Revisi UU KPK

Pekan Depan Pembacaan Putusan Uji Materi, 51 Guru Besar Minta MK Batalkan Revisi UU KPK

51 guru besar dari berbagai universitas di Indonesia mengirimkan surat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Mahkamah Konstitusi akan membacakan putusan uji materi UU KPK pada Selasa (4/5/2021) pekan depan. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - 51 guru besar dari berbagai universitas di Indonesia mengirimkan surat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Secara garis besar, surat tersebut dimaksudkan agar Mahkamah Konstitusi membatalkan pengundangan revisi UU KPK.

Revisi yang dimaksud adalah Undang-undang 19 Tahun 2019 tentang perubahan UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga: Selain Kirim Permohonan Ekstradisi, Ini yang Dilakukan Polri untuk Ciduk Jozeph Paul Zhang

Pada Selasa (4/5/2021) pekan depan, Mahkamah Konstitusi akan membacakan putusan uji materi UU KPK.

Dalam suratnya, Koalisi Guru Besar Antikorupsi Indonesia menyebut, alih-alih memperkuat, eksistensi UU 19/2019 justru memperlemah pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.

"Situasi ini sangat bertolak belakang dengan cita-cita pembentukan KPK yang menitikberatkan pada upaya pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan
berkesinambungan," demikian bunyi surat yang diterima Tribunnews, Jumat (30/4/2021).

Baca juga: Sejak 2010 Hingga 2020, KKB Lakukan 118 Kasus Kekerasan di Papua, TNI 15, Polri 13

Para guru besar berpandangan substansi UU 19/2019 secara terang-benderang melumpuhkan lembaga antirasuah itu, baik dari sisi profesionalitas maupun integritasnya.

Mereka mencontohkan, seperti mulai dari hilangnya independensi, pembentukan dan fungsi berlebih Dewan Pengawas, kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), sampai alih status kepegawaian KPK ke ASN.

"Sehingga, akibat perubahan politik hukum pemerintah dan DPR itu, terdapat persoalan serius yang berimplikasi langung pada penanganan perkara tindak pidana korupsi."

Baca juga: Bantu Satgas Nemangkawi Tumpas KKB Papua, Densus 88 Tunggu Perintah Kapolri

"Dua di antaranya, kegagalan KPK dalam memperoleh barang bukti saat melakukan penggeledahan di Kalimantan Selatan dan penerbitan SP3 untuk perkara mega korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia," papar para guru besar.

Menurut para guru besar, KPK juga mengalami degradasi etika yang cukup serius.

Pelanggaran kode etik, pencurian barang bukti, dan praktik penerimaan gratifikasi serta suap untuk menghentikan perkara korupsi yang ditangani, kata mereka, pelan tapi pasti merusak reputasi KPK yang sejak lama justru jadi barometer badan antikorupsi yang cukup ideal.

Baca juga: Polisi Memang Temukan Pembersih WC Saat Geledah Bekas Markas FPI, tapi Tak Dijadikan Barang Bukti

Bahkan menurut para guru besar, proses pengesahan revisi UU KPK juga diwarnai permasalahan serius, terutama ihwal proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

"Sebagaimana Bapak dan Ibu Hakim Konstitusi ketahui, Undang-undang KPK hasil perubahan dikerjakan secara kilat (14 hari) oleh pemerintah dan DPR."

"Tentu secara kasat mata sudah dapat dipahami bahwa pembahasan regulasi itu juga telah mengabaikan partisipasi masyarakat, karena prosesnya tertutup dan tidak akuntabel," imbuh mereka.

Baca juga: Dua Polisi Tersangka Kasus Unlawful Killing Terhadap Anggota FPI Dapat Bantuan Hukum dari Polri

Padahal, kata para guru besar, UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan secara tegas menjamin partisipasi masyarakat dalam setiap proses dan tahapan legislasi.

"Jika praktik ini dianggap benar, bukan hanya isu tertib hukum saja yang dilanggar, namun jauh lebih esensial, yakni mempertaruhkan masa depan kehidupan demokrasi di Indonesia," beber mereka.

Kian melemahnya iklim pemberantasan korupsi di Indonesia, disampaikan mereka, juga tergambar dalam riset Transparency International (TI) beberapa waktu lalu.

Baca juga: Terorisme Beda dari Kasus Pidana Biasa Jadi Alasan Polisi Tak Izinkan Munarman Dijenguk

Kala itu, TI menemukan fakta bahwa Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020 merosot tajam, baik dari segi skor maupun peringkat.

"Singkatnya, sebelum UU KPK direvisi, Indonesia berada pada peringkat 85 dunia dengan skor IPK 40. Namun semuanya berubah setelah revisi UU KPK dilakukan."

"Citra Indonesia di mata dunia semakin memburuk dengan turunnya peringkat menjadi 102 dan degradasi skor tiga poin menjadi 37."

Baca juga: Polisi Harus Lepas Munarman Jika dalam 21 Hari Tak Bisa Buktikan Terlibat Terorisme

"IPK ini tentunya dapat mencerminkan bahwa arah politik hukum semakin menjauh dari penguatan pemberantasan korupsi."

Pada konteks lain, para guru besar menyebut kepercayaan publik kepada KPK juga merosot drastis.

Sepanjang 2020 sejak UU KPK baru berlaku, KPK semakin menjauh dari ekspektasi publik.

Baca juga: KKB Papua Dilabeli Teroris, Densus 88 Bisa Tangkap Pendukung di Medsos Seperti Veronica Koman

"Dalam pemantauan kami, setidaknya delapan lembaga survei telah mengonfirmasi hal tersebut."

"Padahal, sebagaimana diketahui oleh Bapak dan Ibu Yang Mulia Hakim Konstitusi, selama ini KPK praktis selalu mendapatkan apresiasi dan citra positif di mata publik," sebut mereka.

Terkait itu, mereka menilai Mahkamah Konstitusi harus mencabut revisi UU KPK dan mengembalikan KPK ke murah yang lebih baik.

Baca juga: KRI Nanggala-402 Dikabarkan Sempat Kirim Sinyal Tempur Sebelum Hilang Kontak, Ini Klarifikasi TNI AL

"Harapan itu hanya akan terealisasi jika Bapak dan Ibu Yang Mulia Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi UU KPK hasil revisi."

"Jika itu dilakukan, kami yakin penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi, akan kembali pada ke khittahnya," tulis mereka.

Di akhir surat, Koalisi Guru Besar Antikorupsi Indonesia menyebutkan MK sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum.

Baca juga: Bantu Evakuasi KRI Nanggala-402, Cina Kirim 3 Kapal Penyelamat, Sanggup Menyelam 4.500 Meter

Hal itu sesuai dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945.

Berikut ini daftar 51 guru besar yang tergabung dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi Indonesia:

1. Prof Emil Salim (Guru Besar FEB UI)

2. Prof Sulistyowati Irianto (Guru Besar FH UI)

3. Prof Azyumardi Azra (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah)

4. Prof Sigit Riyanto (Guru Besar FH UGM)

5. Prof Ni’matul Huda (Guru Besar FH UII)

6. Prof em. Dr Franz Magnis-Suseno (Guru Besar STF Driyarkara)

7. Prof Jan S Aritonang (Guru Besar Sekolah Tinggi Teologi Jakarta)

8. Prof Ningrum Natasya Sirait (Guru Besar FH USU)

9. Prof Anna Erlyana (Guru Besar FH UI)

10. Prof Andri G Wibisana (Guru Besar FH UI)

11. Prof Dr Zainul Daulay, S.H ( Guru Besar FH Unand)

12. Prof Dr Masri Mansoer, M. A. (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

13. Prof Dr Sukron Kamil (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

14. Prof Multamia RMT Lauder (Guru Besar FIB UI)

15. Prof Herlien D Setio (Guru Besar FT ITB)

16. Prof Dr Frans Limahelu (Guru Besar FH UNAIR)

17. Prof Sonny Priyarsono (Guru Besar FEM IPB)

18. Prof Evy Damayanthi (Guru Besar FEMA IPB)

19. Prof Asep Saepudin (Guru Besar Statistik IPB)

20. Prof Atip Latipulhayat (Guru Besar FH UNPAD)

21. Prof Muhammad Chirzin, M.Ag. (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

22. Prof Bambang Hero Saharjo (Guru Besar Fakultas Hutan IPB)

23. Prof Dr Hibnu Nugroho (Guru Besar FH UNSOED Purwokerto)

24. Prof Riris K. Toha Sarumpaet (Guru Besar FIB UI)

25. Prof Manekke Budiman (Guru Besar FIB UI)

26. Prof Akmal Taher (Guru Besar FK UI)

27. Prof Pratiwi Soedharmono (Guru Besar FK UI)

28. Prof Ratna Sitompul (Guru Besar FK UI)

29. Prof Harun Joko Prayitno (Guru Besar UMS Surakarta)

30. Prof Dr M Zaidun (Guru Besar FH UNAIR)

31. Prof Didik J Rachbini (Guru Besar FE Universitas Mercubuana)

32. Prof Dr M. Dien Madjid (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

33. Prof Budi Haryanto (Guru Besar FKM UI)

34. Prof Hendra Gunawan (Guru Besar FMIPA ITB)

35. Prof Iwan Pranoto (Guru Besar FMIPA ITB)

36. Prof Muhadjir Darwin (Guru Besar FISIP UGM)

37. Prof Harihanto (Guru Besar FISIP UNMUL)

38. Prof Elita Rahmi (Guru Besar FH Universitas Jambi)

39. Prof Agustinus Kastanya (Guru Besar Kehutanan, UNPATII, Ambon)

40. Prof Dr Marwan Mas, SH MH (Guru Besar FH Universitas Bosowa)

41. Prof Aminuddin Mane Kandari (Guru Besar FHIL, UHO, Kendari)

42. Prof Achmad Nurmandi M.Sc (Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)

43. Prof Ahmad Khairuddin (Guru Besar UM Banjarmasin)

44. Prof H. R. Partino (Guru Besar Fakultas Psikologi UNCEN Papua)

45. Prof Dr Muhammad Azhar (Guru Besar UMY)

46. Prof Dr Bambang Cipto (Guru Besar UMY)

47. Prof Wahyudi Kumorotomo (Guru Besar Fisipol UGM)

48. Prof PM Laksono (Guru Besar FIB UGM)

49. Prof Haryono Umar (Guru Besar FE Universitas Trisakti)

50. Prof Andi Faisal Bakti (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

51. Prof Ramlan Surbakti (Guru Besar FISIP UNAIR). (Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved