Kasus BLBI

Dihitung Ulang, Utang Obligor BLBI kepada Pemerintah Bertambah Jadi Rp 110,4 Triliun

Mahfud MD mengatakan, jumlah tersebut bertambah dari jumlah yang sebelumnya ia sebutkan, yakni Rp 109 triliun lebih.

Tribunnews.com
Mahfud MD mengatakan, piutang perdata pemerintah kepada para obligor BLBI kini mencapai Rp 110 triliun lebih. 

"Tadi menghitung 109 lebih, hampir 110."

"Jadi bukan hanya Rp 108 triliun, tapi kira-kira Rp 109 triliun lebih," kata Mahfud MD dalam keterangan video dari Tim Humas Kemenko Polhukam, Senin (12/4/2021).

Baca juga: Darmizal Tuding Sosok Ini yang Jerumuskan SBY Daftarkan Merek dan Lukisan Partai Demokrat ke DJKI

Namun demikian, kata Mahfud MD, dari nilai tersebut, pemerintah masih harus menghitung dengan hati-hati terkait nilai yang masih realiatis untuk ditagih saat ini.

"Tapi dari itu yang masih realistis untuk ditagih itu berapa, ini masih sangat perlu kehati-hatian," tutur Mahfud MD.

Mahfud MD berencana mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk meminta data pelengkap terkait kasus BLBI, Selasa (13/4/2021) besok.

Baca juga: Yakin Menang Gugatan Soal AD/ART Partai Demokrat, Kubu Moeldoko Minta AHY Fokus Siapkan Rp 100 M

Mahfud MD mengatakan, data tersebut di antaranya data lain di luar hukum perdata yang bisa ditagihkan, bersama tagihan dalam kasus perdatanya.

"Saya sudah koordinasi dengan KPK, saya perlu data-data pelengkap dari KPK."

"Karena tentu KPK punya data-data lain di luar soal hukum perdata yang bisa ditagihkan."

Baca juga: Pleidoi Tak Digubris Hakim, Djoko Tjandra Banding Vonis 4 Tahun 6 Bulan Penjara

"Digabungkan ke perdata karena pidananya sudah diusut."

"Hari Selasa besok saya akan ke KPK," ucapnya.

Mahfud MD menjelaskan dua alasan mengapa KPK tidak masuk ke dalam Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI, yang telah dibentuk pemerintah.

Baca juga: Aktor Intelektual Kasus Penyiraman Air Keras Tak Terungkap, Novel Baswedan Nilai Polisi Enggan

Pertama, kata dia, KPK adalah lembaga penegak hukum pidana.

"Kedua, KPK itu adalah lembaga dalam rumpun eksekutif, tetapi bukan bagian dari pemerintah, sehingga dia seperti Komnas HAM dan sebagainya.

"Dia kalau masuk ke tim kita nanti dikira disetir, dikooptasi, dan sebagainya."

Baca juga: Ingin TMII Berbasis Konsep 4.0, Kemensetneg Buka Kanal Aspirasi Publik

"Biar dia bekerja lah, kalau memang ada korupsinya dari kasus ini nantikan bisa dia ikut, bisa tetap diawasi," jelas Mahfud MD.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved