Berita Karawang

Di Sidang, Tangis Ibu Menyusui yang Dipenjara Pecah, Ungkap Sering Dipukuli Suami dan Ingin Cerai

Neni Nuraeni (37), ibu menyusui yang dipenjara karena kasu Fidusia menangis di sidang di PN Karawang, Selasa (4/11/2025), karena ini

Penulis: Muhammad Azzam | Editor: Budi Sam Law Malau
Wartakotalive.com/ Muhammad Azzam
IBU MENYUSUI MENANGIS - Neni Nuraeni (37), ibu menyusui yang dipenjara karena merupakan terdakwa kasus fidusia menangis tersedu-sedu saat menjalani sidang lanjutan kasusnya di Pengadilan Negeri (PN) Karawang, Selasa (4/11/2025) sore. Ia mengaku sering dipukuli suami hingga ingin menggugat cerai suaminya, dan mengaku tak nyaman selama di penjara. 

Namun, kuasa hukum Neni, Syarif Hidayat menilai penerapan dua pasal tersebut oleh jaksa keliru.

Baca juga: Tahu Ekonomi Sedang Berat, Bupati Aep Tidak Berani Naikkan Pajak PBB di Karawang

Syarif menjelaskan, terdakwa Neni hanya korban dari kesalahan suaminya yang mengambil mobil secara kredit.

Di mana sejak tahun 2022 Neni dan suaminya Deni mengajukan kredit mobil ke Adira Finance Karawang.

Pada saat itu proses pemberkasan dokumen kemudian proses pemilihan unit termasuk Down Payment (DP) itu dilakukan oleh suaminya.

Pada saat itu suaminya dinyatakan sebagai atasnama pengajuan mobil, kemudian di proses ternyata tidak di ACC sebagai debitur karena terhalang BI checking.

Dan Adira Karawang menganjurkan untuk di ajukan ke Adira cabang Cikarang, lalu setelah diproses, ternyata suami Deni juga tidak dapat di ACC sebagai debitur, akhirnya pihak Adira Cikarang menyarankan nama debitur diganti menjadi namanya istrinya Neni.

"Dan itu istrinya tidak tahu, karena saat proses di ACC kendaraan, mulai pembayaran, sampai pengalihan kendaraan itu semuanya suaminya, ibu Neni tidak tahu hanya atas nama saja," katanya.

Meski kesalahan suaminya, Kuasa hukum menilai penerapan dua pasal ini keliru. Sebab, undang-undang fidusia adalah lex specialis atau bersifat khusus. Sehingga, tidak bisa dicampuradukan dengan perkara undang-undang umum.

"Artinya harus memperhatikan asas lex specialis derogat lex generalis. Fidusia tidak boleh dicampurkan dengan pasal umum KUHP. Ini cacat formil dan dari awal kami melihat ada penerapan pasal yang tidak tepat," kata Syarif.

Menurut Syarif, persoalan fidusia harus diselesaikan dahulu melalui perkara perdata. Jika tidak terselesaikan di perdata baru bisa menggunakan pasal pidana umum.

Untuk itu, sebetulnya saat laporan awal leasing pihak Kepolisian lebih dahulu mengarahkan ke perdata bukan langsung ke pidana umum.

"Bahwa ketika adanya tidak pidana mengacu pasal fidusia harusnya jangan dulu diterima tapi diselesaikan dulu perkaranya perdata baru nanti pidana," jelasnya. (MAZ)

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp

Sumber: Warta Kota
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved