Sama Seperti PDIP, PKB Dukung Revisi UU Pemilu tapi Tetap Ingin Pilkada Digelar 2024
Menurutnya, UU 10/2016 tentang Pilkada belum perlu direvisi, karena belum dijalankan 100 persen.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi PKB Luqman Hakim menyatakan, partainya sejak awal mendukung revisi Undang-undang Pemilihan Umum, tanpa mengubah jadwal pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang digelar pada 2024.
Menurutnya, UU 10/2016 tentang Pilkada belum perlu direvisi, karena belum dijalankan 100 persen.
"Ketentuan jadwal pilkada serentak November 2024 yang diatur pada pasal 201 ayat 8 UU ini, beri kesempatan dipraktikkan terlebih dahulu.
Baca juga: Tak Takut Dihukum Mati, Edhy Prabowo: Lebih dari Itu Pun Saya Siap!
"Setelah itu, baru dilakukan evaluasi," kata Luqman melalui keterangan tertulis, Rabu (24/2/2021).
Luqman mengatakan, PKB menginginkan revisi UU Pemilu guna memperbaiki berbagai aturan pemilu.
UU Pemilu telah dilaksanakan 100 persen pada pemilu 2019, dan PKB telah melakukan evaluasi mendalam atas pelaksanaan Pemilu 2019.
Baca juga: Irjen Napoleon Bonaparte Bilang Langkah Cepat Polri Usut Kasus Djoko Tjandra Bikin Publik Curiga
"Kebutuhan melakukan revisi suatu undang-undang, dalam hal ini Undang-undang Pemilu, menurut PKB harus melihat dua aspek penting."
"Yakni, aspek substansi materi legislasi yang bersumber dari evaluasi Pemilu 2019, dan aspek prosedur dan mekanisme pembentukan undang-undang," ucapnya.
Luqman menjelaskan, pada aspek substansi materi legislasi, upaya revisi UU Pemilu penting dilakukan, dan harus mencakup masalah-masalah mendasar yang menjadi temuan kekurangan pada pelaksanaan Pemilu 2019.
Baca juga: Edhy Prabowo: Saya Bawa Atlet Sumbang 14 Medali Emas Asian Games, kenapa Itu Tidak Dihormati?
Satu di antara yang menjadi catatan, banyak penyelenggara pemilu yang meninggal dunia akibat aturan penghitungan suara yang harus selesai pada hari pemungutan suara.
"Sedangkan batas maksimum hak pilih tiap TPS masih sangat tinggi, yakni 500 pemilih dengan lima kertas suara."
"Beban penghitungan yang dibatasi waktu, menyebabkan banyak petugas KPPS kelelahan, sakit dan meninggal dunia," tuturnya.
Baca juga: Irjen Napoleon Bonaparte: Penghapusan Nama Djoko Tjandra Kewenangan Menkumham Atau Dirjen Imigrasi
Agar revisi UU ini dapat berjalan, lanjut Luqman, maka harus ada kesediaan pemerintah dan DPR untuk bersama-sama membahas revisi.
Sebuah UU tidak bisa dibahas dan diputuskan oleh satu pihak saja.
Oleh karena itu, Fraksi PKB dalam posisi siap membahas revisi UU Pemilu bersama pemerintah dan fraksi lain di DPR.
Baca juga: Kekebalan Tercipta Maksimal 28 Hari Setelah Penyuntikan Kedua, Jangan Lengah Meski Sudah Divaksin!
"Saya mendengar pemerintah tidak bersedia membahas revisi UU Pemilu karena sedang berkonsentrasi penuh untuk mengatasi pandemi Covid-19, dan memulihkan ekonomi nasional."
"Karena PKB bagian dari koalisi pemerintah, tentu kami mendukung sikap pemerintah."
"Tetapi, jika saat ini pemerintah sudah memiliki cukup kesempatan dan kesediaan untuk bersama DPR membahas revisi UU Pemilu, PKB tentu sangat gembira."
Baca juga: Anggap Dana Otsus Berkah Tuhan Melalui Pemerintah Pusat, Tokoh Papua Minta Penyelewengnya Dihukum
"Dan sangat siap menuntaskan pembahasan UU ini bersama fraksi-fraksi lain di DPR," paparnya.
Sebelumnya, PDIP menegaskan ingin pilkada tetap digelar pada 2024, bersamaan dengan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif.
Namun, PDIP membuka peluang revisi UU 17/2017 tentang Pemilu.
Hal itu disampaikan Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat saat menjadi narasumber dalam diskusi virtual rilis survei LSI bertajuk 'Evaluasi Publik Terhadap Kondisi Peluang Terhadap Kondisi Nasional dan Peta Awal Pemilu 2024', Senin (22/2/2021).
Baca juga: Polri Takkan Lakukan Penyelidikan Meski Ada Dugaan Penyimpangan Dana Otsus Papua, Ini Alasannya
"Jadi ini sikap dari kita ya."
"Untuk pilkada kita tetap di 2024, sedangkan untuk revisi Undang-undang 7/2017 kita buka peluang kemungkinan untuk direvisi."
"Dan itu juga secara konsisten kita sampaikan di Komisi II," tutur Djarot.
Baca juga: Relawan FPI Disuruh Copot Atribut Saat Bantu Korban Banjir, Kuasa Hukumnya Ogah Ambil Pusing
Djarot menjelaskan, alasan PDIP membuka peluang revisi UU Pemilu tapi berharap pilkada tetap digelar pada 2024, dalam rangka evaluasi Pemilu 2019 yang masih menyisakan sejumlah catatan serius, terutama jatuhnya korban jiwa dari petugas pemilu.
"Jadi sikap kita itu untuk UU Pilkada kita tetap ya kita lakukan 2024."
"Tapi kita membuka peluang untuk revisi UU 7/2017 tentang Pemilu."
Baca juga: Mantan Ketua KPK Busyro Muqqodas: Ada Kesamaan Orde Baru dengan Sekarang, Buzzer Dilegalkan UU ITE
"Mari kita akan sempurnakan ini lebih berkualitas, dan supaya pemilu kita bisa lebih mudah, tidak rumit, bisa lebih benar-benar mampu ya."
"Karena kemarin Pemilu 2019 banyak sekali terjadi kelelahan bagi penyelenggara pemilu pada saat penghitungan."
"Jadi, ini perlu kita evaluasi kembali ya," papar anggota Komisi II DPR itu.
Baca juga: Agar Tak Ada Lagi Korban Seperti Dirinya, Baiq Nuril Berharap Revisi UU ITE Terlaksana
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menegaskan sikap pemerintah yang tidak menghendaki revisi UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum.
Juga, UU 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-undang.
Pratikno mengatakan, undang-undang yang telah baik sebaiknya dijalankan.
Baca juga: Makin Banyak Masyarakat Saling Lapor ke Polisi, Jokowi Bakal Minta DRR Revisi UU ITE
"Pemerintah tidak menginginkan revisi dua undang-undang tersebut ya."
"Prinsipnya ya jangan sedikit-sedikit itu undang-undang diubah, yang sudah baik ya tetap dijalankan."
"Seperti misalnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu kan sudah dijalankan dan sukses."
Baca juga: Setuju Revisi UU ITE, Wakil Ketua DPR Sudah Jenuh dengan Pasal Pencemaran Nama Baik dan Penghinaan
"Kalaupun ada kekurangan hal-hal kecil di dalam implementasi ya itu nanti KPU melalui PKPU yang memperbaiki," kata Mensesneg di Gedung Utama Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (16/2/2021).
Terkait UU 10/2016, Mensesneg menegaskan dalam undang-undang tersebut diatur jadwal pelaksanaaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada November 2024.
Menurutnya, ketentuan tersebut sudah ditetapkan pada 2016, dan belum dilaksanakan, sehingga tidak perlu direvisi.
Baca juga: Biar Cepat dan Murah, Kuasa Hukum Minta Sidang Rizeq Shihab Digabungkan dengan 6 Tersangka Lain
"Jadi pilkada serentak Bulan November tahun 2024 itu sudah ditetapkan di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016."
"Jadi sudah ditetapkan di tahun 2016, dan itu belum kita laksanakan pilkada serentak itu."
"Masa sih undang-undang belum dilaksanakan terus kemudian kita sudah mau mengubahnya?"
Baca juga: Irjen Napoleon Bonaparte Dituntut 3 Tahun Penjara, Kuasa Hukum Nilai JPU Cuma Copy Paste Dakwaan
"Apalagi kan undang-undang ini sudah disepakati bersama oleh DPR dan Presiden, makanya sudah ditetapkan."
"Oleh karena itu, pemerintah tidak mau mengubah undang-undang yang sudah diputuskan tapi belum dijalankan," tuturnya.
Mensesneg berharap tidak ada narasi yang dibalik-balik terkait isu revisi kedua undang-undang tersebut, menjadi seakan-akan pemerintah mau mengubah keduanya.
Baca juga: Kasus Aktif Covid-19 di Indonesia Turun 15 Ribu dalam Sepekan, Ini Harapan Doni Monardo
"Tolong ini saya juga ingin titip ya, tolong jangan dibalik-balik seakan-akan pemerintah yang mau mengubah undang-undang."
"Enggak, pemerintah justru tidak ingin mengubah undang-undang yang sudah ditetapkan tetapi belum kita laksanakan. Kaitannya dengan pilkada serentak itu," paparnya.
Kemendagri: Jalankan Dulu Pilkada Serentak 2024, Baru Dievaluasi
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menanggapi usulan revisi UU 7/2017 tentang Pemilu, dan normalisasi pemilihan kepala daerah pada 2022 dan 2023.
Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar menegaskan, Pilkada Serentak 2024 merupakan amanat dan konsisten dengan undang-undang yang ada.
Oleh karena itu, pilkada akan konsisten dilaksanakan tahun 2024.
Baca juga: Maruf Amin: Vaksinasi Covid-19 Hukumnya Wajib Kifayah
“Kami berpendapat bahwa UU ini mestinya dijalankan dulu."
"Tentu ada alasan-alasan filosofis, ada alasan-alasan yuridis, ada alasan sosiologis."
"Dan ada tujuan yang hendak dicapai mengapa pilkada diserentakkan di tahun 2024,” kata Bahtiar lewat keterangan tertulis, Jumat (29/1/2021).
Baca juga: Edhy Prabowo Akui Doyan Minum Wine, Bayar Pakai Uang Sendiri yang Dikelola Asisten Pribadinya
Usai melakukan pertemuan di Kantor KPU, Jakarta Pusat, jelas Bahtiar, UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Wali Kota/Wakil Wali Kota, merupakan perubahan UU 1/2015.
Dalam perubahan tersebut, di antaranya mengamanatkan perubahan keserentakan nasional yang semula dilaksanakan pada 2020 menjadi 2024.
Perubahan tersebut, bukanlah tanpa dasar, melainkan telah disesuaikan dengan alasan yuridis, filosofis, hingga sosiologis.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 29 Januari 2021: 13.802 Pasien Baru, 10.138 Sembuh, 187 Meninggal
Dalam UU 1/2015 pasal 201 ayat 5 disebutkan bahwa ‘Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dilaksanakan pada hari dan bulan yang sama pada tahun 2020’.
Kemudian, dalam UU 10/2016 dalam pasal 201 ayat 8 menjadi ‘Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia."
"Dilaksanakan pada Bulan November 2024."
Baca juga: Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Pospera oleh Arya Sinulingga, Polda Jateng Periksa Saksi Kunci
“Oleh karenanya, mestinya pelaksanaan pemilihan kepala daerah tetap sesuai dengan UU yang ada."
"Yaitu dilaksanakan serentak di seluruh wilayah negara Indonesia pada tahun 2024,” tutur Bahtiar.
Dengan demikian, pelaksanaan pilkada serentak pada tahun 2024 merupakan amanat undang-undang yang perlu dilaksanakan, dan dievaluasi usai pelaksanaannya.
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 di Indonesia 29 Januari 2021: Dosis Satu 405.012 Orang, Dosis Dua 11.287
Sehingga, menurutnya evaluasi tersebut dapat menjadi dasar dalam menentukan apakah revisi perlu dilakukan atau tidak.
“UU tersebut mestinya dilaksanakan dulu."
"Nah, kalau sudah dilaksanakan nanti tahun 2024, dievaluasi."
Baca juga: Pemerintah Terapkan Karantina RT/RW, Sudah Lama Diperintahkan Jokowi tapi Tidak Dijalankan
"Hasil evaluasi itulah yang menentukan apakah UU Nomor 10 Tahun 2016 itu harus kita ubah kembali atau tidak."
"Nah, tetapi mestinya kita laksanakan dulu.”
“Jadi posisi kami terhadap wacana tersebut bahwa mari kita menjalankan UU yang ada sesuai dengan amanat UU itu."
Baca juga: Total 2.174 Pelamar, Tak Ada Satupun yang Lolos Seleksi Jadi Juru Bicara KPK
"UU Nomor 10 Tahun 2016 pasal 201 ayat 8, pilkada serentak kita laksanakan di tahun 2024,” tegas Bahtiar.
Terlebih, fokus pemerintah saat ini adalah menghadapi pandemi Covid-19, mengatasi berbagai persoalan dari aspek kesehatan, hingga dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan akibat pandemi.
“Hari ini fokus utama kita adalah bagaimana bisa cepat mengatasi masalah pandemi Covid-19."
Baca juga: Yakin Istrinya Tak Kecipratan Duit Suap Izin Ekspor Benur, Edhy Prabowo: Kan Anggota DPR, Punya Uang
"Alhamdulillah sekarang ini sudah ada vaksin."
"Itu prioritas kita sekarang adalah menyelamatkan masyarakat dan warga negara kita."
"Jadi tentu ada prioritas-prioritas yang harus kita lakukan,” tuturnya. (Chaerul Umam)