RDF Sangat Riskan Diterapkan untuk Olah Sampah di Jakarta, Justru Timbulkan Efek Toxid

RDF justru mengandung banyak kekurangan atau kelemahan untuk diaplikasikan sebagai metode pengolahan sampah di DKI Jakarta.

Editor: Mohamad Yusuf
warta kota/leonardus wical
(Ilustrasi) Pengelolaan sampah dengan teknologi canggih terpaksa digunakan di TPST Bantargebang dan ITF Sunter agar krisis tak terjadi. Sebab Jakarta setiap hari memproduksi sampah dalam jumlah besar. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kalangan pemerhati sampah mendesak pemerintah lebih serius menanggulangi masalah sampah.

Mereka menilai, penyelesaian masalah persampahan di kota-kota besar di Indonesia sudah sangat mendesak untuk dilakukan. 

Solusinya pun diharapkan mengaplikasikan cara-cara dan metode yang sesuai, efektif, dan optimal, tanpa harus menimbulkan dampak-dampak sampingan yang justru merusak lingkungan.

Baca juga: Launching Kegiatan Bank Sampah, GMC Sebut Sampah Masih Menjadi Persoalan yang Paling Krusial

Baca juga: LSM Jawa Barat Tolak Kawasan Hutan di Karawang Dijadikan Tempat Pembuangan Sampah

Pilihan solusi pun kini menjadi bahan debat yang cukup hangat. Sebagian kalangan menyebutkan teknologi RDF atau refuse derived fuel sebagai pilihan yang tepat.

Padahal, banyak pihak menyebutkan bahwa Refused Derived Fuel (RDF) justru mengandung banyak kekurangan atau kelemahan untuk diaplikasikan sebagai metode pengolahan sampah di DKI Jakarta.

“Jangan sampai sampah ini menjadi masalah tanpa usai. Jangan sampai terlalu lama kita hanya berkutat pada debat-debat tak berujung tentang metode pengolahan sampah, atau hal-hal lain, padahal sebenarnya di hadapan kita sudah tersedia metode atau cara yang baik dan efektif untuk mengatasinya. Dan, jangan sampai masyarakat menanggung beban pencemaran sampah lebih lama lagi,” kata Widi Pancono, pemerhati masalah persampahan yang juga Ketua Umum Kopetindo (Koperasi Energi Terbarukan Indonesia), dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/3/2023).

Apalagi, kata Widi, pemerintah sudah berkomitmen untuk menghentikan pembangunan TPA atau Tempat Pembuangan Akhir sampah pada tahun 2030 mendatang.

Ia sependapat dengan Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian LHK, Rosa Vivien Ratnawati yang mengatakan bahwa gas metan dalam sampah di TPA menyumbang emisi gas rumah kaca. "Di tahun 2030 kita tidak akan membangun TPA dan lainnya. Dan di 2040 tidak akan ada TPA lagi. Itu cita-cita mulia," kata Widi mengutip Dirjen.

Baca juga: ASDP Targetkan Satu Ton Sampah Plastik melalui Pogram Pilah Sampah Save Our Ocean

Baca juga: Pengelolaan Sampah Plastik Low-Value untuk Infrastruktur Ciptakan Ekonomi Sirkular

Ia mengatakan, sampah memang masih menjadi masalah besar di sejumlah kota besar di Indonesia, terutama kota-kota besar di Jawa. "Khusus untuk Jakarta yang setiap hari menghasilkan 8.000 sampai 8.5000 ton sampah, harus menjadi perhatian serius. Perlu ada penanganan dan teknologi tepat untuk mengatasinya," kata Widi.

Jangan Sembarangan Pilih Metode Olah Sampah

Widi berharap, pemerintah bersama praktisi usaha persampahan dapat menemukan metode yang efektif untuk mengolah sampah.

“Setiap kota punya karakteristik sendiri, jadi solusi penyelesaian masalah sampah di masing-masing kota juga berbeda. Jangan sekadar mengolah sampah tanpa memahami karakteristik tersebut. Jangan sampai sembarangan menerapkan cara pengolahan sampah," katanya.

Untuk kota metropolitan dengan jumlah sampah yang sangat besar dan lahan terbatas, maka mengolah sampah untuk menghasilkan energi listrik, jelas lebih sesuai.

“Yang pasti, sampahnya harus musnah. Ini yang terpenting. Dan juga harus mampu menghasilkan energi listrik terbarukan sehingga dapat menambah bauran energi listrik terbarukan di sistem pembangkitan PLN. Metode insinerator dapat melakukan itu dengan baik,” tambah Widi, sambil menambahkan bahwa jangan sampai masalah sampah dan limbah di kota-kota besar di Indonesia menjadi masalah tanpa usai.

Dia mengingatkan, sampah yang terus dibiarkan menumpuk dan tidak segera dibakar akan berbahaya karena sangat berpotensi menimbulkan gas methan yang sewaktu-waktu bisa meledak.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved