Kasus Dana Hibah KONI

Kecewa Keluarga Santri Tercoreng, Imam Nahrawi Pertimbangkan Banding Vonis Hakim

Tim penasihat hukum Imam Nahrawi mempertimbangkan mengajukan upaya hukum banding terhadap putusan majelis hakim.

Penulis: |
Kompas.com/ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi (tengah) mengenakan rompi orange usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Jumat, (27/9/2019). Imam Nahrawi ditahan KPK dalam kasus dugaan suap dana hibah dari pemerintah terhadap KONI melalui Kemenpora. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Tim penasihat hukum mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mempertimbangkan mengajukan upaya hukum banding terhadap putusan majelis hakim.

Majelis hakim menjatuhkan vonis pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Imam Nahrawi.

Putusan dibacakan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/6/2020).

Jokowi Ungkap 7 Perusahaan Asing Relokasi Pabrik ke Indonesia, 5 Diantaranya Asal Cina

Upaya mengajukan banding itu setelah tim penasihat hukum berkonsultasi dengan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), setelah sidang pembacaan putusan itu berlangsung.

"Semangatnya ke sana. Tetapi, ini masih berproses selama 7 hari."

"Kemungkinan-kemungkinan akan ke sana, karena beliau sampaikan pokoknya kami terus berjuang," kata Wa Ode Nur Zaenab, penasihat hukum Imam Nahrawi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (30/6/2020).

Anis Matta Minta Pemerintah Atasi Tiga Jebakan Ini Jika Indonesia Tak Ingin Jadi Negara Gagal

Tim penasihat hukum merasa kecewa terhadap putusan tersebut.

"Jadi saya bisa memahami kekecewaan beliau. Beliau nih orang santri, keluarga santri tentu nama baik keluarga tercoreng."

"Jadi itu beliau merasa sedih nama baik keluarga sebagai keluarga santri tercoreng," ujarnya.

Berkas Tuntutan Terdakwa Penyerang Novel Baswedan Ternyata Tak Pernah Sampai ke Meja Jaksa Agug

Dia menilai tidak ada alat bukti yang dijadikan sebagai dasar majelis hakim memutus perkara.

Dia mengklaim majelis hakim memutus perkara hanya berdasarkan petunjuk yang didapat di persidangan.

"Sementara, fakta yang ada di persidangan tidak ada saksi yang menyatakan Pak Imam Nahrawi menerima uang atau melakukan komunikasi-komunikasi terkait proposal KONI."

Jangan Tunggu Diganti, Pimpinan DPD Sarankan Menteri Berkinerja Jelek Mundur

"Dan semalam saya mencatat beberapa kali majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya tidak adanya pemberian kepada Imam Nahrawi," paparnya.

Seharusnya, dia menambahkan, alat bukti petunjuk itu diperoleh dari alat-alat bukti yang diatur di Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Jadi tidak mungkin kemudian orang dihukum karena petunjuk."

Lebih Efektif, Jokowi Minta Pemerintah Daerah Isolasi Kampung Ketimbang Karantina Kota

"Bukti petunjuk itu rangkain dari alat bukti, ada saksi, ada surat, ada ahli."

"Nah, dalam persidangan Imam Nahrawi, tidak ada alat bukti baik itu," tambahnya.

Sebelumnya, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mempertimbangkan mengajukan upaya hukum banding terhadap vonis dari majelis hakim.

Menkes Terawan Rawan Digusur karena Tak Didukung Parpol dan Kinerja Tak Memuaskan

Majelis hakim menjatuhkan vonis pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Imam Nahrawi.

Politikus PKB itu meminta KPK agar aliran dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) sebesar Rp 11,5 miliar, diungkap.

 UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 29 Juni 2020: Pasien Positif Jadi 55.092 Orang, Sembuh 23.800

"Kami mohon izin, melanjutkan pengusutan (perkara) aliran dana Rp 11,5 miliar dari KONI kepada pihak-pihak yang nyata-nyata tertera di BAP (Berita Acara Pemeriksaan)."

"Yang tidak diungkap di sini," kata Imam Nahrawi di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/6/2020).

Setelah meminta aliran dana itu untuk diungkap, Rosmina, ketua majelis hakim, sempat menegur Imam Nahrawi karena berbicara di luar konteks.

 Sidang Vonis Kasus Penganiayaan Novel Baswedan Digelar 16 Juli 2020, Hakim Diminta Independen

Semula, Rosmina meminta Imam Nahrawi menyampaikan keterangan apakah menerima vonis tersebut atau tidak.

"Terdakwa hanya mempunyai hak (menjawab) menerima, pikir-pikir, apa banding (terhadap putusan)," kata Rosmina.

Namun, Imam Nahrawi kembali menegaskan agar aliran dana Rp 11,5 miliar tersebut diungkap.

 Kabar Baik! Sudah Sebulan Lebih Tidak Ada Pasien Meninggal Akibat Covid-19 di Kota Bekasi

Dia mengklaim tidak menerima sepeser pun uang tersebut.

"Fakta sudah ada Yang Mulia. Tentu, kami mempertimbangkan ini dibongkar ke akar-akarnya."

"Saya, demi Allah dan Rasulullah tidak pernah menerima Rp 11,5 miliar. Yang Mulia mempunyai pertimbangan itu, saya hormati," ujarnya.

 Penasihat Hukum Terdakwa: Buat Apa Jujur dan Akui Perbuatan Bila Masih Dituntut Hukuman Berat?

Imam Nahrawi mengaku akan mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding.

"Kami pikir-pikir. Tentu akan berusaha agar Rp 11,5 miliar dari dana KONI bisa dibongkar."

"KPK mendengar, media mendengar. Fakta hukum sudah pernah terungkap dan mohon tidak didiamkan," tambahnya.

 Divisi Hukum Polri Siap Bela Novel Baswedan Jika Diminta

Imam Nahrawi memakai kemeja berwarna putih, peci berwarna hitam, dan kacamata.

Terlihat, kedua bola mata Imam Nahrawi bengkak.

Sebelumnya, Imam Nahrawi divonis pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 3 bulan kurungan.

 Kuasa Hukum Penyerang Novel Baswedan: Banyak Tak Tahu Fakta Persidangan Namun Seenaknya Komentar

Majelis hakim membacakan amar putusan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/6/2020).

Imam Nahrawi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut.

Hal itu terkait pemberian dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), serta penerimaan gratifikasi.

 LIVE STREAMING Sidang Kasus Novel Baswedan Diserang, Perkara Sarang Burung Walet Dibawa-bawa Lagi

"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut."

"Sebagaimana diancam dakwaan kesatu dan kedua," kata Rosmina, hakim ketua saat membacakan amar putusan.

Selain pidana pokok, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti.

 PKS Dikabarkan Masuk Koalisi, Mardani Ali Sera: Kami Istikamah Oposisi, Demokrasi Mesti Diselamatkan

Imam Nahrawi Nahrawi diperintahkan membayar uang sebesar Rp 18,1 miliar.

Mengingat Imam Nahrawi sebagai politikus dan pernah menjabat sebagai menteri, maka mencabut hak untuk dipilih menempati jabatan publik selama 4 tahun setelah selesai menjalani hukuman pidana.

Sedangkan upaya pengajuan sebagai justice collaborator yang diajukan Imam Nahrawi ditolak majelis hakim.

 564 Komisaris Rangkap Jabatan di BUMN dan Anak Perusahaannya, Berpotensi KKN

Imam Nahrawi didakwa menerima suap bersama-sama dengan asisten pribadinya, Miftahul Ulum, sebesar Rp 11,5 miliar dan gratifikasi Rp 8,64 miliar.

Pada sidang pembacaan tuntutan, jaksa penuntut umum menuntut Imam Nahrawi pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Imam Nahrawi juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp 19,1 miliar dan mencabut hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik selama lima tahun terhitung, sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok.

Pengajuan JC Ditolak

Upaya Imam Nahrawi mengajukan permohonan sebagai justice collaborator ditolak majelis hakim.

Politikus PKB itu mengaku alasan mengajukan diri sebagai pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum atau justice collaborator, untuk membongkar aliran dana Rp 11,5 miliar terkait kasus pemberian dana hibah Kemenpora kepada KONI.

"Menolak permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa," kata Rosmina, ketua majelis hakim, saat membacakan amar putusan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/6/2020).

 Jokowi Ancam Reshuffle Kabinet, PKS: Jangan Berhenti di Pernyataan, Sepekan Mesti Ada Tindak Lanjut

Sementara, menurut anggota majelis hakim, Muslim, Imam Nahrawi tidak memenuhi syarat untuk mengajukan JC.

"Mempertimbangkan permohonan JC yang diajukan melalui surat 19 Juni 2020 dengan alasan ingin mengungkap aliran hibah Rp 11,5 miliar."

"Berdasarkan SEMA 04 Tahun 2011, syarat untuk menjadi adalah bukan pelaku utama, sehingga tidak cukup syarat untuk menjadi JC terhadap terdakwa," jelas Muslim.

 UPDATE 29 Juni 2020: RS Wisma Atlet Rawat 614 Pasien Positif Covid-19, di Pulau Galang 19 Orang

Majelis hakim memutuskan Imam Nahrawi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut terkait pemberian dana hibah Kemenpora kepada KONI, serta penerimaan gratifikasi.

Selain pidana pokok, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Imam Nahrawi Nahrawi diperintahkan membayar uang senilai Rp 18,1 Miliar.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai sejumlah hal memberatkan untuk Imam Nahrawi.

 Jokowi: Jangan Sampai Terjadi Lagi Perebutan Jenazah Pasien Covid-19 oleh Keluarga!

Hal memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi.

Terdakwa adalah pimpinan tertinggi kementerian yang seharusnya menjadi panutan, dan terdakwa tidak mengakui perbuatan.

Sedangkan hal meringankan adalah terdakwa bersikap sopan, kepala keluarga, mempunyai tanggung jawab anak-anak yang masih kecil, dan belum pernah dihukum.

 Jokowi Ancam Reshuffle Kabinet, Menteri yang Kinerjanya Jeblok Tak Bakal Bisa Tidur

Sebelumnya, Imam Nahrawi didakwa menerima suap bersama-sama dengan asisten pribadinya, Miftahul Ulum, sebesar Rp 11,5 miliar dan gratifikasi Rp 8,64 miliar.

Pada sidang pembacaan tuntutan, jaksa penuntut umum menuntut Imam Nahrawi pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Imam Nahrawi juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp 19,1 miliar dan mencabut hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik selama lima tahun, terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok. (*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved