Berita Nasional

Menko Polhukam Mahfud MD Akui Ada Transaksi di Balik Meja DPR Hingga Penyusup di Ranah Penegak Hukum

Menko Polhukam Mahfud MD paparkan persoalan pelik yang menjangkit legislatif sampai yudikatif serta berbagai lembaga pemerintahan.

Editor: PanjiBaskhara
Kompas Tv
Menko Polhukam Mahfud MD paparkan persoalan pelik yang menjangkit legislatif sampai yudikatif serta berbagai lembaga pemerintahan. Foto: Menko Polhukam Mahfud MD 

Pernyataan itu disampaikan Mahfud MD saat dialog kebangsaan di Kampus IFTK Ledalero, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (30/5/2023) malam seperti dikutip Kompas.com.

Mahfud MD menjelaskan indeks persepsi korupsi di Indonesia mencapai 34 persen pada 2023.

Angka ini, jelas Mahfud MD menurun dari tahun sebelumnya 38 persen.

"Indeks persepsi korupsi kita dari 38 persen turun lagi jadi lebih jelek lagi menjadi 34 persen pada tahun ini. Kenapa? Karena korupsi," ujar Mahfud MD.

Mahfud MD mengatakan, berdasarkan hasil temuan transparansi internasional, tingkat korupsi terbanyak pertama ada di lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Bahkan hasil penelitian menunjukkan, lembaga DPR menjadi tempat perdagangan pembuatan undang-undang.

"Pakai bayar tuh menurut hasil penelitian. Ya kalau ditanya satu-satu pasti enggak ada yang ngaku tapi itu hasil temuan internasional, dimana orang di luar negeri kalau berurusan sulit di DPR karena harus dibayar begini. Ini kasusnya," ujarnya.

Mahfud MD juga menyebut ada anggota DPR yang terlibat dalam konflik kepentingan (conflict of interest).

Di mana oknum anggota DPR kerap menitipkan kasus setiap bertemu dengan Polisi atau Kejaksaan Agung.

"Sehingga setiap kali dia bertemu dengan polisi atau kejaksaan agung, tolong dong bantu kantor pengacara itu. Padahal punya dia. Saya nitip perkara sejatinya dia itu "Markus" makelar kasus. Ini hasil penelitian," katanya.

Mahfud MD menerangkan, setelah temuan itu dibuka ke publik, ia memanggil beberapa kerabatnya yang berprofesi sebagai jaksa dan hakim.

Saat itu ia menanyakan perihal anggota DPR yang mengurus kasus.

Salah seorang hakim, terangnya, membenarkan bahwa ada DPR yang mendatanginya untuk minta membebaskan seseorang.

Namun hakim itu bilang tidak ada cara untuk bebas, harus tetap dihukum.

"Itu hakim yang bagus. Kalau hakim yang tidak bagus, gimana Pak caranya. Bapak punya uang berapa? Kalau hakim yang kenal saya ini bagus, enggak ada caranya dia salah saya hukum," katanya.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved