Prakiraan Cuaca
Cuaca Jumat 19 Juni 2020 Jakarta Berawan pada Siang, BMKG: Waspada Hujan Petir di Jakbar dan Jaksel
Prakiraan cuaca di Jakarta Jumat 19 Juni 2020 siang nanti seluruh wilayah Jakarta diprediksi berawan kecuali Jakbar dan Jaksel diprediksi hujan sedang
WARTAKOTALIVE.COM, PALMERAH - Berdasarkan prakiraan cuaca di Jakarta Jumat 19 Juni 2020 siang nanti, seluruh wilayah Jakarta diprediksi berawan kecuali Jakbar dan Jaksel diprediksi hujan sedang.
Sebaliknya pada prakiraan cuaca di Jakarta Jumat 19 Juni 2020 malam nanti, seluruh wilayah Jakarta diprediksi hjan ringan berawan kecuali Jaksel dan Jaktim diprediksi berawan.
Sedangkan pada prakiraan cuaca di Jakarta Jumat 19 Juni 2020 dini hari nanti, seluruh wilayah Jakarta diprediksi berawan.

Pihak Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui situsnya bmkg.go.id pada prakiraan cuaca di Jakarta Jumat 19 Juni 2020 menyampaikan peringatan dini potensi hujan disertai petir wilayah Jakarta.
"Waspada potensi hujan disertai kilat/petir dengan durasi singkat di wilayah Jakbar dan Jaksel pada sore dan malam hari," tulis BMKG dalam situsnya.
Secara keseluruhan dari prakiraan cuaca di Jakarta Jumat 19 Juni 2020, rentang suhu udara Jakarta berkisar 23-34 derajat Celsius.
Hujan Guyur Bogor, Depok, dan Tangerang pada Siang Hari Nanti

Sementara itu prakiraan cuaca di Bodetabek Jumat 19 Juni 2020 siang nanti, hujan ringan terjadi di Bogor diikuti Depok dan Tangerang, sedangkan Bekasi diprediksi cerah berawan.
Begitupun pada prakiraan cuaca di Bodetabek Jumat 19 Juni 2020 malam nanti, hujan ringan terjadi di Bogor, Depok dan Bekasi diprediksi berawan, sedangkan Tangerang diprediksi cerah berawan.
Keadaan serupa terjadi pada prakiraan cuaca di Bodetabek Jumat 19 Juni 2020 dini hari nanti, cuaca berawan terjadi di Bogor, Depok, dan Bekasi, sedangkan Tangerang diprediksi cerah berawan.
Pihak BMKG pada prakiraan cuaca di Bodetabek Jumat 19 Juni 2020 menyampaikan peringatan dini potensi hujan disertai angin dan petir di wilayah Bogor dan di luar Bodetabek.
"Waspada potensi hujan bersifat lokal yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang dalam durasi singkat di wilayah Kab Bogor, Kab Cianjur pada waktu siang/sore hingga menjelang malam hari," tulis BMKG pada situsnya.
Berdasarkan prakiraan cuaca di Bodetabek Jumat 19 Juni 2020, suhu udara di Bogor 19-31 derajat Celsius, Depok 21-31 derajat Celsius, Tangerang 23-33 derajat Celsius, dan Bekasi 23-33 derajat Celsius. (*)
Beberapa Hari Terakhir Cuaca Panas dan Gerah, Begini Penjelasan BMKG

Masyarakat mengeluhkan kondisi gerah dan panas dalam beberapa hari terakhir.
Terkait hal tersebut, berikut ini penjelasan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Menurut Herizal, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, suasana gerah secara meteorologis disebabkan suhu udara yang panas disertai kelembapan udara yang tinggi.
• Sambut New Normal, Kementerian Perhubungan Bakal Naikkan Tarif Angkutan Darat
Kelembapan udara yang tinggi menyatakan jumlah uap air yang terkandung pada udara.
Semakin banyak uap air yang dikandung dalam udara, maka akan semakin lembap udara tersebut.
Dan apabila suhu meningkat akibat pemanasan matahari langsung karena berkurangnya tutupan awan, suasana akan lebih terasa gerah.
• Laki-laki 63,30 Persen Rentan Meninggal Akibat Covid-19, Wanita 36,70 Persen
Laporan pencatatan meteorologis suhu maksimum udara (umumnya terjadi pada siang atau tengah hari) di Indonesia dalam 5 hari terakhir, berada dalam kisaran 34 - 36°C.
Beberapa kali suhu udara >36°C tercatat terjadi di Sentani, Papua.
Di Jabodetabek, pantauan suhu maksimum tertinggi terjadi di Soekarno/Hatta 35°C, Kemayoran 35°C, Tanjung Priok 34,8°C, dan Ciputat 34,7°C.
• Ini Kriteria Daerah yang Bakal Terapkan New Normal, Wilayah Bebas Covid-19 Juga Termasuk
Demikian juga wilayah lain di Jawa, siang hari di Tanjung Perak suhu udara terukur 35°C.
Wilayah perkotaan terutama di kota besar umumnya memiliki suhu udara yang lebih panas dibandingkan bukan wilayah perkotaan.
"Catatan kelembapan udara menunjukkan sebagian besar wilayah Indonesia berada pada kisaran >80% - 100%, yang termasuk berkelembapan tinggi," tutur Herizal.
• Jokowi Minta Standar Baru di Industri Pariwisata, Prioritaskan Wisatawan Domestik
Fenomena udara gerah sebenarnya adalah fenomena biasa pada saat memasuki musim kemarau.
Untuk Jabodetabek, periode April-Mei adalah bulan-bulan di mana suhu udara secara statistik berdasarkan data historis memang cukup tinggi, selain periode Oktober-November.
Pada musim kemarau, suhu udara maksimum di Jakarta umumnya berada pada rentang 32-36°C.
• Minimarket di Menteng Dibobol Maling, Pelaku Cuma Gondol Rokok dan Susu
Udara panas gerah juga lebih terasa bila hari menjelang hujan.
Karena, udara lembap melepas panas laten dan panas sensibel yang menambah panasnya udara akibat pemanasan permukaan oleh radiasi matahari.
Perkembangan musim kemarau hingga Pertengahan Mei 2020 menunjukkan 35% wilayah Zona Musim (ZOM) sudah memasuki musim kemarau.
• Pilkada di Masa Pandemi, KPU Usulkan Alat Coblos Mirip Tusuk Gigi dan Tinta Tetes Atau Semprot
Di antaranya sebagian besar wilayah di NTT dan NTB, sebagian Jawa Timur bagian selatan, dan sebagian Jawa Tengah bagian utara dan timur.
Lalu, sebagian Jawa Barat bagian utara dan timur serta Bekasi bagian utara, Jakarta bagian utara, dan sebagian daerah Papua dan Maluku.
Masyarakat diimbau tidak panik dengan suasana gerah yang terjadi, tetapi tetap perlu menjaga kesehatan dan stamina sehingga tidak terjadi dehidrasi dan iritasi kulit.
• Kapolri Hingga Jokowi Kena Imbas, Terdakwa Penyerang Novel Baswedan Merasa Bersalah
Banyak minum dan makan buah segar sangat dianjurkan.
Termasuk, memakai tabir surya sehingga tidak terpapar langsung sinar matahari yang berlebih, dan lebih banyak berdiam dirumah pada saat pemberlakuan PSBB.
"Terus ikuti pembaharuan informasi BMKG terkait perkembangan musim, informasi prediksi cuaca dan iklim."
"Indeks kualitas udara, dan kadar sinar ultraviolet matahari yang baik dan merusak bagi tubuh kita," papar Herizal, dikutip dari laman bmkg.go.id. (*)
Waspada 54 Titik Rawan Ruas Jalan Jakarta Rawan Tergenang Akibat Hujan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat ada 54 titik genangan yang terjadi di wilayah setempat akibat curah hujan tinggi, Jumat (24/1/2020) siang.
Titik genangan paling banyak berada di wilayah Jakarta Utara sebanyak 28 titik.
Kepala BPBD DKI Jakarta Subejo mengatakan, ketinggian air bervariasi dari 10 sentimeter hingga 70 sentimeter.
Genangan air yang paling tinggi terjadi di Jalan DI Panjaitan, Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur tepatnya di depan Park Hotel Cawang.
• MALAM Pertama Vanessa Angel-Bibi Ardiansyah Akhirnya Diungkap, Simak Gaya Bibi Saat Cerita Vanessa
• Bandara Soekarno-Hatta Jawab Tamparan Keras Wali Kota Tangerang soal Maraknya Pengangguran
• VANESSA Angel Ajak Suami Bikin Dosa di Dapur Siang Hari, Lihat Pakaian dan Gayanya Bikin Salfok
• UPDATE Raja Keraton Agung Sejagat Pernah Tinggal di Pinggir Rel Kereta Ancol
“Di sana ketinggian airnya dari pukul 10.20 mencapai 60-70 sentimeter,” kata Subejo kepada wartawan pada Jumat (24/1/2020) siang.
Menurut dia, genangan air yang melanda sejumlah ruas jalan raya ini dipicu oleh curah hujan yang tinggi.
Drainase yang ada tidak mampu menampung tingginya debit air hujan, sehingga air meluap ke jalan-jalan.
“Pompa portable dan petugas kami kerahkan di titik-titik tersebut untuk mempercepat penyusutan genangan,” ujarnya. (faf)
Data Titik Genangan:
Jakarta Utara
1. Jalan Madya Kebantenan, Semper Timur, Cilincing
2. Jalan Peralihan Sungai Begog, Semper Timur, Cilincing
3. Jalan Komplek Dewa Kembar, Semper Timur, Cilincing
4. Kampung Sawah, Semper Timur, Cilincing
5. Jalan Arteri Marunda, Semper Timur, Cilincing
6. Jalan Madyar Semper, Semper Timur, Cilincing
7. Jalan Mahoni, Lagoa, Koja
8. Jalan Parang Tritis Raya, Ancol, Pademangan
9. Jalan Pedongkelan, Cilincing
10. Jalan Bulak Cabe, Cilincing
11. Jalan Cilincing Bhakti, Cilincing
12. Jalan Cilincing Lama, Cilincing
13. Jalan Bhakti, Cilincing
14. Jalan Mangga Dua Raya, Pademangan
15. Jalan Cilincing Baru, Cilincing
16. Jalan Gedong Panjang, Penjaringan
17. Jalan Wacung, Penjaringan
18. Jalan Marlina, Penjaringan
19. Jalan Pluit Sakti, Penjaringan
20. Jalan Agung Karya, Penjaringan
21. Jalan Gaya Motor, Tanjung Priok
22. Jalan Griya Agung, Tanjung Priok
23. Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok
24. Jalan Kenanga, Tanjung Priok
25. Jalan Boulevard Artha Gading
26. Jalan Danau Sunter Barat
27. Jalan HBR Motik, Pademangan
28. Jalan Gunung Sahari, Pademangan
Jakarta Pusat
1. Jalan Letjen Suprapto, Cempaka Putih
2. Underpass Gandhi, Kemayoran
3. Jalan Juanda III, Gambir
4. Jalan Batu Tulis, Gambir
5. Jalan Batu Ceper, Gambir
6. Jalan Pecenongan Raya, Gambir
7. Jalan Sukarjo Wiryopranoto, Gambir
8. Jalan Prajurit KKO Usman dan Harun, Senen
9. Jalan Gajah Mada, Gambir
10. Jalan Kateral, Sawah Besar
11. Jalan Lapangan Benteng, Sawah Besar
12. Jalan Kramat Jaya, Johar Baru
13. Jalan Agus Salim, Menteng
14. Jalan Dakota
Jakarta Barat
1. RW 05, Cengkareng
2. RW 12, Cengkareng
3. Jalan Daan Mogot KM 14, Cengkareng
Jakarta Timur
1. Jalan Pisangan Baru, Matraman
2. Jalan DI Panjaitan, Jatinegara
3. Jalan Kesatrian, Matraman
4. Jalan Pemuda, Pulogadung
5. Jalan Pisangan Timur, Matraman
6. Jalan DI Panjaitan, Kramat Jati
Jakarta Selatan
1. Jalan Gudang Peluru Raya, Tebet
2. Jalan Tebet Utara
3. Jalan Subur Dalam, Setiabudi
TOA Peringatan Banjir Tak Berfungsi, Ketua RT: Sampai Sekarang Tidak Diperbaiki
KETUA RT 08/010, Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kristanto, mengeluh akibat tak berfungsinya alat informasi peringatan banjir atau Disaster Warning System (DWS).
Alat itu tidak berfungsi saat banjir jakarta melanda pada tahun baru.
• UPDATE Raja Keraton Agung Sejagat Pernah Tinggal di Pinggir Rel Kereta Ancol
• Jadi Satu-satunya Wali Kota yang Dipanggil Jokowi ke Istana, Begini Tanggapan Rahmat Effendi
• Warga Nilai Pemkot Bekasi Lambat Lakukan Penanganan Banjir, Ini Penjelasan Wali Kota
Ia mengatakan, alat peringatan berbentuk TOA yang terpasang sejak Agustus 2019 itu sempat berfungsi sebagaimana mestinya saat banjir melanda di bulan Oktober 2019 silam.
Namun, saat banjir besar melanda lingkungannya di awal Tahun 2020, alat tersebut seakan rusak dan tak menginformasikan datangnya banjir kepada warga.
Hingga banjir tersebut berdampak akan 54 kepala keluarga dengan total 178 jiwa terpaksa mengungsi dan kehilangan harta benda.
• UPDATE Wali Kota Depok Imami Solat Jenazah Korban Kecelakaan Bus Rombongan Kader Posyandu
• Yasamin Jasem Muntah Darah sampai Tepar saat Syuting Film Mangkujiwo, Ini Katanya
• UPDATE Penambangan dan Penebangan Liar Penyebab Bencana di Kab Bogor
"Biasanya kalau air sudah tinggi ada informasi. Tapi ini enggak bunyi," kata Kristanto saat ditemui di kediamannya, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Senin (20/1/2020).
Menurutnya, informasi yang diterima terkait peningkatan air maupun prediksi banjir hanya diterimanya melalui media sosial yang dipantau oleh struktur organisasi warga.
Oleh karenanya, tak aktifnya alat sesuai dengan fungsinya sangat disesali olehnya maupun warga lingkungannya.
• Tak Sanggup Menulis Lagi, Rano Karno Tegaskan Cinta Si Doel Berakhir
• Izinkan Suami Menikah Lagi, Ria Irawan: Kalau Cari Pengganti yang Lebih Kaya dari Gue
• Ziarah ke Makam Benyamin Sueb, Rano Karno: Babeh Kayak Orangtua Sendiri
Ia pun telah menyampaikan keluhan tersebut kepada perangkat lurah setempat untuk dapat mengebalikan fungsi dari DWS itu.
"Kemarin waktu Pak Lurah Cipulir, Sugianto kerja bakti sudah ngomong (terkait DWS tak berfungsi). Katanya mau ditindaklanjuti, tapu belum ada pengecekan sama sekali," keluhnya.
Sementara itu, Kiki selaku warga di lingkungan tersebut turut mengeluhkan hal yang sama.
• Mita The Virgin Minta Ahmad Dhani Tetap Bermusik Setelah Keluar dari Penjara, Ini Alasannya
• Kuasa Hukum Mulan Jameela Tanggapi Niat Polda Jawa Timur yang Akan Memanggil Kliennya
• TERUNGKAP Ahmad Dhani Sebut Firasat Buruk Mulan Jameela Jadi Anggota DPR RI, Ini Alasannya
Menurutnya, keberadaan alat DWS tak dapat membantu wrga yang kerap terdampak banjir. Pasalnya, alat sama sekali tidak berbunyi meski air sidah merendam kediamannya yang tepat berada di depan alat peringatan banjir itu.
"Enggak ada berbunyi. Makanya kata penduduk disini ngapain ada alat itu enggak dikasih tahu (ada banjir)," tandasnya.
TOA 4 Milliar Anies Baswedan
Untuk mengantisipasi banjir, Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 4 miliar guna membeli enam set pengeras suara atau toa canggih.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memberi perintah kepada pihak kelurahan untuk berkeliling di kelurahannya guna memberikan peringatan dini terjadinya banjir kepada masyarakat menggunakan pengeras suara dan sirine.
Peringatan dini itu diberlakukan setelah Pemprov DKI Jakarta mengevaluasi prosedur peringatan dini yang selama ini diberlakukan.
"Salah satu hal yang akan diterapkan baru, bila ada kabar (akan banjir), maka pemberitahuannya akan langsung ke warga," kata Anies saat diwawancarai oleh Kompas.com di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (8/1/2020) lalu.
"Jadi kelurahan bukan ke RW, RT, tapi langsung ke masyarakat berkeliling dengan membawa toa (pengeras suara) untuk memberitahu semuanya, termasuk sirine," ujarnya.
Anies mengatakan, saat banjir mulai terjadi pada Rabu (1/1/2020) dini hari, Pemprov DKI Jakarta sebenarnya telah memberikan peringatan dini sebelumnya.
Peringatan dini disampaikan melalui pesan berantai ke ponsel warga.
Anies menduga sejumlah warga tidak membaca pesan tersebut.
"Kemarin pada malam itu, pemberitahuan diberi tahu, tapi karena malam hari, diberitahunya lewat HP, akhirnya sebagian tidak mendapatkan informasi," ucap Anies.
Menyambut tahun baru 2020, banjir melanda sejumlah titik di Jakarta, Bekasi, Tangerang, Tangerang Selatan, Lebak, dan Bogor.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat, sebanyak 67 orang meninggal akibat banjir tersebut.
Untuk mengantisipasi banjir, Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 4 miliar guna membeli enam set pengeras suara atau toa canggih.
Pengeras suara ini dikatakan canggih lantaran juga dilengkapi dengan fitur unggulan, seperti Automatic Weather Sensor (AWS) dan Automatic Water Level Recorder (AWLR).
Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapudatin) BPBD, M. Ridwan mengatakan, pengeras suara yang dinamakan Disaster Warning System (DWS) ini tergabung dalam sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) BPBD DKI.
"Alatnya memang pakai toa, tapi bukan menggunakan toa seperti yang ada di masjid," ucapnya ketikatka dihubungi Tribun Jakarta, Rabu (15/1/2020).
Alat ini akan digunkan oleh BPBD untuk memperingati warga yang berada di bantaran sungai saat tinggi muka air di pintu air mencapai siaga tiga atau masuk kategori waspada.
"Kalau tambah pakai toa kan akan menjadi lebih bagus untuk melengkapi informasi ke warga," ujarnya saat dikonfirmasi.
Nantinya, enam set pengeras suara canggih ini akan ditempatkan di lokasi-lokasi rawan banjir yang belum memiliki alat peringatan dini.
Enam Lokasi tersebut adalah
1 Tegal Alur
2 Rawajati
3 Makasar
4 Jati Padang
5 Kedoya Selatan
6 Cililitan.
Adapun enam set pengeras suara ini akan melengkapi alat serupa yang sebelumnya telah dipasang di 14 titik berbeda selama tahun 2019 lalu.
Anggaran Rp 4 miliar yang disiapkan oleh Pemprov DKI Jakarta ini sendiri telah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020.
Anggaran Rp 4 miliar ini belum termasuk biaya untuk perawatan selama setahun yang menelan biaya sebanyak Rp 165 juta.
"Pengadaan 6 set anggarannya Rp 4.073.901.441 dan untuk pemeliharaan Rp 165 juta," tuturnya.
Setiap perangkat memiliki empat toa yang dipasang di satu tiang. Perangkat akan dipasang di lokasi rawan banjir.
Nantinya, informasi soal peringatan bencana banjir akan diumumkan oleh BPBD DKI melalui perangkat tersebut.
Peringatan bencana disampaikan ketika pintu-pintu air di DKI Jakarta sudah berstatus Siaga 3 atau Waspada bencana banjir.
Salah satu perangkat DWS di Cawang, Jakarta Timur, Jumat (17/1/2020). Setiap perangkat DWS memiliki empat toa yang dipasang di satu tiang.
”Memang kebutuhannya di 2020 hanya enam dan sudah meng-cover semua aliran DAS (daerah aliran sungai),” ujar Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD DKI M Ridwan di Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Dia menjelaskan, suara dari perangkat pengeras suara mampu didengar hingga radius 500 meter.
”Pengeras suara ini kami gunakan untuk melengkapi informasi peringatan yang kami kirim melalui WAG (Whatsapp Group) ke camat dan lurah,” katanya.
Bukan toa biasa
Kepala Pusat Data dan Informasi BPBD DKI Jakarta Mohammad Insaf menjelaskan, perangkat suara itu tidak seperti toa pada umumnya.
Setiap perangkat memiliki empat toa dan dilengkapi alat pemancar.
”Jadi, bukan kayak toa biasa karena dia ada transmiter (pemancar). Dan, (alat) itu tidak dihubungkan dengan kabel, cukup jarak jauh. Sensor. Itu makanya yang buat mahal, sementara orang tahunya hanya toa seperti di masjid-masjid gitu,” ujar Insaf.
Dengan adanya alat pemancar, peringatan bisa disampaikan jarak jauh atau dari kantor BPBD DKI.
Namun, dalam kondisi darurat, pengeras suara bisa dioperasikan secara manual.
Warga setempat, misalnya, bisa secara mandiri naik ke atas tiang untuk membuka kotak DWS dan menyalakan sirenenya. Pola ini bisa dilakukan jika ada masalah kelistrikan di BPBD DKI.
Insaf mengklaim, berdasarkan hasil kunjungannya ke sejumlah kawasan yang telah dipasang perangkat DWS, warga merespons positif.
Pada banjir yang terjadi di banyak wilayah di DKI Jakarta awal tahun 2020, alat itu mampu memperingatkan warga.
”Kemarin saya ke Cipinang Melayu dan Cawang, respons warga baik. Saya ingin langsung cek, apakah berfungsi atau tidak, dan masyarakat bilang, berfungsi.
Saya juga tes, langsung video call dengan yang di BPBD (DKI), mengetes ada suara sirenenya tidak, ternyata ada,” kata Insaf seperti dikutip Kompas.id.
Soroti Anggaran Toa
Sebelumnya, sejumlah pihak menyoroti anggaran miliaran rupiah untuk pengadaan perangkat toa tersebut.
Salah satunya anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia, William Aditya Sarana.
William menilai, sistem peringatan dini dengan toa itu mengalami kemunduran dari yang sudah pernah dimiliki Jakarta.
”Saya melihat sistem ini mirip seperti yang digunakan pada era Perang Dunia II. Seharusnya Jakarta bisa memiliki sistem peringatan yang lebih modern,” ujarnya.
Sistem peringatan yang jauh lebih maju, menurut William, pernah dimiliki oleh Jakarta.
”Pada 20 Februari 2017, Pemprov DKI meluncurkan aplikasi Pantau Banjir yang di dalamnya terdapat fitur Siaga Banjir.
Fitur itu memberikan notifikasi ketika pintu air sudah dalam kondisi berbahaya serta berpotensi mengakibatkan banjir pada suatu wilayah,” katanya.
Fitur Siaga Banjir justru tidak ada lagi pada aplikasi Pantau Banjir versi 3.2.8 hasil update 13 Januari 2020.
”Saya tidak tahu pasti kapan fitur ini dihilangkan, yang jelas pada versi terbaru saat ini sudah tidak ada lagi,” ujarnya.
Pada versi terbaru, pengguna hanya bisa melihat ketinggian air di tiap RW, kondisi pintu air, dan kondisi pompa air.
William menyarankan Pemprov DKI Jakarta kembali mengembangkan dan memanfaatkan fitur Siaga Banjir sebagai sistem peringatan dini.
”Hampir semua warga Jakarta sudah memiliki telepon seluler dan kebanyakan di antaranya adalah smartphone.
Aplikasi berbasis internet gawai seharusnya lebih efektif dan lebih murah ketimbang memasang pengeras suara yang hanya dapat menjangkau radius 500 meter di sekitarnya,” tambah William.
Untuk warga yang tidak memiliki gawai smarphone, William menyarankan Pemrov DKI memanfaatkan fitur broadcast SMS bekerja sama dengan operator seluler.
”Pemprov dapat mengirimkan SMS kepada semua pemilik ponsel terbatas di wilayah yang akan terkena banjir saja,” ujarnya.
Warga RT 008 RW 004 Kelurahan Kebon Manggis, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur menunjukkan aplikasi Pantau Banjir dari gawai mereka, Kamis (15/11/2018).
William pun tidak sepakat dengan Gubernur Anies Baswedan yang menyebut sistem peringatan berbasis gawai tidak efektif digunakan pada malam hari.
”Peringatan tentu harus disampaikan bertahap, bukan tiba-tiba diberikan saat banjir akan melanda 5 menit kemudian,” katanya.
Pesan yang disampaikan melalui aplikasi dan SMS harus dimulai saat ada potensi hujan deras atau ketinggian air di hulu mencapai titik yang membahayakan.
”Warga mulai diberi peringatan beberapa jam sebelumnya bahwa ada pontensi banjir di wilayahnya.
Dengan itu, warga sudah bersiap-siap sejak sore jika diprediksi bakal ada banjir di dini hari,” ujar William.
Menurut dia, sistem peringatan berbasis aplikasi dan SMS sudah lama digunakan di banyak negara dan efektif memberikan peringatan pada warga yang akan terkena bencana.
”Masak kota metropolitan seperti Jakarta dengan anggaran IT mencapai triliunan rupiah masih menggunakan sistem peringatan kuno seperti itu?” ujarnya.