Calon Kapolri
Jika Jendral Bintang 2 Tertutup Jadi Kapolri, Siapa Komjen Paling Kuat untuk Kapolri, Ini Versi IPW
Peluang jenderal bintang dua Polri untuk masuk dalam bursa calon Kapolri telah tertutup usai penunjukkan Irjen Pol Petrus Golose jadi kepala BNN
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengganti Kepala BNN Komjen Heru Winarko yang memasuki masa pensiun menjadi Irjen Pol Petrus Golose sebagai pejabat barunya.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai penunjukkan tersebut secara tidak langsung mengubah bursa calon Kapolri ke depannya.
Menurut Neta, peluang jenderal bintang dua Polri untuk masuk dalam bursa calon Kapolri telah tertutup usai penunjukkan tersebut.
Baca juga: Dalam Waktu Dekat, Kompolnas Bakal Serahkan Lebih dari Satu Nama Calon Kapolri kepada Jokowi
Baca juga: Neta S Pane Sebut Istana Sudah Pegang Dua Nama Calon Kuat Kapolri Pengganti Idham Aziz
Neta menyebut ada 4 Komjen calon Kapolri, yakni Kabareskrim Listyo Prabowo, Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, Kabaharkam Komjen Agus Andrianto dan Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar.
"Padahal sebelumnya ada salah satu dari tiga jenderal bintang dua polri yang disebut sebut akan menjadi bintang tiga dan masuk dalam bursa calon Kapolri, yakni Irjen M Fadil (Kapolda Metro Jaya), Irjen Lufthi (Kapolda Jateng), dan Irjen Dofiri (Kapolda Jabar)," kata Neta dalam keterangannya, Rabu (23/12/2020).

Neta menuturkan pergantian Kepala BNN yang terlambat 23 hari dinilai sebagai strategi untuk mengulur waktu agar mengunci masuknya jenderal bintang dua untuk bisa ikut dalam bursa calon Kapolri.
Baca juga: Tira Persikabo Rayakan Hari Jadi Ke-47, PAS 1973: Semoga Semua Selalu Sehat
"Strategi ini sebenarnya adalah tindakan maladministrasi dimana seorang pejabat negara yang sudah pensiun tapi tak kunjung diganti. Kepala BNN Komjen Heru sebenarnya sudah pensiun sejak 1 Desember 2020 tapi tak kunjung diganti. Pergantian baru dilakukan pada 23 Desember ini," ungkapnya.
"Memang jika pergantian dilakukan pada akhir November lalu tentu sarat dengan manuver politik berbagai pihak. Sebab dalam pertarungan jenderal bintang dua itu melibatkan orang orang dekat elit kekuasaan, mulai dari Kapolri Idham Azis, Presiden Jokowi, dan kubu Pejaten. Sehingga tarik menariknya sangat kuat," sambungnya.
Dengan tertutupnya jenderal bintang dua masuk dalam bursa, kata dia, calon Kapolri saat ini hanya diisi para calon dari jenderal bintang tiga berpangkat Komjen.
Diperkirakan, pekan depan, baik Dewan Kebijakan Tinggi (Wanjakti) Polri maupun Kompolnas sudah memproses nama nama calon Kapolri untuk diserahkan kepada Presiden Jokowi.
Baca juga: VIDEO Rizky Billar Buka Usaha Sei Sapi Alias Daging Asap NTT, Buat Modal Nikahi Lesti Kejora?
"Dari nama-nama itu Jokowi akan memilih satu nama yang akan diserahkan ke DPR agar bisa dilakukan uji kepatutan oleh Komisi III.DPR sendiri saat ini masih reses dan baru akan mulai beraktivitas pada 11 Januari 2021," jelasnya.
Diperkirakan saat DPR memulai aktivitas, nama calon Kapolri sudah dikirimkan Istana Kepresidenan ke lembaga legislatif.
Dari informasi yang diperoleh IPW, kalangan istana kepresidenan sudah menjaring dua nama calon Kapolri.
"Yang satu jenderal bintang tiga senior dan satu lagi junior. Kedua nama itu akan dikaji lagi dengan masukan nama nama calon dari Wanjakti Polri maupun Kompolnas. Namun IPW memperkirakan Presiden Jokowi akan memilih figur jenderal senior sebagai Kapolri pengganti Jenderal Idam Azis," pungkasnya.
Baca juga: Siap-Siap CPNS 2021, Ini Daftar Instansi yang Tiap Tahun Sepi Peminat, Patut Jadi Incaran
4 Komjen Calon Kapolri
Meski diisukan terkait kasus Djoko Tjandra, Kabareskrim Listyo Prabowo tetap masuk 4 orang bursa Kapolri.
Tiga orang lainnya adalah Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, Kabaharkam Komjen Agus Andrianto dan Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch ( IPW) Neta S. Pane menilai Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar sebagai salah satu kuda hitam dalam bursa calon Kapolri pengganti Jenderal (Pol) Idham Azis.
Baca juga: Diduga Tengah Terjadi Perang 4 Geng Jelang Pergantian Kapolri, Gang Apa Saja Selain Gang Solo?
Baca juga: Diprediksi 2 Kali Gerbong Rotasi Sebelum Ganti Kapolri, Agung Setya Atau Petrus Golose Kepala BNN?
“Yang menjadi kuda hitam ini Boy Rafli,” kata Neta dalam program AIMAN yang ditayangkan KompasTV, Senin (30/11/2020).

Selain Boy, IPW melihat terdapat tiga komisaris jenderal (komjen) lainnya yang berpeluang kuat menggantikan Idham.
Salah satunya adalah Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo.
Menurut Neta, nama Listyo tetap masuk dalam bursa calon kuat Kapolri meski sempat mendapat serangan telak.
Baca juga: Selamat Datang Bulan Desember, Berikut Ini 11 Lagu yang Cocok Diputar Termasuk Lagu Soal Corona
Baca juga: Selamat Datang Bulan Desember 2020, Berikut Ini 25 Kutipan dan Motivasi Tentang Bulan Desember
Serangan yang dimaksud adalah ketika nama Listyo disebut oleh Irjen Napoleon Bonaparte, terdakwa kasus dugaan korupsi terkait kepengurusan red notice Djoko Tjandra, dalam persidangan.
Napoleon menyebut terdakwa Tommy Sumardi mengaku mengantongi restu Kabareskrim sebelum menemuinya.
Keterangan itu telah dibantah oleh pihak Tommy Sumardi dan oleh Listyo sendiri.
“Saya melihat bahwa pengakuan Napoleon Bonaparte ini, ini bisa menghancurkan citra dia (Listyo) untuk masuk dalam bursa (Kapolri),” tuturnya.
“Bantahan itu hal yang wajar tapi ketika nama dia dibuka dalam kasus itu di persidangan, ini serangan yang telak,” sambungnya.
Baca juga: Joshua March Ikut Terseret Kasus Video Syur Perempuan Mirip Gisella Anastasia, Benarkah?
Selain itu, dua nama lainnya yakni Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono dan Kabaharkam Komjen Agus Andrianto.
“Kalau nanti bintang dua tidak ada masuk menjadi bintang tiga, saya kira pertarungan ada di empat orang ini,” ucap Neta.
Tanggapan Listyo Prabowo
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo sendiri sudah merespons klaim terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte, yang menyeret namanya dalam persidangan kasus dugaan penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Listyo menyayangkan sekelas Napoleon yang jenderal bintang dua, mudah saja percaya dengan pengakuan oknum-oknum yang menyeret-nyeret seseorang untuk kepentingan pribadinya.
Seharusnya, kata Listyo, Napoleon mengonfirmasi untuk mencari kebenaran terkait klaim oknum tersebut kepada dirinya.
Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 27 November 2020: Rekor Baru Lagi! Pasien Positif Tambah 5.828
Pernyataan Napoleon sendiri juga tidak dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Kan dia jenderal bintang dua dan pejabat utama, seharusnya yang bersangkutan kroscek apakah betul TS (Tommy Sumardi) memang dapat restu dari saya."
"Agak aneh kalau ada orang yang membawa nama kita, dan orang itu langsung percaya begitu saja kalau mereka dekat dan mewakili orang itu," ujar Listyo kepada wartawan di Jakarta, Kamis (26/11/2020).
Baca juga: Mau Dipanggil Penyidik Rizieq Shihab Sakit, Kapolda: Positive Thinking Saja
Menurut Sigit, pernyataan Napoleon dinilai hanya menyesatkan kebenaran yang ada.
Seharunya, kata Listyo, yang bersangkutan fokus untuk menjawab substansi fakta-fakta konstruksi hukum yang ditemukan oleh penyidik Bareskrim Polri.
Tapi, hal itu tidak dilakukan oleh Napoleon.
Baca juga: Abu Bakar Baasyir Dikabarkan Sakit dan Dirawat, Tak Ada Penjagaan Ketat di RSCM
"Pihak TS juga sudah membantah pengakuan dari NB."
"Kami meyakini majelis hakim pasti akan melihat fakta yang sesungguhnya, mana yang suatu kebenaran dan mana hal yang mengada-ada," tutur Listyo.
Selain itu, kata Listyo, penghapusan red notice juga bukan kewenangan dari Bareskrim Polri, melainkan memang ranah dari Divisi Hubungan Internasional (Div Hubinter) Polri.
Baca juga: 52 Warga Kabupaten Bogor Positif Covid-19 per 26 November 2020, Zona Hijau Cuma di Tenjo
Napoleon sendiri menjabat sebagai Kadiv Hubinter Polri.
"Bareskrim tidak punya kewenangan memerintah Kadiv Hubinter menghapus red notice."
"Karena yang mengajukan red notice Kejaksaan, alasan yang tidak masuk akal pernyataan itu," tegas Listyo.
Baca juga: Terapis Wanita Ditemukan Tewas di Kamar Kontrakan, Dua Hari Sebelumnya Sakit
Sejak awal, kata Sigit, Bareskrim menyatakan komitmennya untuk mengusut tuntas siapapun yang terlibat dalam perkara Djoko Tjandra tersebut.
"Siapapun yang terlibat kami usut tanpa pandang bulu."
"Kalau kita terlibat kan logikanya sederhana, tak mungkin kita usut sampai ke akar-akarnya," beber Listyo.
Baca juga: Maruf Amin: Belum Ada Orang yang Mampu Tampil Sebagai Imam Umat Islam Indonesia
Sebelumnya, Irjen Napoleon Bonaparte dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus pengurusan red notice Djoko Tjandra, dengan terdakwa Tommy Sumardi.
Dalam kesaksiannya, Napoleon 'bernyanyi' soal kedekatan Tommy Sumardi dengan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Listiyo Sigit dan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Awalnya, Napoleon bercerita soal kedatangan Tommy Sumardi dengan Brigjen Pol Prasetijo Utomo ke ruangannya di TMMC Polri, pada April 2020.
Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 Indonesia 24 November 2020: Pasien Positif Melonjak 4.192 Jadi 506.302 Orang
Saat itu, kata Napoleon, Prasetijo diminta keluar oleh Tommy dari ruangnnya.
Di ruangan itu, tutur Napoleon, Tommy meminta kepadanya untuk menjelaskan status red notice Djoko Tjandra.
"Pada saat itu terdakwa menjelaskan maksud dan tujuan, untuk minta bantuan mengecek status red notice Djoko Tjandra."
Baca juga: Segera Perpanjang PSBB Pra AKB, Pemkab Bogor Bakal Perketat Izin Keramaian
"Lalu saya bertanya kepada terdakwa, saudara ini siapanya Djoko Tjandra? Lawyernya? Bukan."
"Keluarga? Bukan. Saudara apa Djoko? Saya temannya, jawab terdakwa," ucap Napoleon saat bersaksi di persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/11/2020).
Napoleon pun heran, Tommy Sumardi bisa membawa Prasetijo Utomo yang berpangkat brigjen.
Baca juga: Selain di Dunia Nyata, Konten Provokatif Seperti Baliho Rizieq Shihab di Media Sosial Bakal Dicopot
Tommy, tutur Napoleon, pun bercerita duduk perkaranya hingga bisa membawa Prasetijo bersamanya.
"Itu juga menjadi pertanyaan saya."
"Kok bisa ada orang umum membawa seorang brigjen pol untuk menemui saya, dan brigjen ini mau," kata Napoleon.
Baca juga: Peringatan Dini Cuaca Jabodetabek 24 November 2020: Cakung Hingga Cisauk Berpotensi Hujan Lebat
Napoleon lanjut bercerita, Tommy ke tempat Napoleon bersama Brigjen Prasetijo sudah atas restu Kabareskrim Polri Listyo Sigit.
Bahkan, kata Napoleon, saat itu Tommy menawarkan diri untuk menelepon Kabareksrim.
"Lalu dia bercerita, terdakwa yang mengatakan, ini bukan bahasa saya, tapi bahasa terdakwa pada saya."
Baca juga: DAFTAR 38 RUU yang Diusulkan Masuk Prolegnas Prioritas 2021, Ada HIP dan Perlindungan Tokoh Agama
"Menceritakan kedekatan beliau, bahwa ke tempat saya iini sudah atas restu Kabareskrim Polri. Apa perlu telepon beliau? Saya bilang tidak usah," ujarnya.
Napoleon lanjut bercerita, dirinya sedikit yakin dengan cerita Tommy saat itu, lantaran Tommy bisa membawa orang sekelas Brigjen Prasetijo Utomo bersamanya.
"Saya bilang Kabareskrim itu junior saya, tidak perlu."
Baca juga: Tak Ingin Ada Kegaduhan Baru, 4 Fraksi Menolak RUU HIP Masuk Daftar Prolegnas Prioritas 2021
"Tapi saya yakin bahwa kalau seorang Brigjen Pol Prasetijo Utomo dari Bareskrim dibawa ke ruangan saya, ini pasti ada benarnya," kata Napoleon.
Meski demikian, tutur Napoleon, dirinya masih sedikit tidak percaya dengan gerak-gerik Tommy saat itu.
Tak lama setelah itu, lanjut Napoleon, Tommy pun menelepon seseorang.
Baca juga: Putri Rizieq Shihab dan Suaminya Tak Hadiri Undangan Klarifikasi, Polisi Bilang Rugi Sendiri
Kali ini, ucap Napoleon, dia menelepon orang bernama Azis yang tak lain adalah Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Telepon Tommy pun diserahkan ke Napoleon.
"Terdakwa menelepon seseorang."
Baca juga: MK Minta Buruh Tawarkan Solusi Kekosongan Hukum Jika UU Cipta Kerja Diputuskan Inkonstitusional
"Setelah sambung, terdakwa seperti ingin memberikan teleponnya pada saya."
"Saya bilang, siapa yang anda telepon mau disambungkan pada saya?"
"Terdakwa mengatakan Bang Azis, Azis siapa? Azis Syamsuddin. Oh, Wakil Ketua DPR RI? Ya."
Baca juga: 71 Hari Operasi Yustisi Protokol Kesehatan, Denda Rp 5,7 Miliar Dikumpulkan dari Pelanggar
"Karena dulu waktu masih pamen saya pernah mengenal beliau, jadi saya sambung, assalamualaikum, selamat siang Pak Azis, eh bang apa kabar. Baik," bebernya.
Dalam pembicaraan antara Napoleon dan Azis, dirinya sempat meminta arahan terkait kedatangan Tommy Sumardi ke ruangannya.
"Ini di hadapan saya ada datang Pak Haji Tommy Sumardi, dengan maksud tujuan ingin mengecek status red notice."
Baca juga: Sebut Ada Upaya De-Soekarnoisasi, Megawati Minta Mendikbud Luruskan Sejarah Tragedi 1965
"Mohon petunjuk dan arahan, pak. Silakan saja, Pak Napoleon. Baik. Kemudian telepon ditutup, saya serahkan kembali."
"Menggunakan nomor HP terdakwa," tutur Napoleon sembari menirukan perbincangan tersebut.
Dalam pertemuan itu, lanjur Napoleon, Tommy Sumardi juga bercerita banyak soal kedekatannya dengan Kabareskrim Listyo Sigit.
Baca juga: Patroli di Tembagapura Papua, Anggota TNI Prada Hengky Sumarlin Zai Hilang Sejak 17 November 2020
"Beliau banyak menceritakan saya tentang kedekatannya dengan Kabareskrim."
"Termasuk bagaimana menjadi koordinator 6 dapur umum."
"Jadi saya lebih mafhum. Kalau ingin mengecek status red notice saya tidak punya posisi yang kuat."
Baca juga: Pekan Ini Kasus Covid-19 Naik 3,9 Persen, Jakarta Sudah 3 Minggu Masuk 5 Besar Penyumbang Tertinggi
"Pengecekan hanya bisa dilakukan atas hak asasi subjek red notice," paparnya.
Dalam sidang ini duduk sebagai terdakwa adalah Tommy Sumardi.
Tommy merupakan pengusaha yang membantu mengurus status buron yang melekat pada Djoko Tjandra.
Baca juga: Denda PSBB di Jakarta Barat Tembus Rp 1,5 Miliar, Rp 800 Juta dari Pelanggar Tak Bermasker
Caranya, dengan menjanjikan uang atau hadiah kepada penyelenggara negara, dalam hal ini adalah pejabat tinggi di Polri.
Tommy sekaligus menjadi perantara Djoko Tjandra untuk memberikan uang 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS kepada Irjen Pol Napoleon Bonaparte.
Serta, 150 ribu dolar AS kepada Brigjen Prasetijo Utomo
Data 4 Calon Kapolri
1. Wakapolri Gatot Edi (Akpol 88 A, lahir 28 Juni 65, masa dinas 30 bulan lagi, dan pernah menjadi Kapolda Metro Jaya).
2. Kabareskrim Sigit Listyo (Akpol 91, lahir 5 Mei 69, masa dinas 78 bulan lagi, dan pernah menjadi Kapolda Banten). Muncul kontroversial terhadap keberadaannya, di antaranya masa pensiun yg masih cukup lama, yakni hingga Mei 2027.
3. Kabaharkam Agus Andriyanto (Akpol 89, lahir 16 Feb 67, pernah menjadi Kapolda Sumut).
4. Kepala BNPT Boy Rafli (Akpol 88 B, lahir 25 Maret 1965, pernah menjadi Kapolda Banten dan Kapolda Papua).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "IPW: 4 Jenderal Bintang Tiga Masuk Bursa Calon Kapolri, Boy Rafli Amar Kuda Hitam", Penulis : Devina Halim
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul IPW: Penunjukkan Kepala BNN Tutup Peluang Jenderal Bintang 2 Ikut Bursa Calon Kapolri, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/12/23/ipw-penunjukkan-kepala-bnn-tutup-peluang-jenderal-bintang-2-ikut-bursa-calon-kapolri.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Theresia Felisiani