‎Moeldoko Bilang Buzzer Jokowi Tidak Satu Komando, Idolanya Diserang Langsung Bereaksi

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko ‎menjelaskan, buzzer tersebut dulunya merupakan para relawan dan pendukung fanatik Jokowi saat Pilpres 2019.

Penulis: |
TRIBUNNEWS/SENO TRI SULISTIYONO
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (28/5/2019). 

KELAKUAN fans fanatik alias buzzer (pendengung) Presiden Jokowi menjadi sorotan.

Terlebih, belakangan mereka membela mati-matian idolanya itu, meski Pilpres 2019 sudah selesai.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko ‎menjelaskan, buzzer tersebut dulunya merupakan para relawan dan pendukung fanatik Jokowi saat Pilpres 2019.

Duh! UU KPK Hasil Revisi Ternyata Banyak Typo, Pihak Istana Sampai Minta Klarifikasi ke DPR

Mereka juga tidak satu komando dalam beraktivitas di media sosial.

"Memang buzzer ini tidak dalam satu komando, tidak dalam satu kendali."

"‎Masing-masing punya inisiatif, tidak ingin idolanya diserang akhirnya bereaksi," ucap Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (3/10/2019).

BNI-ITB Ultra Marathon Digelar Lagi, Kali Ini Jaraknya Ditambah Jadi 200 Kilometer!

Moeldoko meminta para buzzer bersikap dewasa, mencari diksi, dan menata ulang cara komunikasi yang tepat, dengan tidak menyerang apalagi menjelekkan pihak mana pun.

Bahkan, menurut Moeldoko, buzzer-buzzer ini harusnya ditinggalkan karena Pemilu 2019 sudah selesai.

"‎Pakailah bahasa-bahasa persaudaraan, kritik sih kritik, tapi harus dengan bahasa yang baik."

Air Bersih di Ibu Kota Baru Bisa Langsung Diminum, Bisa Tampung Hingga 3 Juta Penduduk

"Karena kadang-kadang tidak enak juga didengar."

"Saya sudah sering bilang, jangan seperti itu."

"Jangan politik itu yang dikembangkan, kalau boleh politik kasih sayang. Itu lebih bagus lagi," tuturnya.

Konflik Tidak Bisa Selesai dengan Dialog, Putra Imam Masjid Ini Tawarkan Enam Resolusi untuk Papua

Mantan Panglima TNI ini juga tertawa saat dikonfirmasi namanya yang disebut-sebut sebagai 'kakak pembina para buzzer.'

Moeldoko mengamini memang memiliki akun media sosial, tapi tidak pernah dibuka.

Moeldoko ‎malah banyak mendapat informasi dari orang lain.

Sayangkan Mahasiswa Tolak Bertemu Jokowi, Menristekdikti: Sekarang Tidak Ada yang Bisa Disembunyikan

Secara tegas, dia membantah KSP disebut mengomandani para buzzer.

"Yang mana lagi? Saya belum pernah baca itu (kakak pembina buzzer)," ucap Moeldoko.

MUI Haramkan Buzzer

Sebelumnya, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Saadi menegaskan, para buzzer atau penyebar informasi negatif, masuk kategori profesi haram.

Zainut merujuk kepada fatwa tentang hukum dan pedoman bermualamah di media sosial, khususnya bagi para buzzer.

"Setiap muslim yang bermuamalah dilarang menyebarkan SARA dan ini diharamkan."

Baca: Tak Semua Anggota Muslim Cyber Army Bisa Jadi Tersangka

Kegiatan buzzer di media sosial yang menyebarkan informasi yang berbahan gosip sebagai profesi, diharamkan dan dilarang," ujar Zainut di Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (5/3/2018).

Tak berbeda pula dengan orang yang memanfaatkan jasa buzzer atau mereka yang menyandang dana bagi buzzer tersebut.

Bagi Zainut, keduanya sama saja dengan para penyebar hoax, lantaran mendukung dan mendanai penyebaran isu tersebut.

Baca: Ketua Umum PBNU Tegaskan Aksi Muslim Cyber Army Bertentangan dengan Ajaran Alquran

Oleh karena itu, ia meminta Polri segera mengusut tuntas kasus ini.

Menurutnya, penyebaran hoaks ini memecah belah persatuan bangsa dan menimbulkan keresahan.

"Hal ini tidak dibenarkan menurut syariat Islam, karena dapat menimbulkan keresahan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara," tuturnya.

Baca: Admin Muslim Cyber Army: Saya Menyesal

Sebelumnya, Kasatgas Nusantara Irjen Pol Gatot Eddy Pramono mengungkap adanya motif politik dari kelompok Muslim Cyber Army (MCA) dan eks Saracen dalam menyebarkan isu-isu provokatif.

"Apa yang dilakukan oleh kelompok ini (MCA dan Eks Saracen) motifnya adalah motif politik," tegas Gatot di Rupatama Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (5/3/2018).

Menurutnya, dengan menyebar isu hoaks, kelompok tersebut berpikir akan bisa menjegal Pemerintah Indonesia.

Dituntut Istri Harus Selalu Bawa Uang Tiap Hari, Buruh Bangunan Curi Helm di Parkiran

Apalagi, kata dia, penyebaran isu hoaks dilakukan memasuki tahun politik, yaitu pilkada serentak dan pilpres yang rawan konflik.

"(Isu hoaks akan) Menimbulkan keresahan masyarakat, ulama, dan timbul ketakutan serta timbul konflik sosial yang besar."

"Bahwa kemudian masyarakat akan berpikir jika pemerintah tidak bisa mengelola negara dan konflik yang lebih besar akan terjadi. (Ini berpotensi) memecah belah bangsa," paparnya. (Vincentius Jyestha)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved