Tito Karnavian: Gaji Bupati Lima Tahun Rp 12 Miliar, yang Keluar Rp 30 Miliar, Rugi Enggak?

MENTERI Dalam Negeri Tito Karnavian mengkritisi tingginya biaya politik dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung.

Wartakotalive/Adhy Kelana
Usai melakukan upacara serah terima Jabatan dari Jendral (purn) Polisi Tito Karnavian yang digantikan Kapolri baru Jendral Polisi Idam Azis melakukan salam komando di lapangan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/11/2019) 

MENTERI Dalam Negeri Tito Karnavian mengkritisi tingginya biaya politik dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung.

Tito Karnavian lantas menyebut butuh modal sedikitnya Rp 30 miliar untuk menjadi bupati di Indonesia.

Angka sebesar itu, katanya, tak sebanding dengan gaji yang didapat sang kepala daerah, bahkan jika dikumpulkan dalam lima tahun atau satu periode jabatan sekalipun.

Satu Polisi Jadi Tersangka Penembakan Mahasiswa Kendari, Uji Balistik Jadi Dasarnya

Tito Karnavian kemudian menilai perlu ada kajian dampak atau manfaat dari Pilkada langsung.

Sebab, menurut mantan Kapolri itu, Pilkada langsung ada mudaratnya, yakni membutuhkan biaya politik yang sangat besar.

Biaya politik yang besar tersebut, membuat kepala daerah melakukan berbagai cara untuk mengganti ongkos politik yang telah dikeluarkan saat kampanye, salah satunya korupsi.

 CAKEP! Begini Pantun Ketua Komisi X DPR untuk Mendikbud Nadiem Makarim

"Bayangin, dia mau jadi kepala daerah, mau jadi bupati itu 30 m (miliar), 50 m, (sementara) gaji 100 juta, (atau) taruhlah 200 juta."

"Lalu kali 12 (bulan), itu 2,4 (miliar) kali lima tahun itu 12 m, yang keluar 30 m, rugi enggak?" kata Tito Karnavian seusai rapat kerja bersama Komisi II DPR, Rabu (6/11/2019).

Tito Karnavian tidak percaya ada orang atau kepala daerah yang rela mengeluarkan uang banyak saat Pilkada, dengan alasan mengabdi kepada bangsa dan negara.

 DPRD DKI Minta Anies Baswedan Buka Dokumen Draf KUA-PPAS APBD 2020 yang Bikin Heboh

Ia meyakini orang akan mengganti ongkos politik yang dikeluarkan ketika kampanye, saat menjabat.

"Apa benar saya ingin mengabdi kepada nusa dan bangsa terus rugi? Bullshit. Saya tidak percaya," tegasnya.

Oleh karena itu, Tito Karnavian mengaku tidak heran apabila banyak kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.

 Tukang Air Isi Ulang Daftar Jadi Calon Wali Kota Tangsel Lewat Gerindra, Sebelumnya ke PDIP dan PSI

Karena, menurut dia, hampir semua kepala daerah berpotensi melakukan korupsi.

"Kalau bagi saya sebagai mantan Kapolri, ada OTT (operasi tangkap tangan), penangkapan kepala daerah buat saya it's not a surprise for me, kenapa?"

"Mungkin hampir, hampir ya, saya enggak mau menuduh. Mungkin hampir semua kepala daerah berpotensi melakukan tindak pidana korupsi," tuturnya.

 Atap JPO Sudirman Dicopot, Warga: Jakarta Lagi Panas Malah Dibongkar

Tito Karnavian tidak menjawab saat ditanya apakah kajian tersebut nantinya akan mengarah pada wacana Pilkada tidak langsung atau dipilih melalui DPRD.

Yang pasti, menurutnya saat ini perlu perbaikan dari sistem Pilkada langsung agar tidak terlalu banyak menimbulkan dampak negatif.

"Bagaimana solusi mengurangi dampak negatifnya, supaya enggak terjadi korupsi, biar tidak terjadi OTT lagi," ucapnya.

 Jokowi Bingung Kementerian dan Lembaga Masih Impor Cangkul, Padahal Sambil Tidur Saja Bisa Dibuat

Tito Karnavian lalu mempertanyakan apakah Pilkada langsung masih relevan saat ini.

"Tapi kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem poltik pemilu Pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun?" Tanyanya seusai rapat kerja dengan Komisi II DPR.

Ia tidak heran apabila banyak kepala daerah yang terjerat kasus tindak pidana korupsi. Hal itu karena besarnya ongkos politik yang dikeluarkan pasangan calon, karena sistem pilkada langsung.

 Idham Azis Mengaku Gemetar Saat Ditunjuk Jadi Kapolri, Padahal Tak Takut Tangkap Santoso

"Banyak manfaatnya, yakni partisipasi demokrasi, tapi kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi."

"Kepala daerah kalau enggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," ucapnya.

Tito Karnavian berpandangan, mudarat Pilkada langsung tidak bisa dikesampingkan.

 Sofyan Basir Bebas, KPK Sebut Hakim Tak Pertimbangkan Poin-poin Krusial Ini

Oleh karena itu, ia menganjurkan adanya riset atau kajian dampak atau manfaat dari Pilkada langsung.

"Laksanakan riset akademik. Riset akademik tentang dampak negatif dan positif pemilihan Pilkada langsung."

"Kalau dianggap positif, fine. Tapi bagaimana mengurangi dampak negatifnya? Politik biaya tinggi, bayangin," papar Tito Karnavian.

 Jokowi Perintahkan Perbankan Segera Turunkan Bunga Kredit

Sementara, Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, pihaknya menilai Pilkada lebih baik dilakukan secara langsung atau dipilih oleh rakyat.

Pernyataan Ace tersebut merespons rencana Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang akan mengevaluasi Pilkada langsung.

"Ya kita sejauh ini masih konsisten bahwa Pilkada lebih baik dilaksanakan secara langsung," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019).

 Jokowi: Tender Proyek di Akhir Tahun Bikin Jembatan dan Gedung SD Ambruk

Ace tidak sependapat dengan Tito Karnavian yang masih meragukan dampak positif dari Pilkada secara langsung.

Menurut Ace, dengan Pilkada langsung, suara rakyat benar-benar terwakili.

"Ya tentu positifnya, karena apa? Karena suara rakyat kan bisa terejawantahkan secara langsung," katanya.

 Ganjar Pranowo: Pemimpin Harus Punya Nomor WhatsApp dan Media Sosial Aktif

Menurut Ace, Pilkada langsung atau tidak langsung merupakan perdebatan lama.

Yang pasti, katanya, Partai Golkar selalu konsisten Pilkada sebaiknya dilakukan secara langsung, tidak dipilih DPRD.

Ia menilai terjadi kemunduran demokrasi apabila Pilkada dilakukan secara tidak langsung.

"Ya tentu menurut saya itu sebuah kemunduran. Itu perdebatan lama, Partai Golkar sampai saat ini masih konsisten dengan Pilkada secara langsung," bebernya. (Taufik Ismail)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved