Sengketa Lahan

Pengurus Vihara Amurva Bhumi Banding Kasus Sengketa Lahan, Tak Sanggup Bayar Rugi Rp 1,3 Miliar

Pengurus Vihara Amurva Bhumi dipusingkan oleh sengketa lahan, sudah kalah mereka harus bayar ganti rugi Rp 1,3 miliar.

Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Valentino Verry
warta kota/ramadhan lq
Pengurus Vihara Amurva Bhumi menyatakan kepada wartawan tak sanggup bayar ganti rugi sebesar Rp 1,3 miliar atas sengketa lahan tempat ibadah umat Budha itu, sehingga terpaksa ajukan banding. 

"Kembali kepada ruhnya sehingga tempat ini betul-betul membawa kedamaian dan kebahagiaan bagi kita semua. Kepada para pihak, kami mohon dari hati ke hati," katanya lagi.

"Ini tempat ibadah kok, bukan tempat yang menghasilkan uang besar, tetapi ini kan hanya mencari kedamaian di sini, kami sembahyang untuk mencari kebahagiaan. Bukan komersil," ucapnya.

"Jadi sekali lagi, langkah-langkah kami lakukan tentu mendengar penjelasan dari pak Indra, terima kasih kami sampaikan kepada pak wakil menteri ATR/BPN, tentu ini juga nanti akan kami sampaikan kepada pimpinan untuk mengambil langkah-langkah sehingga untuk percepatan dan penguatan bagi pengurus agar segera menemukan jalan terbaiknya," sambungnya.

Diberitakan sebelumnya, akses jalan Vihara Amurva Bhumi digugat secara perdata oleh PT Danataru Jaya.

Vihara berusia sekitar 100 tahun lebih yang menjadi tempat peribadatan umat Buddha itu pun terancam ditutup permanen.

Pengurus Vihara Hok Tek Tjeng Sin, Indra Gunawan menceritakan vihara itu sudah ada sejak zaman prakemerdekaan.

Sebelum dibangun menjadi vihara, tempat itu masih berbentuk cetiya atau tempat kecil untuk peribadatan agama Buddha.

Seiring waktu berlalu, makin banyaknya para jemaah yang beribadah di sana hingga akhirnya oleh pengurus didirikannya vihara yang diberi nama Vihara Amurvabhumi atau Kelenteng Hok Tek Tjeng Sin.

Indra mengatakan ada sekitar 300 umat Buddha yang kerap menjalani ibadah di vihara tua itu.

Namun, jalan yang menjadi akses masuk menuju vihara yang berada di kawasan Karet Semanggi, Setiabudi, Jakarta Selatan itu kini diklaim salah satu perusahaan.

Perusahaan itu pun menggugat jalan tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Jemaah setiap hari silih berganti yang datang, tapi di tiap malam purnama atau ketika ada acara keagamaan yang kumpul bisa sampai 300 orang," kata Indra, Jumat (12/5/2023).

Namun ketenangan umat Buddhis beribadah di vihara tua itu mulai terganggu sejak tahun 2022 silam.

Hal itu terjadi ketika ada salah satu perusahaan mengklaim jalan akses masuk menuju wihara dan kali yang ada di area itu seluas 690 meter dan 462 meter merupakan milik mereka.

"Padahal, jalan masuk itu merupakan tanah hibah dan ada juga yang milik Sudin SDA Jakarta Selatan karena ada kali juga di sana," kata Indra.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved