Revisi UU KPK

MAHFUD MD Sebut Aneh Jika Presiden Keluarkan Supres Terkait Revisi UU KPK, Sebut Dasarnya UU Ini

Mahfud MD menilai aneh Presiden Joko Widodo sampai mengeluarkan Supres terkait pembahasan revisi UU KPK yang diajukan DPR 2014-2019.

Editor: Suprapto
photocollage/wartakotalive.com/tribunnews.com
Prof Dr Mohammad Mahfud MD mengatakan, aneh jika Presiden mengeluarkan Supres kepada DPR yang masa kerjanya tinggal 20 hari, guna membahas revisi UU KPK. 

Mahfud MD menilai aneh Presiden Joko Widodo sampai mengeluarkan Supres terkait pembahasan revisi UU KPK yang diajukan DPR yang masa kerjanya tinggal beberapa hari.

KETUA Mahkamah Konstitusi 2008-2013 Prof Mohammad Mahfud MD beri komentar terkait Surpres terkait revisi UU KPK.

Menurut Mahfud MD, menjadi aneh jika Presiden Joko Widodo mengeluarkan surat presiden (Surpres) terkait revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada anggota DPR periode 2014-2019.

Masa kerja dewan periode saat ini tinggal menghitung hari (tersisa 20 hari), sementara Presiden memiliki waktu sampai 60 hari untuk mengeluarkan Supres.

"Terkait keputusan DPR tgl 5-9-2019 tentang usul inisiatif Revisi UU-KPK akan menjadi sangat aneh jika Presiden membuat surpres persetujuan pembahasan kepada DPR yang sekarang," ujar Mahfud MD melalui akun twitternya.

Menurut Mahfud MD, berdasarkan ketentuan yang ada, Presiden memiliki waktu hingga 60 hari untuk menyikapi surat DPR terkait revisi UU KPK tersebut. 

Film Habibie & Ainun Bikin Bunga Citra Lestari Dekat Secara Emosi dengan BJ Habibie

UPDATE, Prada DP Tak Pernah Berencana Membunuh Fera Oktaria, Begini Alasan Kuasa Hukum Prada DP

"Padahal, DPR yang sekarang masa tugasnya tinggal 20 hari," ujar Mahfud MD.

Ketentuan Presiden memiliki waktu 60 hari memiliki alasan rasional.

Sebab, sebelum surpres dikeluarkan, di internal lembaga eksekutif harus ada dulu kajian yang mendalam oleh kementerian terkait.

"Tim dari kementerian harus mengkaji draft RUU dan menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Setelah itu baru Surpres," kata Mahfud MD melalui twitter, Sabtu  (7/9/2019).

Inilah kultwit Mahfud MD terkait revisi UU KPK.

@mohmahfudmd: Terkait keputusan DPR tgl 5-9-2019 ttg usul inisiatif Revisi UU-KPK akan menjadi sangat aneh jika Presiden membuat surpres persetujuan pembahasan kpd DPR yg skrng.
Mnrt ketentuan Presiden diberi waktu sekitar 60 hr utk menyikapinya; pd-hal DPR yg skrng masa tugasnya tinggal 20 hr
@mohmahfudmd:  Waktu 60 hr yg diberikan kpd Presiden adl rasional sebab sblm surpres dikeluarkan di internal lembaga Eksekutif hrs ada dulu kajian yang mendalam oleh kementerian.
Tim dari kementerian hrs mengkaji draft RUU dan menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Stlh itu baru Surpres

Cuitan Mahfud MD itu disampaikan sebelum Surpres Presiden Jokowi dikirimkan kepada DPR.

Surpres terkait revisi UU KPK dikirim ke DPR pada Rabu (11/9/2019).

"Supres RUU KPK sudah ditandatangani oleh Bapak Presiden dan sudah dikirim ke DPR pagi tadi," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Menurut Pratikno, daftar inventarisasi masalah (DIM) yang disampaikan dalam Supres, banyak merevisi draf RUU tentang KPK yang diusulkan DPR.

Berdasarkan penelusuran Wartakotalive.com, ketentuan pembuatan Supres diatur dalam UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 

Dalam UU No 12/2011 itu disebutkan Presiden memiliki waktu sampai 60 hari untuk menugasi menteri terkait guna membahas RUU bersama DPR.

Ayat 1 Pasal 49 UU No 12/2011: Rancangan Undang-Undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden.

Ayat 2 Pasal 49 UU No 12/2011:  Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima.

Ayat 3 Pasal 49 UU No 12/2011: Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

 

Tanggapan KPK Terkait Supres Jokowi

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) mengirim surat presiden (surpres) kepada DPR, untuk melanjutkan pembahasan revisi UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Melihat hal tersebut, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan bila revisi UU KPK lolos menjadi UU, maka nama KPK mestinya harus diubah.

Tanggapan KPK Terkait Supres Jokowi ini disampaikan Agus Rahardjo terkait revisi Undang-Undang KPK.

Agus Rahardjo mengemukakan hal tersebut karena berdasar usulan Komisi III DPR, KPK tidak lagi menjadi lembaga negara yang menindak korupsi, namun hanya mencegah tindakan itu terjadi.

 Viral Wanita Lari Hanya Berpakaian Dalam dan Disebut Korban Pemerkosaan, Termyata Ini yang Terjadi

"Ya mungkin yang paling sederhana, singkatannya harus diubah (jadi) Komisi Pencegahan Korupsi," kata Agus Rahardjo kepada wartawan, Kamis (12/9/2019).

Sebab, menurut Agus Rahardjo, dalam usulan DPR, penyadapan yang dilakukan KPK harus berdasarkan persetujuan dewan pengawas.

Padahal, penindakan kasus korupsi bisa dilakukan dengan dua cara.

 Konferensi PostgreSQL 2019 di Bali, Darah Segar Pertumbuhan Ekosistem Open Source di Indonesia

Salah satunya, dengan melakukan penyadapan, laporan masyarakat, atau operasi tangkap tangan (OTT).

Penyadapan pun dilakukan untuk pengembangan kasus dalam case building.

Dari pengalaman KPK, dari kasus besar, lembaga negara itu mengembangkan kasus melalui penyelidikan, salah satunya dengan penyadapan.

 BREAKING NEWS: Jokowi Janji Bangun Istana Presiden di Papua Tahun Depan

Karena itu untuk bisa lepas dari jerat korupsi, lanjut Agus Rahardjo, seharusnya DPR membenahi UU Tipikor ketimbang merevisi UU KPK.

Apalagi, KPK dalam tugasnya bertumpu pada UU Tipikor.

"Ini yang harusnya kita memperbarui agenda (penindakan) korupsi kita dengan perbaikan UU Tipikor, tapi ini kok malah side back," ucapnya.

 Jokowi Janji Segera Pekerjakan Seribu Sarjana Asal Papua di BUMN dan Perusahaan Swasta Besar

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengirimkan surat presiden (surpres) kepada DPR, untuk melanjutkan pembahasan revisi UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mengetahui hal tersebut, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif merespons dengan penuh kekecewaan.

"Yang dikhawatirkan oleh KPK akhirnya tiba juga. Surat Presiden tentang Persetujuan Revisi UU KPK telah dikirim ke DPR."

 Kivlan Zen Bayar Orang Rp 25 Juta untuk Memata-matai Wiranto dan Luhut Binsar Panjaitan

"KPK pun tidak diinformasikan pasal-pasal mana saja yang akan diubah. Apakah adab negeri ini telah hilang?" kata Laode M Syarif kepada wartawan, Kamis (12/9/2019).

Tindakan selanjutnya, ujar Laode M Syarif, pimpinan KPK akan minta bertemu pemerintah dan DPR.

Mereka ingin meminta penjelasan terkait masalah ini.

 Jokowi Bakal Bangun Istana dan Mekarkan Wilayah Papua, Natalius Pigai: Yang Minta Siapa?

"KPK juga menyesalkan sikap DPR dan pemerintah yang seakan-akan menyembunyikan sesuatu dalam membahas revisi UU KPK ini."

"Tidak ada sedikit transparansi dari DPR dan pemerintah," sesalnya.

"Ini preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia."

 Neta S Pane Jelek-jelekkan KPK di Hadapan Komisi III DPR, Sebut Novel Baswedan Pegawai Bermasalah

"DPR dan pemerintah berkonspirasi diam-diam untuk melucuti kewenangan suatu lembaga tanpa berkonsultasi."

"Atau sekurang-kurangnya memberitahu lembaga tersebut tentang hal-hal apa yang akan direvisi dari undang-undang mereka. Ini jelas bukan adab yang baik," tutur Laode M Syarif.

Laode M Syarif justru mengkhawatirkan cara seperti ini juga bakal menimpa lembaga negara lain.

 Polisi Temukan 113 Video Panas Lain di Ponsel Almarhum Rayya, Lawan Mainnya Tak Cuma Vina Garut

"Sebagai ilustrasi, mungkinkah DPR dan pemerintah akan melakukan hal seperti ini pada lembaga lain, seperti kepolisian atau kejaksaan atau lembaga-lembaga lain?" Tanyanya.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, surpres telah dikirim pada Rabu (11/9/2019) kemarin.

Pemerintah, kata dia, telah merevisi draf daftar isian masalah (DIM) revisi UU KPK yang diterima dari DPR.

 Soal Rekam Jejak Calon Pimpinan, Masinton Pasaribu Minta KPK Jangan Jadi Komisi Penghambar Karier

"Surpres RUU KPK sudah diteken presiden dan sudah dikirim ke DPR. Intinya bahwa nanti Bapak Presiden jelaskan detail seperti apa," kata Pratikno.

Revisi DIM, menurut Pratikno, agar tidak mengganggu independensi KPK. Namun, ia tak menjelaskan lebih lanjut mengenai DIM versi pemerintah.

Menurutnya, Jokowi berkomitmen menjadikan KPK independen dalam pemberantasan korupsi, sehingga punya kelebihan dibanding lembaga lainnya.

  LIVE STREAMING Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Pimpinan KPK, Ini Jadwal Lengkapnya

"Sepenuhnya Presiden akan jelaskan lebih detail. Proses saya kira sudah diterima DPR," katanya.

Isi Surpres Jokowi Terkait Revisi UU KPK

Surpres Jokowi nomor R-42/Pres/09/2019 yang menyetujui revisi UU KPK beredar di kalangan wartawan ditandatangani di Jakarta, yang isinya sebagai berikut:

Merujuk surat Ketua DPR RI nomor LG/14818/DPR RI/IX/2019 tanggal 6 September 2019 hal penyampaian Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ini kami sampaikan bahwa kami menugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mewakili kami dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tersebut.

 Jokowi Minta Revisi Undang-undang Jangan Sampai Ganggu Independensi KPK

Ketua KPK Agus Rahardjo pun sempat menaruh harapan agar Jokowi tak berkirim surpres. Harapan itu kini pupus.

"Sebaiknya KPK itu singkatan dari Komisi Pencegahan Korupsi saja," kata Agus Rahardjo menanggapi seandainya Jokowi setuju merevisi UU KPK.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Surat Presiden (Supres) revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

 Tolak Revisi UU 30/2002, Laode M Syarif Ungkap Prancis Mencontoh KPK Saat Bikin Lembaga Anti Korupsi

"Supres RUU KPK sudah ditandatangani oleh Bapak Presiden dan sudah dikirim ke DPR pagi tadi," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Menurut Pratikno, daftar inventarisasi masalah (DIM) yang disampaikan dalam Supres, banyak merevisi draf RUU tentang KPK yang diusulkan DPR.

 Calon Pimpinan KPK Ini Mengaku Pernah Curiga OTT Adalah Jebakan

"DIM daftar inventaris masalah yang dikirim oleh pemerintah itu banyak sekali yang merevisi draf RUU yang dikirim oleh DPR."

"Jadi ini kan kewenangannya DPR lah untuk merumuskan undang-undang, tapi itu kan harus disepakati bersama antara DPR dan pemerintah," tutur Pratikno.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jangan sampai membatasi lembaga anti-rasuah tersebut.

 Tugas Bappenas Tambah Lagi, Setelah Pindahkan Ibu Kota, Kini Harus Bangun Istana Presiden di Papua

"Jangan sampai ada pembatasan-pembatasan yang tidak perlu, sehingga independensi KPK menjadi terganggu, intinya ke sana," ujar Jokowi di Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2019).

Menurut Jokowi, dirinya baru saja menerima daftar inventarisasi masalah (DIM) draf revisi UU KPK, dan akan ia pelajari terlebih dahulu secara detail.

 Revisi UU KPK Batal Jika Jokowi Tak Keluarkan Surat Persetujuan

"Saya mau lihat dulu, nanti satu per satu kita pelajari, putusin, dan saya sampaikan kenapa ini iya, kenapa ini tidak, karena tentu saja ada yang setuju, ada yang tidak setuju dalam DIM-nya," tuturnya.

Jokowi mengaku dalam mengambil keputusan yang tepat terkait revisi UU KPK, ia melakukan diskusi dengan sejumlah menteri dan akademisi sejak awal pekan ini.

"Sudah mulai sejak Hari Senin, sudah kami maraton minta pendapat para pakar, kementerian, semuanya secara detail."

 BREAKING NEWS: Jokowi Janji Bangun Istana Presiden di Papua Tahun Depan

"Sehingga begitu DIM nanti nanti kami lihat, saya sudah punya gambaran," tuturnya.

Terkait Surat Presiden (Supres), kata Jokowi, akan disampaikan kepada publik jika telah dikirim ke DPR.

"Kami baru melihat DIM-nya dulu, nanti kalau Supres kami kirim, besok saya sampaikan. Nanti materi-materi apa yang perlu direvisi," paparnya. (Ilham Rian Pratama)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved