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Djoko Tjandra, didakwa menyuap Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari, sebanyak 500 ribu dolar AS, dari total janji 1 juta dolar AS.
Lewat suap itu, Djoko Tjandra bermaksud agar Pinangki menyelesaikan permasalahan hukum yang menjeratnya, dengan mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) lewat Kejaksaan Agung.
Tujuan penerbitan fatwa MA itu supaya pidana penjara selama 2 tahun yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009, tidak dieksekusi.
Baca juga: Meski RJ Lino Sudah 6 Tahun Jadi Tersangka, KPK Tetap Tak Mau Setop Kasus
Djoko Tjandra sepakat dengan usulan Pinangki terkait rencana fatwa MA tersebut.
Dengan argumen bahwa putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 atas kasus cessie Bank Bali yang menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun, tidak bisa dieksekusi.
Hal itu sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menyatakan hak untuk mengajukan PK hanya terpidana atau keluarganya.
Baca juga: Varian Virus Corona B117 Sudah Masuk Indonesia Sejak Beberapa Minggu Lalu, Kasus Impor
Akan tetapi, karena terdakwa Djoko Tjandra tahu status Pinangki sebagai jaksa, maka ia tidak mau melakukan transaksi secara langsung.
Kemudian, Pinangki menyanggupi menghadirkan pihak swasta, yaitu Andi Irfan Jaya, untuk bertransaksi dengan Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa MA.
Atas perbuatan menyuap penyelenggara negara, Djoko Tjandra diancam melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP. (Ilham Rian Pratama)