Hari Pahlawan

Disejajarkan Soeharto Sebagai Pahlawan Nasional, Siapakah Sosok Mbah Kholil?

Mbah Kholil kerap disebut sebagai Ulama Nusantara yang menjadi guru dari Hasyim Asy’ari hingga Presiden RI, Soekarno.

Editor: Dwi Rizki
Istimewa
PAHLAWAN NASIONAL - Kolase Syaikhona Muhammad Kholil atau akrab disapa Mbah Kholil dan Presiden ke-2 RI Soeharto. Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto secara resmi menobatkan Syaikhona Muhammad Kholil atau akrab disapa Mbah Kholil sebagai Pahlawan Nasional. Penobatan gelar tersebut dilakukan bersamaan dengan peringatan Hari Pahlawan Nasional di Istana Negara, Gambir, Jakarta Pusat pada Senin (10/11/2025). 

Dari aktivitas itu, ia semakin akrab dengan dunia keilmuan dan penulisan.

Bersama Syeikh Nawawi al-Bantani dan Syeikh Sholeh as-Samarani, ia berkontribusi dalam pengembangan sistem penulisan huruf Arab Pegon, sistem yang hingga kini masih digunakan di banyak pesantren di Indonesia.

Di antara karya-karyanya yang masih menjadi rujukan pesantren hingga kini adalah Silah fi Bayin Nikah, Tarjamah Alfiyah Ibnu Malik, Asmaul Husna, Ijazah Barzakhiyah, dan Tariqat Ala Mandhumah Nuzhatid Thullab.

Sepulang dari Mekah, Mbah Kholil dikenal sebagai ahli fikih, nahwu, dan tasawuf.

Ia mendirikan pesantren pertama di Cangkebuan, yang kemudian dikelola menantunya, Kiai Muntaha. Tak lama berselang, ia mendirikan pesantren baru di Kademangan, Bangkalan, yang kemudian menjadi pusat pendidikan Islam ternama di Madura.

Dari pesantren inilah lahir banyak ulama besar, termasuk Hadratussyeikh K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, K.H. Abdul Wahab Chasbullah, serta K.H. R. As’ad Syamsul Arifin.

Warisan Mbah Kholil

Mbah Kholil wafat pada 29 Ramadhan 1343 H atau bertepatan dengan tahun 1925 M.

Namun, ajaran, keteladanan, dan jaringan keilmuannya terus hidup melalui para murid dan pesantren yang ia tinggalkan.

Nama Syeikh Kholil Bangkalan kini tidak hanya dikenang sebagai ulama besar Madura, tetapi juga sebagai mahaguru para ulama Nusantara, sosok yang menanamkan semangat keilmuan, kemandirian, dan kerendahan hati dalam tradisi pesantren di Indonesia.

Berikut daftar kitabnya:

  1. Risalah Fi Fiqh al Ibadat (13 Ramadlan 1308 H)

  2. Risalah Isti'dadul Maut (3 Dzulqodah 1309 H)

     

  3. Taqrirat Alfiyah Ibnu Malik (Dzulqodah 1311 H)

     

Sumber: Warta Kota
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved