Virus Corona
Harga Tes PCR Mahal, Pooling Specimens Jadi Solusi Penghematan
RT-PCR terbilang mahal, karena sejumlah komponennya harus didatangkan dari luar negeri.
"Serta sebesar Rp 300 ribu untuk luar Pulau Jawa dan Bali," ujar Kadir dalam konferensi pers virtual, Rabu (27/10/2021).
Kementerian Kesehatan mengingatkan semua fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, laboratorium dan fasilitas pemeriksaan lain yang telah ditetapkan oleh menteri, dapat mematuhi batasan tarif tertinggi pemerintahan PCR tersebut.
Hasil pemeriksaan real-time PCR menggunakan besaran tarif tertinggi tersebut, dikeluarkan dengan durasi maksimal 1 x 24 jam dari pengambilan swab pada pemeriksaan real-time PCR.
Baca juga: Selain Harga Diturunkan, Legislator PAN Minta Masa Berlaku Hasil Tes PCR Diperpanjang Jadi 7 Hari
"Kami meminta kepada Dinas Kesehatan daerah provinsi dan Dinas Kesehatan daerah kabupaten dan kota."
"Untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemberlakuan pelaksanaan batas tertinggi untuk pemeriksaan real-time PCR sesuai kewenangan masing-masing," tutur Prof Kadir.
Nantinya, evaluasi batas tarif tertinggi pemeriksaan real time PCR akan ditinjau secara berkala sesuai kebutuhan.
Baca juga: Puan Maharani: Tarif Tes PCR Jangan Lebih Mahal dari Harga Tiket Transportasi Publik
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan harga tes PCR diturunkan menjadi Rp 300 ribu.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, usai rapat terbatas bersama Presiden, Senin (25/10/2021).
"Arahan Presiden agar harga PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300 ribu, dan berlaku selama 3 x 24 jam untuk perjalanan pesawat," ungkap Luhut.
Baca juga: Jokowi Lantik 17 Duta Besar, Jubir Presiden Tugas di Kazakhstan, Mantan Ketua Kadin di Amerika
Luhut tidak menampik syarat kewajiban PCR untuk pengguna transportasi udara mendapat banyak kritikan masyarakat.
Terutama, karena kebijakan tersebut diterapkan saat kasus melandai.
Namun, menurut Luhut, yang harus dipahami adalah kebijakan tersebut diterapkan untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19, karena mobilitas yang tumbuh pesat dalam beberapa pekan terakhir.
Baca juga: Yaqut Cholil Qoumas Bilang Kementeriannya Hadiah Negara untuk NU, Anwar Abbas: Bubarkan Saja Kemenag
"Perlu dipahami bahwa kebijakan PCR ini diberlakukan, karena kami melihat risiko penyebaran yang semakin meningkat, karena mobilitas penduduk yang meningkat pesat dalam beberapa minggu terakhir," paparnya.
Luhut mengatakan, pemerintah belajar banyak dari negara negara lain, salah satunya Inggris, yang melakukan relaksasi aktivitas masyarakat dan protokol kesehatan, yang berdampak melonjaknya kembali kasus Covid-19.
Negara yang mengalami lonjakan tersebut, tingkat vaksinasinya juga tinggi.
Baca juga: Menag Bilang Kementerian Agama Hadiah Negara untuk NU, Sekjen PBNU: Tidak Pas dan Kurang Bijaksana
"Saya mohon, jangan kita hanya melihat enaknya, karena enak ini kita rileks yang berlebihan, nanti kalau sudah rame jangan juga nanti ribut."
"Jadi saya mohon kita sudah cukup pengalaman menghadapi ini, jadi jangan kita emosional menanggapi apa yang kami lakukan ini," pinta Luhut. (Rina Ayu)