RDF Sangat Riskan Diterapkan untuk Olah Sampah di Jakarta, Justru Timbulkan Efek Toxid

RDF justru mengandung banyak kekurangan atau kelemahan untuk diaplikasikan sebagai metode pengolahan sampah di DKI Jakarta.

Editor: Mohamad Yusuf
warta kota/leonardus wical
(Ilustrasi) Pengelolaan sampah dengan teknologi canggih terpaksa digunakan di TPST Bantargebang dan ITF Sunter agar krisis tak terjadi. Sebab Jakarta setiap hari memproduksi sampah dalam jumlah besar. 

"Tapi kalau sampah setiap hari dibakar habis, tentunya tidak akan terpapar gas methan ke udara sehingga udara Jakarta lebih bersih," katanya.

Menurutnya, sebenarnya ada teknologi lain untuk mengolah sampah menjadi energi listrik, yaitu dengan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) yang merupakan teknologi pengolahan sampah melalui proses homogenizers menjadi ukuran yang lebih kecil melalui pencacahan sampah atau dibentuk menjadi pelet.

Hasilnya akan dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan dalam proses pembakaran recovering batu bara untuk pembangkit tenaga listrik.

"Namun teknologi RDF menurut saya tidak tepat diterapkan di Jakarta. Di Jakarta, teknologi insinerator yang paling tepat karena sampah akan habis dibakar, baik  sampah organik maupun anorganik," katanya.

Singapura Jadi Bukti

Menurut Widi, teknologi insinerator sudah banyak diterapkan dan terbukti sangat efektif  di sejumlah negara seperti di Singapura, Jepang, Korea Selatan dan sejumlah negara lain di Eropa.

“Di negara-negara itu sudah terbukti. Ngga usah jauh-jauh, lihat Singapura yang sangat memberikan perhatian terhadap masalah sampah. Mereka menggunakan insinerator untuk mengolah sampah. Singapura menjadi sangat bersih. Itu bukti sangat nyata,” kata Widi.

Ia menambakan bahwa penanganan sampah harus memperhatikan faktor hasil pembakaran komponen plastik di dalam RDF yang menurut dia sangat berisiko melepaskan senyawa dioksin yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Jadi emisi udara yang dihasilkan dari pembakaran RDF harus dipantau secara ketat.

Ia menambahkan, Refuse Derived Fuel  atau RDF sesungguhnya adalah hasil pemisahan sampah padat perkotaan antara fraksi yang mudah terbakar dengan fraksi yang sulit terbakar.

RDF berasal dari komponen sampah yang mudah terbakar dan memiliki nilai kalor tinggi, seperti plastik, kertas, kain, dan karet/kulit.

“Sampah organik yang merupakan komponen terbesar di dalam sampah kota memang masih dapat diolah menjadi SRF (Solid Recovered Fuel), hanya saja masalahnya adalah membutuhkan lahan yang luas untuk pengolahan sampah organik dalam jumlah besar. Ini  tidak dimiliki oleh kota metropolitan seperti Jakarta," katanya. 

Oleh karena itu, menurut dia, pengolahan sampah dengan metode SRF memiliki sejumlah kekurangan.

“Mulai dari kebutuhan lahan yang luas, dan biaya operasionalnya juga tinggi, sementara pemilahan komponen RDF dari sampah kota memiliki risiko emisi pembakaran boiler dan juga kandungan kimiawi  yang tidak cocok dengan desain boiler yang telah dimiliki PLN, yang dapat menimbulkan kerak dan korosi pada pipa boiler,” katanya.

Ia menambahkan, fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik lebih sesuai karena tidak membutuhkan lahan luas. “Desain boiler-nya juga sudah menyesuaikan dengan kandungan kimia dalam komponen RDF serta dilengkapi dengan kontrol emisi yang ketat dalam proses pembakarannya.

“Jadi jelas bahwa SRF atau RDF tidak bisa dipakai menyelesaikan sampah perkotaan dengan volume besar seperti Jakarta ini. Sangat riskan,” kata Widi mengingatkan.

 

Sumber: Warta Kota
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved