Omnibus Law

Buruh Unjuk Rasa Akbar Lagi pada 1 November 2020, Kapolda Metro Jaya: Jangan Bawa Covid-19 ke Rumah

Nana kembali mengingatkan agar aksi berjalan damai dan tertib serta tetap berharap massa yang berunjuk rasa tidak terlalu banyak.

Penulis: Budi Sam Law Malau |
WARTA KOTA/BUDI SAM LAW MALAU
Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana 

WARTAKOTALIVE, SEMANGGI - Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana mengatakan pihaknya akan senantiasa siap mengamankan dan mengawal aksi demonstrasi semua elemen masyarakat.

Termasuk, rencana aksi besar-besaran menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang akan digelar para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), 1 November mendatang.

Namun, Nana kembali mengingatkan agar aksi berjalan damai dan tertib serta tetap berharap massa yang berunjuk rasa tidak terlalu banyak.

Baca juga: Boyamin Saiman: Masa Puntung Rokok Bisa Bakar Seluruh Gedung? Bisa Juga Kan Ada Pembakar Bayaran?

"Sebab, kerumunan dalam aksi demo tetap berpotensi menyebarkan Covid-19 atau Virus Corona."

"Di mana saat ini di DKI tingkat penyebarannya walau mulai melandai, tapi masih sekitar seribu orang per harinya," kata Nana saat dikonfirmasi, Senin (26/10/2020).

Ia berharap peserta aksi sedapat mungkin tetap menerapkan protokol kesehatan, terutama menggunakan masker.

Baca juga: Buruh Bakal Gelar Unjuk Rasa Lagi pada 2 November 2020, Juga Minta Upah Minimum 2021 Naik 8 Persen

"Agar tidak membawa virus Covid-19 ke rumah masing-masing."

"Sebab mereka yang OTG atau orang tanpa gejala, diperkirakan masih banyak, dan ini cukup rentan menulari orang lain," tuturnya.

Walaupun begitu, kata Nana, pihaknya tidak bisa melarang aksi unjuk rasa karena dijamin undang-undang.

Baca juga: Warga Jakarta Diminta Belajar dari Lonjakan Kasus Covid-19 Akibat Libur Panjang, Tetaplah di Rumah

"Meskipun kami tidak mengeluarkan STTP atau surat tanda terima pemberitahuan, aksi unjuk rasa, kami tetap siap mengamankan dan mengawal aksi," paparnya.

Ia juga meminta peserta aksi mampu menjaga kelompoknya agar tidak disusupi perusuh.

"Sebab dari pengalaman yang sudah-sudah ada saja penyusup yang mencoba memancing kerusuhan terutama dari kelompok anarko," ujarnya.

Baca juga: Sidang Perdana Kasus Red Notice Djoko Tjandra Digelar 2 November 2020, Ini Nama Majelis Hakimnya

Karenanya, Nana memastikan petugas akan mengambil tindakan tegas kepada pihak-pihak yang melakukan aksi anarkis dalam setiap demonstrasi.

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, serikat buruh akan melakukan aksi nasional menolak UU Cipta Kerja, bila UU tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo.

Aksi penolakan UU Cipta Kerja di Jakarta, kata Said, akan dilaksanakan pada Senin 2 November 2020, dan dipusatkan di kawasan Istana serta Mahkamah Konstitusi.

"Sebelumnya saya mengatakan tanggal 1 November 2020."

Baca juga: Joko Prihatin Tak Jadi Tersangka Kebakaran Gedung Kejagung, Uang Rp 100 Juta Ditabung Sejak Lama

"Ternyata tanggal 1 adalah Hari Minggu, jadi yang benar adalah 2 November, Hari Senin," ujar Said lewat keterangan tertulis, Senin (26/10/2020).

KSPI memperkirakan Presiden akan menandatangani UU Cipta Kerja dan penomorannya paling lambat pada 28 Oktober.

Sementara tanggal 29 - 31 Oktober ada libur panjang, sehingga KSPI, KSPSI AGN, dan 32 federasi/konfederasi serikat buruh akan menyerahkan berkas judicial review ke Mahkamah Konstitusi pada 2 November 2020.

Baca juga: Buruh Bangunan yang Merokok Sambil Merenovasi Gedung Kejaksaan Agung Dipekerjakan Tak Resmi

Saat penyerahan berkas judicial itulah, kata Said, buruh melakukan aksi nasional dengan tuntutan agar Mahkamah Konstitusi membatalkan omnibus law UU Cipta Kerja.

Serta, meminta Presiden untuk mengeluarkan Perpu untuk membatalkan UU Cipta Kerja tersebut.

"Aksi nasional buruh pada 2 November tersebut dilakukan serempak di 24 provinsi dan 200 kabupaten/kota yang diikuti ratusan ribu buruh."

Baca juga: Pemerintah Diminta Ubah Paradigma, Bukan Mengakhiri tapi Kendalikan Pandemi Covid-19

"Sedangkan aksi di Istana dan Mahkamah Konstitusi diikuti puluhan ribu buruh," papar Said.

Selain itu, KSPI juga akan melakukan aksi nasional serempak di 24 provinsi pada 9-10 November yang diikuti ratusan ribu buruh.

Aksi tersebut menuntut DPR harus melakukan pencabutan omnibus law UU Cipta Kerja melalui proses legislative review, sesuai mekanisme UUD 1945 pasal 20, 21, dan 22A serta UU PPP.

Baca juga: Ini yang Bikin Polisi Yakin Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung Tak Disengaja Meski Semua CCTV Hangus

Aksi pada 9-10 November 2020 juga akan menuntut kenaikan upah minimum 2021 sebesar 8% di seluruh Indonesia, dan menolak tidak adanya kenaikan upah minimum 2021.

Dijelaskan Said Iqbal, aksi nasional tersebut serempak dilakukan di 24 provinsi dan melibatkan 200 kabupatenn/kota.

Antara lain Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang Raya, Serang, Cilegon, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang, Indramayu, Cirebon, Bandung Raya, Cimahi, Cianjur, Sukabumi, Semarang, Kendal, Jepara, Surabaya, Mojokerto, Pasuruan, Sidoarjo, dan Gresik.

Baca juga: Karier Achmad Yurianto Makin Meroket Setelah Jadi Jubir, Kini Jabat Staf Ahli Menteri Kesehatan

Aksi juga akan dilakukan di Jogja, Banda Aceh, Medan, Deli Serdang, Batam, Bintan, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu, Lampung, Makassar, Gorontalo, Bitung, Kendari, Morowali, Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Lombok, Ambon, Papua, dan sebagainya.

"Aksi KSPI dan serikat buruh lainnya ini adalah aksi anti kekerasan 'non violence'."

"Aksi ini diselenggarakan secara terukur, terarah dan konstitusional."

Baca juga: 22 Warga Kabupaten Bogor Jadi Pasien Baru Covid-19 per 23 Oktober 2020, Cigudeg Balik ke Zona Merah

"Aksi tidak boleh anarkis dan harus damai serta tertib," paparnya. (*)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved