Hari Pahlawan

Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Andi Arief Akui Beri Dukungan Hanya karena AHY

Andi Arief nyatakan penolakan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, tapi akui tak bisa menentang sikap partainya yang mendukung.

Editor: Dwi Rizki
Istimewa
PAHLAWAN NASIONAL - Kolase Andi Arief dan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto. Andi Arief bersama 34 tokoh nasional, termasuk Rachland Nashidik dan Rocky Gerung menyampaikan 'Pernyataan Bersama' menolak pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. 

Ringkasan Berita:
  • Andi Arief menolak tegas gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto meski diumumkan langsung oleh Presiden Prabowo.
  • Politikus Partai Demokrat itu mengaku menerima keputusan itu secara formal karena Ketua Umum Demokrat, AHY, mendukungnya. Namun secara pribadi ia tetap menolak.
  • Bersama Rachland Nashidik, Rocky Gerung, dan lainnya, ia menandatangani Pernyataan Bersama yang menilai gelar Soeharto mengaburkan sejarah.

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Politisi Partai Demokrat, Andi Arief menyampaikan penolakan pemberian gelar pahlawan kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.

Dirinya bersama 34 tokoh nasional, di antaranya Rachland Nashidik hingga Rocky Gerung menyatakan keberatan.

Hal tersebut disampaikannya lewat status twitter atau x pribadinya @Andiarief__ pada Senin (10/11/2025).

Dalam postingannya, Andi Arief dengan tegas menolak pemberian gelar Pahlawan Nasional yang disampaikan Presiden RI, Prabowo Subianto di Istana Negara, Gambir, Jakarta Pusat pada Senin (10/11/2025).

Namun, lantaran Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mendukung pemberian gelar tersebut, dirinya tak bisa berkilah.

Dirinya tetap menerima Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.

"Saya menerima Pak Harto mendapat gelar Pahlawan karena Ketua Umum Partai saya mendukung  pemberian gelar itu oleh Presiden Prabowo, tetapi sebagai pribadi saya tidak setuju dengan alasan yang cukup banyak di luar alasan rekonsiliasi," tulis Andi Arief.

Namun, dalam postingan berikutnya, dirinya mengunggah Pernyataan Bersama yang ditandatangani 35 tokoh nasional.

Dalam pernyataan yang turut diunggah politikus dan aktivis, Rachland Nashidik itu, mereka menilai pemberian gelar itu berpotensi mengaburkan sejarah dan mengaburkan batas moral bangsa.

“Kami tak menolak mengakui jasa yang disumbangkan siapa pun terhadap Republik ini, termasuk Soeharto. Tetapi kepahlawanan adalah hal yang jauh lebih besar dan penting dari sekadar menghargai jasa seseorang,” tulis pernyataan tersebut.

Pernyataan itu menegaskan bahwa kepahlawanan tidak semestinya digunakan untuk menutupi atau menyamarkan kesalahan dan kejahatan sejarah.

Para tokoh menilai, langkah pemerintah justru 'menyuntikkan bius amnesia sejarah ke tubuh bangsa'.

“Kepahlawanan adalah mekanisme moral kolektif, cara bangsa mendidik anak-anaknya membedakan benar dan salah dalam sejarah. Ia tidak boleh dikosongkan maknanya menjadi sekadar kemegahan personal, karena sesungguhnya ia adalah kompas moral bagi kehidupan bersama dalam menuju masa depan," tulis Pernyataan Bersama.

Mereka setuju, rekonsiliasi bisa saja berguna untuk menyembuhkan luka-luka bangsa.

Namun, para tokoh mempertanyakan sikap inkonsisten negara yang dianggap hanya mengakui sebagian sejarah, tanpa membuka ruang bagi tokoh-tokoh kiri yang turut berjuang melawan kolonialisme dan imperialisme, namun dihapus dari catatan resmi sejarah karena perbedaan ideologi.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved