Combined Integrity Line, Menyatukan Tiga Lini Menjaga Marwah Integritas IMIPAS
Kemenimipas tidak sekadar menjadi penjaga kedaulatan dan keamanan negara, tetapi juga penjaga integritas bagi seluruh aparat yang berkehidupan.
Lini ketiga, APIP atau Inspektorat Jenderal, melakukan penilaian independen dan objektif atas efektivitas kontrol dan kebijakan anti-korupsi , mengidentifikasi manajemen risiko yang perlu diperbaiki serta memberikan assurans melalui audit berbasis risiko.
Dengan keselarasan ketiga lini ini, potensi kecurangan dan pelanggaran integritas tidak hanya bisa dideteksi tetapi dapat dicegah sejak awal. Apabila ketiga lini tidak selaras maka akan terjadi tumpang tindih kewenangan, lini pertama akan mengalami kewalahan assurans atau assurance fatique yang disebabkan dari tidak ada komunikasi antara lini kedua dan ketiga.
Di samping itu, tanpa pemetaan risiko yang komprehensif dan pembagian peran yang jelas, area risiko tertentu bisa luput dari pengawasan karena tidak ada yang merasa bertanggung jawab.
Untuk mencegah hal-hal tersebut, dibutuhkan combined assurances yang mengintegrasikan antar lini agar berdiskusi untuk mendapatkan gambaran komprehensif dan holistik tentang efektivitas tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian serta penyusunan assurance map yang jelas.
Agar model tiga lini berjalan secara efektif dan optimal ada beberapa langkah yang harus dijalankan oleh Kemenimipas antara lain: Pertama, penyusunan petunjuk pelaksana dan teknis yang jelas agar setiap lini memahami batas dan tanggung jawabnya.
Tanpa pedoman operasional yang tegas, tumpang tindih peran dan penyimpangan wewenang hanya tinggal menunggu waktu. Kedua, penguatan kapasitas harus menjadi prioritas, tanpa pengetahuan yang cukup, semangat integritas tidak akan bisa diterjemahkan menjadi tindakan konkret. Lini pertama dan kedua perlu dibekali pelatihan dan bimbingan teknis terkait manajemen risiko dan asistensi aktif dari lini ketiga.
Ketiga, pembelajaran eksternal benchmarking ke lembaga yang telah berhasil menerapkan model tiga lini secara efektif sebagai cermin dan sumber inspirasi untuk menyesuaikan model ini dengan konteks Kementerian. Keempat, dibutuhkan komitmen kuat dan pengelolaan ego sektoral antar- lini. Implementasi tiga lini bukan ajang menunjukkan kekuasaan atau kewenangan, tetapi ruang untuk membangun sinergi.
Ego sektoral pada level lini pengendalian tidak hanya dirasakan pada ruang kebijakan, getarannya sampai tataran pelaksana. Ketika lini kedua dan lini ketiga saling menjaga jarak pegawai di lapangan ikut merasakan ketidakpastian, arahan menjadi tumpang tindih, standar kerja tidak pasti, mengikuti siapa yang berbicara, dan pengawasan terasa seperti tekanan bukan bimbingan yang berdampak pada kekhawatiran pegawai akan dianggap memilih “kubu tertentu”.
Untuk memulihkan harmoninya kedua lini harus membuka kembali ruang komunikasi. Lini Kedua perlu menyajikan data, proses, dan pemantauan secara transparan, sementara Lini Ketiga menempatkan audit bukan sebagai ajang mengoreksi tetapi sebagai mekanisme penguatan.
Melalui pertemuan rutin, pembahasan risiko bersama, serta tindak lanjut rekomendasi yang disepakati lintas-lini menjadi jembatan yang memulihkan kepercayaan. Dengan cara itu, model tiga lini kembali bekerja sebagai satu sistem yang saling menguatkan, bukan tiga ruang yang berdiri sendiri.
Komitmen ini harus dijalankan secara sistematis, konsisten dan terukur. Lini pertama perlu menjadikan lini kedua sebagai mitra yang memberi masukan konstruktif, sementara lini ketiga harus membangun rencana pengawasan bersama, berbagi informasi dan menghindari duplikasi. Audit internal juga harus dapat mengandalkan pekerjaan lini kedua yang berkualitas.
Selaras dengan transformasi tersebut, Kementerian juga perlu bergerak menuju pengawasan berbasis teknologi informasi. Transformasi ini semakin solid jika didukung dengan digitalisasi pengawasan. Melalui manajemen risko berbasis teknologi informasi, proses pengawasan tidak lagi bergantung pada laporan manual atau intuisi semata.
Seluruh pengendalian dilaksanakan berbasis data dan analitik yang memungkinkan identifikasi risiko yang lebih presisi, pemantauannya real- time, serta transparansi dan dapat diverifikasi. Kecepatan proses meningkat, akuntabilitas menguat, dan setiap keputusan didukung jejak data yang jelas. Sistem informasi manajemen risiko, tidak hanya menciptakan pengawasan yang lebih modern, tetapi juga lebih terpercaya serta akan menjadi fondasi integritas di Kemenimipas.
Pada akhirnya, keberhasilan model tiga lini tidak diukur dari banyaknya pegawai yang ditindak dan dijatuhi hukuman disiplin, tetapi sejauh mana seluruh jajaran benar-benar menghidupkan integritas dalam praktik sehari-hari.
Inti pengendalian bukanlah menghitung pelanggaran, melainkan mencegah dan membudayakan kepatuhan. Upaya pencegahan dan deteksi dini menjadi garda yang harus paling diandalkan serta dikelola secara berkelanjutan.
| Dukung Kejagung Bongkar Kasus Korupsi Raksasa, Mahasiswa Serahkan Pedang dan Tameng |
|
|---|
| Walkot Jaktim Bakal Perkuat Pengawasan Program Kerja usai Dugaan Korupsi Mencuat di Sudin PPKUKM |
|
|---|
| Sudin PPKUKM Jaktim Dibidik Kejari, Munjirin Dukung Penegakan Hukum Kasus Korupsi |
|
|---|
| Pramono Anung Dukung Kejari Jaktim Usut Tuntas Dugaan Korupsi Pengadaan Mesin Jahit di Sudin PPKUKM |
|
|---|
| KPK Selidiki Dugaan Korupsi Whoosh: Tanah Negara Diduga Dijual ke Negara Sendiri |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/Kemenimipas-2025.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.