Polisi Tembak Polisi

Kamaruddin Simanjuntak Sebut Tuntutan Jaksa Hasil Operasi Intelijen Jenderal Pengatur Vonis Sambo

Kamaruddin Simanjuntak mengatakan tuntutan jaksa ke 5 terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J adalah hasil operasi intelijen gerakan bawah tanah Jenderal

Akun YouTube Uya Kuya TV
Kamaruddin Simanjuntak membeberkan fakta dan temuan baru seputar pembunuhan berencana Brigadir J oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Kamaruddin Simanjuntak mengatakan tuntutan jaksa penuntut umum ke 5 terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, adalah hasil operasi intelijen para jenderal pendukung Sambo dengan gerakan bawah tanahnya seperti yang dikatakan Menko Polhukam Mahfud MD. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengatakan tuntutan jaksa penuntut umum ke 5 terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, adalah hasil operasi intelijen para jenderal pendukung Sambo dengan gerakan bawah tanahnya seperti yang dikatakan Menko Polhukam Mahfud MD.

Sehingga, kata Kamaruddin Simanjuntak, tuntutan jaksa sangat melukai hati masyarakat dan dirasakan tidak berkeadilan bagi masyarakat.

"Tuntutan itu menurut klien saya tidak berkeadilan. Karena menurut jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan, melanggar Pasal 340. Tapi tuntutannya sangat ringan yakni 8 tahun untuk PC, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf," kata Kamaruddin di Metro TV, Senin (23/1/2023).

"Harusnya kalau terbukti secara sah dan meyakinkan, maka ancaman hukumannya adalah untuk pembunuhan terencana hukuman mati, seumur hidup atau 20 tahun," ujar Kamaruddin.

Jadi, kata Kamaruddin, di sini jaksa setelah melampaui persidangan yang sangat panjang, justru melambung dengan membuat tuduhan baru yaitu perselingkuhan.

"Seharusnya selesai persidangan, harusnya perkara sudah terang. Tapi ini menjadi gelap kembali dengan membuat isu atau rumor baru. Inilah yang disebut dengan operasi intelijen. Jadi ada seolah-olah di sini, doktrin di kalangan pimpinan Jaksa Agung dan Polri untuk membuat perkara init tidak terang tetapi gelap terus," kata Kamaruddin.

Baca juga: Kamaruddin Simanjuntak Didatangi Para Jenderal Yang Coba Atur Vonis Ferdy Sambo Cs Agar Ringan

Kamaruddin menjelaskan pihaknya juga menolak informasi Kapuspen Jaksa Agung yang menyatakan bahwa PC, Kuat Maruf maupun Ricky Rizal, klaster kedua dalam pembunuhan Brigadir J.

"Karena PC dan Ricky Rizal itu ada di klaster pertama, yang sudah jauh-jauh hari merencanakan pembunuhan. Khususnya untuk Ricky Rizal misalnya dia melucuti senjatanya Yosua pada saat di Magelang. Padahal Yosua adalah korban mau dibunuh Kuat Maruf di Magelang," kata Kamaruddin.

Kemudian, kata Kamaruddin, Ricky Rizal bertugas di Magelang, tapi dia ikut mengawal rombongan ke Jakarta.

"Bahkan berdasar informasi Bharada E, Ricky Rizal dia mencelakakan mobil, ketika dia menyetir, agar Brigadir J meninggal," katanya.

Namun Ricky Rizal mengurungkan rencana itu karena resikonya ia juga bisa menjadi korban kecelakaan.

"Kemudian dia ikut merencanakan pembicaraan pembunuhan itu di Saguling di lantai 3. Dia tidak berusaha mencegah misalnya memberitahu informasi ke Bharada E, supaya tidak mau membunuh, artinya Ricky Rizal, sudah lebih dahulu tahu soal rencana pembunuhan tersebut," ujar Kamaruddin.

"Dan dia berbohong terus, dan tidak berterus terang kepada Kapolri dan kepada penyidik-penyidik lainnya, pasca pembunuhan. Artinya lengkaplah kejahatan yang dilakukan Ricky Rizal," kata Kamaruddin.

Baca juga: Kamaruddin Simanjuntak: Putri Candrawathi Pimpin Gladi Resik Pembunuhan Brigadir J di Magelang

Demikian juga Putri Candrawathi (PC), kata Kamaruddin, PC otak daripada pembunuhan Brigadir J.

"Dan dia adalah pelaku utama, sementara Ferdy Sambo mengikuti keinginan PC. Sudah jauh-jauh mereka hari merencanakan pembunuhan. Kan begitu. Maka sudah seharusnya hukuman atau tuntutan buat PC adalah sama dengan Ferdy Sambo, yakni seumur hidup," kata Kamaruddin.

Kamaruddin mengaku soal pengklasteran pelaku yang dijelaskan Kejagung, tidak setuju atau tidak sepakat.

"Kemudian terhadap Bharada E yang sudah jujur dan berterus terang, justru dituntut lebih berat dibanding PC. Ini kan tidak masuk akal. Kejagung tidak mau memikirkan sampai sana, soal logika," kata Kamaruddin.

Kamaruddin Didatangi Jenderal Pendukung Sambo

Kamaruddin Simanjuntak mengaku sangat tahu siapa saja sosok para jenderal yang melakukan gerakan bawah tanah dan mencoba mengatur vonis Ferdy Sambo agar ringan mulai dari pengadilan negeri sampai di tingkat kasasi.

Kamaruddin Simanjuntak mengaku para jenderal itu sempat mendatangi dirinya dan menawarkan uang agar kasus Ferdy Sambo tidak mencuat ke publik pasca pembunuhan Brigadir J.

Menurut Kamaruddin para sosok jenderal itu mendatangi dirinya beberapa hari setelah ia mewakili keluarga melaporkan pembunuhan berencana atas tewasnya Brigadir J oleh Ferdy Sambo Cs ke Bareskrim Polri.

Baca juga: Kamaruddin Simanjuntak Ungkap Ada Peran Tukang Somay dan Pemasang Petasan di Pembunuhan Brigadir J

Soal adanya para jenderal yang melakukan gerakan bawah tanah ini juga diungkapkan Menko Polhukam Mahfud MD.

"Saya tahu karena mereka sudah ebih dulu mendatangi saya sekitar bulan Juli 2022. Waktu itu saya katakan, tolong diluruskan dulu perkaranya, soal tawaran-tawaran kalian itu nanti saya bantu, saya pertemukan dengan orang tua Brigadir Yosua," kata Kamaruddin di tayangan Metro TV, Senin (23/1/2023).

Namun kata Kamaruddin, para jenderal ini fokus untuk menutupi kejadian sebenarnya di Duren Tiga dan bersikeras bahwa yang terjadi adalah tembak menembak.

"Mereka tetap fokus bagaimana supaya perkara ini ditutupi dan tidak terungkap, maka saya tidak setuju. Saya bukan tidak suka uang tapi saya tidak mau menikmati uang kejahatan karena itu bertentangan dengan sumpah jabatan saya sebagai advokat," ujar Kamaruddin Simanjuntak.

Menurut Kamaruddin sosok para jenderal yang mendatanginya mulai dari bintang satu dan bintang dua.

"Jadi mereka mulai dari Brigjen sampai Irjen, serta ada yang aktif dan ada yang sudah tidak aktif," kata Kamaruddin.

Kamaruddin mengatakan para jenderal yang melakukan gerakan bawah tanah ini, sudah berhasil mengacaukan persidangan yakni terkait tuntutan jaksa.

"Sebab bagi klien kami, tuntutan itu sangat tidak berkeadilan dan terlalu ringan terutama bagi PC. Ini sebenarnya bagian operasi intelijen," kata Kamaruddin.

Soal adanya gerakan bawah tanah untuk meringankan hukum Ferdy Sambo ini menurut Kamaruddin terkait juga dengan posisi Sambo sebagai Kepala Satgas Khusu Merah Putih yang sudah dibubarkan Kapolri sebelumnya.

"Makanya saya bilang ke Kapolri, tolong jangan hanya dibubarkan Satgassus Merah Putih tapi diaudtit sumber keuangannya. Karena Pemerintah dan DPR tidak pernah merancang anggarannya, dan dari mana anggaran mereka selama ini," kata Kamaruddin.

Baca juga: Di Polda Metro Malam-malam, Kamaruddin Simanjuntak Minta Status Tersangka dan DPO Kliennya Dicabut

Sementara itu Pakar Hukum Pidana Unsoed Hibnu Nugroho menyatakan, hukum bekerja tidak dalam ruang hampa, sehingga faktor eksternal dan internal tentu sangat memengaruhi vonis hukuman.

Hibnu juga tidak menyangkal bahwa 'gerakan bawah tanah' bisa saja benar-benar mempengaruhi vonis Sambo Cs nantinya.

"Perubahan-perubahan hukum yang tadinya maksimal menjadi minimal itu bisa terjadi. Inilah yang harus diwaspadai, mudah-mudahan hakimnya objektif ada integritas," ujar Hibnu Nugroho.

Gerakan Bawah Tanah

Informasi adanya "gerakan underground" atau "gerakan bawah tanah" yang mencoba mengatur vonis terhadap terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo, ternyata bukan hanya diterima Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD saja.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso juga turut membenarkan adanya "gerakan underground" tersebut seperti yang dinyatakan Mahfud MD.

Menurut Sugeng, IPW mendapatkan informasi serupa dan ada dua pihak yang sedang berseteru dalam gerakan bawah tanah itu.

"Saya bilang itu benar. Kita pun mendapat informasi seperti itu ya. Ini dari dua belah pihak," ujar Sugeng saat dihubungi, Jumat (20/1/2023).

Menurut Sugeng, dua pihak ini ada yang meminta vonis dalam bentuk kalimat dan ada juga yang meminta vonis klausul angka.

"Angka dan kalimat. Kalau kalimat kan seumur hidup atau mati," kata Sugeng.

Sementara angka katanya paling lama hukuman 20 tahun penjara.

Baca juga: Serahkan 6.000 Video Mesum Dirut Taspen, Kamaruddin Simanjuntak: Penyidik Bareskrim Kaget dan Heran

Ia mengatakan, pihak yang meminta vonis Ferdy Sambo dalam bentuk angka adalah orang-orang yang ditengarai adalah kawan Sambo di kepolisian.

"Kalau yang dengan angka itu tentunya perjuangan dari (pihak) Sambo, karena dengan angka dia berharap nanti bisa dapat remisi segala macam dan dia bisa melanjutkan hidupnya secara normal. Mungkin dapat remisi kemerdekaan, perlakuan baik ya itu," kata Sugeng.

Sebelumnya, Menteri Menkopolhukam Mahfud MD mencium "gerakan bawah tanah" yang sengaja memengaruhi putusan atau vonis terhadap Ferdy Sambo dan kawan-kawan.

Tak tanggung-tanggung, Mahfud menyebut gerakan itu sebagai gerilya. Sebab, ada yang meminta Ferdy Sambo dihukum, ada juga yang meminta dibebaskan.

"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).

"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu. Tapi kita bisa amankan itu, di kejaksaan, saya pastikan kejaksaan independen," ujar Mahfud.

Baca juga: Kamaruddin Simanjuntak Serahkan 6.000 Video Porno Yang Diklaim Diperankan Dirut Taspen ke Bareskrim

Diketahui, lima terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J telah menjalani sidang tuntutan.

Pada pokoknya, kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Tiga terdakwa, yaitu Kuat Maruf, Ricky Rizal Wibowo dan Putri Candrawathi dituntut delapan tahun penjara. Sedangkan Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara dan otak pembunuhan Ferdy Sambo dituntut seumur hidup.

Kejaksaan bebas gerakan bawah tanah

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan bahwa kejaksaan akan bersikap independen dalam sidang kasus Ferdy Sambo dan kawan-kawan.

Hal itu diutarakan Mahfud usai dirinya mendengar 'gerakan bawah tanah' untuk mengintervensi pengadilan dan kejaksaan soal putusan Sambo dan kawan-kawan.

"Ada yang bilang soal seorang Brigjen mendekati A dan B, Brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya Mayjen. Banyak kok, kalau Anda punya Mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya Lejten," ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).

"Saya pastikan kejaksaan independen tidak akan berpengaruh dengan gerakan-gerakan bawah tanah itu," kata dia.

Lebih lanjut, Mahfud mencium gerakan yang meminta atau memesan untuk memengaruhi vonis Sambo dan kawan-kawan. "Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka," kata Mahfud.

"Jadi bukan putusan yang ini yang pesan. Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu. Tapi kita bisa amankan itu, di kejaksaan, saya pastikan kejaksaan independen," ucap Mahfud.

Baca juga: Dilaporkan Dirut Taspen Sebarkan Hoaks, Kamaruddin Simanjuntak Bawa Sekoper Bukti ke Bareskrim

Seperti diketahui mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup oleh jaksa penuntut umum dalam kasus pembunuhan berencana ajudannya Brigadir J.

Sementara istri Ferdy Sambo hanya dituntut 8 tahun penjara sama dengan Kuat Maruf dan Ricky Rizal.

Sedangkan Bharada E yang merupakan justice collaborator dalam kasus inni dituntut 12 tahun penjara. (bum)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

 

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved