Polisi Tembak Polisi
Meski Tak Merasa Bersalah, Kuat Ma'ruf Akui Sedih dan Menyesalkan Kematian Tragis Brigadir J
Hal itu disampaikan Kuat Ma'ruf dalam persidangan pemeriksaan terdakwa, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (9/1/2023).
Penulis: Nurmahadi | Editor: Feryanto Hadi
Menurut Irwan, memang ART di rumah dinas di Duren Tiga adalah Diryanto aliasa Kodir. Sehingga banyak orang yang mengira tugas rutinitas di Duren Tiga adalah tugas Kodir.
"Jadi waktu itu si Kodir tidak ada di tempat. Tidak ada pembatasan yang tegas, siapa yang bertugas menutup pintu, siapa yang berfungsi menyetir saja kerjanya. Batasan-batasan itu tidak ada dalam lingkup ajudan, ART dan sopir, di keluarga Sambo," ujar Irwan.
Baca juga: Yang Didengar Ricky Rizal Saat Pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo Perintahkan Jongkok
Namun hal itu katanya dikaitkan oleh JPU bahwa yang dilakukan Kuat Maruf bagia dari perencanaan pembunuhan.
"Inilah dikait-kaitkan oleh JPU, seolah olah Kuat Maruf ini bagian dari perencanaan. Sementara fakta-fakta di persidangan tidak ada menggambarkan seperti itu," ujarnya.
Selain itu Irwan mengatakan bahwa keterangan justice collaborator (JC) sama kedudukannya seperti keterangan saksi lainnya.
Baca juga: Momen Natal, Brigadir J Temui Ibunda Dalam Mimpi, Menangis Histeris dan Tunjukkan Semua Luka Tembak
"Keterangan JC pun perlu ditambah dengan bukti-bukti lainnya dan tidak dapat berdiri sendiri. Satu keterangan saksi, bukan saksi," katanya.
Sementara dalam sidang, kuasa hukum Kuat Maruf menghadirkan saksi ahli meringankan yakni ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Muhammad Arif Setiawan.
Arif menyebut harus ada meeting of mind agar pelaku pembunuhan berencana bisa terbukti.
Baca juga: Sidang Pembunuhan Brigadir J 27 Desember akan Hadirkan Saksi Ringankan Ferdy Sambo
"Jika ada seseorang yang ada pada wkatu dan di tempat kejadian perkara (TKP) tanpa meeting of mind, apakah mungkin orang tersebut dapat ditarik sebagai pesakitan?"tanya kuasa hukum Kuat Ma'ruf, Irwan Iriawan di PN Jaksel, Senin (2/1/2023).
Arif menjelaskan seseorang yang berada di TKP sekali pun belum tentu bisa ditarik sebagai tersangka pembunuhan berencana. Sebab, dia menekankan dalam hukum pidana, para pelaku pembunuhan berencana harus memiliki kepahaman yang sama.
"Kalau bentuknya ikut serta harus ada meeting of mind, maka tidak semua orang yang yang ada di tempat ketika terjadi suatu kejahatan itu turut serta," sahut Arif.
Baca juga: Pakar: Ferdy Sambo Lakukan Perlawanan Total, Namun Sebenarnya Tertekan Batin dan Bisa Bunuh Diri
Selain itu, Arif menekankan pentingnya mengetahui adanya kesepahaman sebelum menentukan dakwaan pembunuhan berencana.
"Tergantung apakah dari semua orang yang ada di situ terjadi kesepahaman yang sama untuk terjadinya kejahatan yang dimaksud. Kalau itu ada kesepahaman yang sama di antara orang yang di situ, berarti ada meeting of mind-nya. Berarti dia (Kuat Ma'ruf) turut serta," jelasnya.
Dengan demikian, Arif menyampaikan jaksa penuntut umum (JPU) harus mampu mengungkap keikutsertaan Kuat Ma'ruf dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir J alias Yosua Hutabarat.
Dia menuturkan setiap persidangan perlu menemukan bukti-bukti yang dimaksud dalam surat dakwaan. "Kalau tidak ada, berarti tidak turut kesertaan. Itu semua menyangkut tinggal pembuktian saja," katanya.
polisi tembak polisi
Kuat Maruf
Ferdy Sambo
Brigadir J
Putri Candrawathi
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
AKP Dadang Iskandar Dipecat Tidak Hormat, Tak Dapat Pensiun, Terancam Hukuman Mati |
![]() |
---|
Buntut Polisi Tembak Polisi, Polri Evaluasi Soal Senjata Api Dipimpin Irwasum Irjen Dedi Prasetyo |
![]() |
---|
AKP Dadang Iskandar Resmi Dipecat, Irwasum Tegaskan Komitmen Polri Tidak Toleransi |
![]() |
---|
Raut Wajah AKP Dadang Iskandar Usai Resmi Dipecat Dalam Sidang Etik di Mabes Polri |
![]() |
---|
Mantan Kabareskrim Ungkap Dugaan Alasan Penembakan AKP Dadang, Ada Unsur Ketidakpercayaan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.