Polisi Tembak Polisi

Majelis Hakim Sebut Tidak Ada Bukti Valid Pelecehan Seksual yang Dialami Putri Candrawathi

Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso sebut bahwa pernyataan Ferdy Sambo yang tidak niat membunuh Brigadir J adalah hanya bantahan kosong belaka.

Penulis: Nurmahadi | Editor: Sigit Nugroho
Akun YouTube Kompas TV
Sidang vonis Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J di PN Jakarta Selatan, Senin (23/2/2023). 

WARTAKOTALIVE.COM, PASAR MINGGU - Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso membacakan sidang vonis Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Dalam amar putusan tersebut, Wahyu Iman Santosa sebut tak ada bukti valid yang mendukung soal peristiwa pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi.

Menurut Wahyu, terdapat dua aturan pengadilan negeri dalam menyidangkan kasus perempuan yang berhadapan dengan hukum yang berkaitan dengan unsur relasi kuasa.

Baca juga: Sidang Vonis Ferdy Sambo, Dugaan Brigadir J Aniaya Putri Candrawathi Disebut Banyak Kejanggalan

Baca juga: Hakim Ketua: Motif Pembunuhan Brigadir Yosua karena Putri Sakit Hati dengan Perbuatan Korban

Baca juga: Sidang Vonis Ferdy Sambo, Suami Putri Candrawathi Mengaku Tidak Berniat Bunuh Brigadir J?

“Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum mengatur bahwa relasi kuasa adalah relasi yang bersifat hirarkis," kata Wahyu.

"Kemudian adanya ketidaksetaraan dan atau ketergantungan status sosial, budaya dan atau pendidikan dan atau ekonomi yang menimbulkan kekuasaan suatu pihak pada pihak lainnya,” ujar Wahyu.

Selain itu, unsur kedua yang disertakan Hakim Wahyu yakni adanya ketergantungan kepada orang lain karena status sosial, budaya, pendidikan dan ekonomi.

BERITA VIDEO: Hakim Yakin Brigadir Yosua Tidak Melecehkan Putri Candrawati

“Kedua unsur relasi kuasa tersebut menimbulkan adanya ketimpangan relasi kuasa sehingga penyebab terjadinya kekerasan seksual,” ucap Wahyu.

Sehingga, Wahyu menilai bahwa Brigadir J yang hanya lulusan SLTA tidak akan melakukan kekerasan seksual kepada Putri Candrawathi yang memiliki posisi lebih tinggi.

Terlebih, dalam ruang lingkup itu, terdapat hierarki yang mencolok antara Brigadir J dengan Putri Candrawathi.

Selain latar belakang pendidikan yang seorang dokter gigi, Putri Candrawathi juga merupakan istri dari Ferdy Sambo yang sebelumnya menjabat sebagai Kadiv Propam Polri 

“Pelecehan seksual dan kekerasan seksual biasanya dikaitkan dengan relasi kuasa, ketika pelaku memiliki kekuasaan yang lebih daripada korban,” ungkap Wahyu.

Kosong Belaka

Selain itu, Wahyu memertimbangkan bahwa pernyataan Ferdy Sambo yang tidak niat membunuh Brigadir J adalah hanya bantahan kosong belaka.

Hal itu dibacakan majelis hakim Wahyu Iman Santoso saat sidang vonis Ferdy Sambo yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (13/2/2023).

Dalam pembacaan vonisnya, majelis hakim sempat mengungkit soal pernyataan pihak kuasa hukum Ferdy Sambo yang menyebut bahwa kliennya tidak bisa dijerat dengan pasal pembunuhan berencana lantaran masih kaburnya motif.

Menurut hakim, motif bukanlah unsur delik sehingga tidak masalah apabila motif tidak bisa dibuktikan dalam persidangan.

Baca juga: Majelis Hakim Beberkan Ada Kejanggalan dalam Penganiayaan yang Dilakukan Brigadir J Terhadap Putri

Baca juga: Bacakan Vonis Ferdy Sambo, Hakim Sebut Penganiayaan Putri Candrawathi oleh Brigadir J Janggal

Baca juga: Ibunda Brigadir J Tatap Tajam Ferdy Sambo Sepanjang Sidang Pembacaan Vonis

Memang benar kata hakim, motif bisa menjadi pertimbangan berat atau tidaknya hukuman terdakwa.

Namun hal itu berlaku untuk Pasal 340 KUHP yakni pembunuhan yang sudah direncanakan.

Hakim juga meyakini bahwa pernyataan pihak Ferdy Sambo yang menyebut hanya meminta Ricky Rizal dan Richard Eliezer memback up bukan membunuh Brigadir J hanyalah bantahan kosong belaka.

“Dilakukan pembahasan sebelumnya yakni terdakwa tidak niat bunuh korban tapi hanya backup terdakwa, menurut majelis hal itu hanyalah bantahan bantahan kosong belaka,” ungkap Majelis Hakim.

Sebab, pada kenyatannya, apabila Ferdy Sambo tidak niat membunuh korban, seharusnya peristiwa pembunuhan tersebut tidak terjadi saat Ricky Rizal menolak menjadi eksekutor pembunuhan tersebut.

Saat Ricky Rizal menolak jadi eksekutor lantaran mentalnya tidak kuat, Ferdy Sambo malah mencari dan menyuruh Bharada E sebagai eksekutor pembunuhan.

Hal inilah yang menjadi salah satu unsur majelis hakim meyakini bahwa pembunuhan yang dilakukan Ferdy Sambo ialah pembunuhan berencana. 

BERITA VIDEO: Tak Ada Persiapan Khusus Jalani Putusan Sidang, Ferdy Sambo Ikhlas Hadapi Vonis

Ada Kejanggalan

Selain itu, Majelis Hakim PN Jaksel menyebut ada beberapa kejanggalan dalam kejadian penganiayaan yang diduga dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi.

Awalnya, Kuat Ma'ruf menengok ke belakang dari kaca korban Brigadir J ada di tangga posisi arah turun di rumah di Magelang pada 7 Juli 2022 sekira pukul 18.30 WIB.

Lalu, Kuat melihat Brigadir J seperti mengintip-intip, lalu menggedor kacanya dan berteriak, namun, Brigadir J malah lari.

Kuat kemudian curiga karena posisi Brigadir J ada di lantai atas.

Lalu, dia memanggil saksi Susi dan berkata kepada Susi untuk mengecek Putri di atas.

Setelah itu, Susi naik ke atas dan berteriak memanggil Kuat.

Kuat naik ke atas melihat Putri ada di depan kamar mandi dengan posisi duduk.

"Menimbang bahwa saksi Susi mengangkat Putri Candrawathi. Setelah itu, Putri Candrawathi sadar dan menangis seperti ketakutan dan menanyakan 'Mana Ricky, mana Richard, mana HP-ku?'," kata Wahyu.

"Putri Candrawathi bilang 'Yosua sadis sekali sama ibu. Yosua sadis sekali sama ibu'," ujar Wahyu.

Apabila mencermati kejadian di atas, hakim menyebut telah terjadi penganiayaan terhadap Putri.

"Namun demikian, ada beberapa kejanggalan yang dapat disimpulkan sebagai berikut, menimbang bahwa berdasarkan saksi Miftahul Haq, Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf dan Susi, serta Richard Eliezer, di persidangan menerangkan bahwa pada 7 Juli dini hari terdakwa bersama Putri Candrawathi merayakan hari jadi pernikahan mereka," tutur Wahyu.

"Dan terdakwa bersama Putri Candrawathi menyuapi makanan kepada para ajudan, termasuk korban dan ART," ucap Wahyu.

Berdasarkan keterangan adik dan kekasih Brigadir J, Mahareza Rizky, pada 4 Juli 2022 menerima pesan melalui WhatsApp dari Putri yang mengirimkan foto korban sedang menyetrika baju anak-anak Sambo dan Putri sebelum kembali masuk ke Asrama Taruna Nusantara, Magelang.

"Dan ditulis 'mau digaji berapa abangmu yang baik ini? yang sangat perhatian pada anak-anak saya'. Saksi menerangkan bahwa Putri Candrawathi sangat terkesan baik dengan sikap almarhum Yosua," ucap hakim.

"Dari pertimbangan di atas, dapat disimpulkan pada 7 Juli dini hari sampai pukul 18.30, keadaan masih berjalan seperti biasa. Namun, keadaan menjadi berubah saat saksi Kuat Ma'ruf melihat korban Yosua sedang menuruni tangga dan saksi Susi melihat PC sedang tergeletak di depan pintu kamar mandi. Dan saksi Kuat Ma'ruf mengatakan agar dilaporkan kepada terdakwa agar tidak menjadi duri dalam rumah tangga," papar Wahyu.

Pertimbangan hakim lainnya adalah ada perbuatan dari korban Brigadir J yang membuat Putri Candrawathi sakit hati.

Sehingga Putri Candrawathi membuat pesan atas perintah yang seolah-olah korban telah melakukan pelecehan seksual atau perkosaan atau lebih dari itu kepadanya.

"Dan hal tersebut, pada 8 Juli 2022 disampaikan kepada terdakwa di Rumah Saguling sesaat Putri Candrawathi tiba di Magelang," terang Wahyu.

"Menimbang bahwa, padahal mulai dari awal seharusnya telah disadari oleh PC selama persidangan berlangsung tidak diperoleh fakta yang mengungkapkan telah tejadi penganiayaan, kekerasan seksual, atau perbuatan pidana lain yang dilakukan korban terhadap Putri Candrawathi," jelas Wahyu.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved