Hari Pahlawan
Meski Pernah Jadi Korban Orde Baru, Tokoh Malari 1974 Sebut Soeharto Layak Jadi pahlawan
Pernah jadi korban orde baru, kini Soelaeman justru menilai Soeharto layak jadi pahlawan. Mengapa ia berubah pandangan?
Ringkasan Berita:
- Tokoh pergerakan mahasiswa era Orde Baru, M.S. Soelaeman mengajak publik menilai sosok Soeharto secara proporsional, meski ia sendiri pernah menjadi korban penahanan rezim tersebut.
- Ia menyebut kepemimpinan Soeharto memiliki dua sisi, yakni dosa dan jasa, dari pelanggaran HAM dan praktik KKN hingga keberhasilan swasembada pangan hingga pertumbuhan ekonomi stabil.
- Soelaeman menilai Soeharto layak dihormati, seraya berpesan kepada generasi muda agar membaca sejarah dengan nalar jernih.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto resmi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Penobatan gelar tersebut dilakukan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto bersamaan dengan peringatan Hari Pahlawan Nasional di Istana Negara, Gambir, Jakarta Pusat pada Senin (10/11/2025).
Penganugerahan gelar pahlawan diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional pada 6 November 2025.
"Menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada mereka yang namanya tersebut dalam lampiran keputusan ini sebagai penghargaan dan penghormatan yang tinggi, atas jasa-jasanya yang luar biasa, untuk kepentingan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa," bunyi kutipan Keppres.
Dalam prosesi tersebut, terdapat 10 tokoh nasional yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Antara lain, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Presiden ke-2 RI Soeharto, Marsinah, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Hajjah Rahmah El Yunusiyyah, Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo.
Selanjutnya, Sultan Muhammad Salahuddin, Syaikhona Muhammad Kholil, Tuan Rondahaim Saragih dan Zainal Abidin Syah.
Tokoh pergerakan mahasiswa era Orde Baru, M.S. Soelaeman, menilai Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto, layak dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Penilaian tersebut ia sampaikan berdasarkan pengalaman langsungnya sebagai pelaku sejarah peristiwa Malari 1974 dan gerakan Kampus Kuning 1977–1978.
Dalam forum diskusi bertema “Soeharto dan Pahlawan Nasional”, Minggu (9/11/2025), Soelaeman mengisahkan perjalanan panjangnya sebagai aktivis mahasiswa hingga dosen yang beberapa kali berhadapan dengan tekanan rezim.
Ia juga mengajak publik menilai sosok Soeharto secara proporsional, tidak semata dari sisi kelamnya, tetapi juga dari jasa besar yang pernah diberikannya bagi bangsa.
“Saya tidak menutup mata terhadap pelanggaran HAM di masa itu. Tapi kita juga harus jujur, banyak hal baik yang diwariskan Soeharto bagi pembangunan dan stabilitas bangsa,” ujar Soelaeman.
Sebagai salah satu saksi hidup peristiwa Malari 15 Januari 1974, Soelaeman menceritakan kembali kronologi demonstrasi mahasiswa yang berujung kerusuhan besar di Jakarta. Ia menegaskan bahwa aksi mahasiswa saat itu berlangsung damai dan tidak bertujuan merusak fasilitas publik.
“Mahasiswa tidak membakar dan tidak menjarah. Kami turun ke jalan karena kepedulian terhadap nasib bangsa, bukan untuk membuat kekacauan,” ujarnya.
Menurut Soelaeman yang dikenal dengan panggilan akrab Kang Soel menyebutkan, kerusuhan terjadi akibat kehadiran kelompok lain yang memprovokasi massa di lapangan.
| Hari Pahlawan, Bupati Bogor Ajak Generasi Muda Teladani Semangat Pahlawan |
|
|---|
| KAI Peringati Hari Pahlawan, Teladani Semangat Juang dalam Pelayanan Transportasi |
|
|---|
| Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Andi Arief Akui Beri Dukungan Hanya karena AHY |
|
|---|
| 35 Tokoh dari Rachland Nashidik hingga Rocky Gerung Tolak Gelar Pahlawan Nasional Soeharto |
|
|---|
| Genggaman Erat Prabowo untuk Tutut dan Bambang Saat Soeharto Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/anak-harto.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.