Sudah 89 Akun Medsos Ditegur Polisi Virtual Termasuk 1 WhatsApp, Banyak yang Langsung Menghilang
Teguran itu berdasarkan data terakhir yang dihimpun oleh Direktorat Siber Bareskrim Polri sejak 23 Februari 2021 hingga 11 Maret 2021.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Petugas virtual police alias polisi dunia maya menegur 89 akun media sosial yang berpotensi melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Teguran itu berdasarkan data terakhir yang dihimpun oleh Direktorat Siber Bareskrim Polri sejak 23 Februari 2021 hingga 11 Maret 2021.
Sejatinya, ada 125 akun media sosial yang berpotensi mendapatkan teguran virtual police.
Baca juga: Moeldoko Bakal Diusung Jadi Capres 2024? Jhoni Allen: Kalau ke Bandung Harus Mampir ke Bogor Dulu
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menyampaikan, proses verifikasi dari para ahli menyatakan hanya 89 akun media sosial yang dianggap memenuhi unsur yang dapat berpotensi melanggar UU ITE, dan harus mendapatkan peringatan virtual police.
"Dari 125 konten tersebut, 89 konten dinyatakan lolos verifikasi."
"Artinya konten memenuhi ujaran kebencian, jadi memenuhi unsur."
Baca juga: Gatot Nurmantyo Mengaku Pernah Diajak Kudeta AHY, Jhoni Allen: Jangan Asbun, Beda Integritas
"Sedangkan 36 konten tidak lolos, artinya tidak menuju ujaran kebencian," kata Kombes Ahmad di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (12/3/2021).
Rinciannya, 89 akun media sosial yang mendapatkan teguran virtual police adalah 40 akun telah mendapatkan peringatan pertama, 12 akun mendapatkan peringatan kedua, 16 akun tidak dikirim, dan 21 akun gagal terkirim.
"Saya jelaskan, gagal terkirim 21 konten teknik karena akun tersebut langsung hilang, langsung dihapus ya."
Baca juga: UU Pemilu Batal Direvisi, Pilpres 2024 Diprediksi Bakal Makin Seru, Ini Alasannya
"Jadi belum sempat diperingati, kontennya hilang ya."
"Hit and run itu namanya, kirim hilang," jelasnya.
Ahmad juga menjelaskan, platform akun media sosial yang paling banyak terkena teguran paling banyak berasal dari Twitter, disusul Facebook, Instagram, YouTube, dan WhatsApp.
Baca juga: Terlalu Berisiko dan Tak Menguntungkan, Pemerintah Diprediksi Takkan Mengesahkan KLB Deli Serdang
Virtual police dipastikan turut mengawasi konten berpotensi melanggar UU ITE yang diunggah dari akun WhatsApp.
Total, sudah ada 1 akun yang ditegur.
"Jangan berpikir, ah kalau kita memfitnah orang, menyebarkan kebencian, kalau pakai platform tertentu aman nih. Enggak," ujar Ahmad.
Baca juga: Kapan 3 Polisi yang Diduga Terlibat Unlawful Killing Diperiksa? Kabareskrim: Penyidik yang Atur
Ahmad menuturkan, pola peneguran akun dari WhatsApp biasanya melalui laporan dari masyarakat.
Misalnya, ada suatu akun yang berasal dari grup WhatsApp yang diduga menggungah pesan melanggar UU ITE.
Selanjutnya, kata Ahmad, ada akun WhatsApp lainnya yang men-screenshot pesan tersebut, dan melaporkan akun tersebut ke polisi.
Baca juga: Bagi-bagi Duit di KLB Deli Serdang, Apa Jabatan Nazaruddin di Partai Demokrat Kubu Moeldoko?
Laporan itu kemudian dikaji apakah memenuhi dugaan pelanggaran UU ITE.
"Artinya misalnya, ini hanya misalnya ya, ada di grup itu, kemudian ada yang melapor ke polisi, dia screenshoot dong. Terus akunnya dilacak," terangnya.
Atas dasar itu, ia memastikan tidak ada platform yang aman bagi para pelanggar UU ITE untuk luput dari pantauan petugas virtual police.
Baca juga: Demokrat Gugat 10 Orang ke PN Jakpus Terkait KLB Deli Serdang, 7 di Antaranya Kader yang Dipecat
"Prinsipnya virtual police itu memperingati kepada akun-akun, apa pun bentuk platformnya."
"Sudahlah, jangan berpikir WhatsApp aman kita, jangan. Artinya kita sampaikan semua bisa kena," bebernya.
Jangan Berdebat
Kabareskrim Komjen Agus Andrianto berharap netizen yang ditegur karena melanggar UU ITE oleh personel virtual police, bisa sadar tanpa mendebat petugas.
Namun begitu, Agus Andrianto mengaku pihak kepolisian tetap menghormati masyarakat yang menyanggah ataupun mendebat teguran yang disampaikan oleh petugas virtual police.
"Menyanggah kan hak mereka, namun yang disampaikan oleh anggota yang tergabung dalam virtual police tersebut tentu terkait konten yang di-upload."
Baca juga: Lagi, Bareskrim Tolak Laporan yang Permasalahkan Kerumunan Jokowi di NTT
"Kesadaran yang diharapkan, bukan berdebat di dunia maya," kata Agus kepada wartawan, Minggu (28/2/2021).
Agus mengingatkan warganet yang masih bandel menolak menghapus kontennya, dapat berbuntut panjang jika unggahannya dilaporkan secara hukum oleh pihak lain.
Nantinya, kata Agus, laporan polisi tersebut bisa diterima, lantaran petugas virtual police sudah mengingatkan pelaku untuk menghapus kontennya.
Baca juga: Minta AHY Terima Kenyataan KLB, Darmizal: Kalau Kalah Minggir, Jika Menang Upgrade Elektabilitas
"Bila membandel dalam proses, andai ada yang melapor atau menurut analisa dan prediksi petugas berpotensi terhadap disintegrasi bangsa."
"Gangguan terhadap stabilitas nasional, intoleran, menimbulkan terjadinya konflik sosial, (pemanggilan) klarifikasi dapat dilakukan saat itu," jelasnya.
Namun demikian, pihak Polri tetap mengedepankan penyelesaian masalah UU ITE dengan cara mediasi atau restorative justice.
Baca juga: Dipecat Demokrat karena Dukung KLB, Ketua DPC Kabupaten Tegal Minta Uang Rp 500 Juta Dikembalikan
"Silakan aja (mendebat) kan semua ada risikonya."
"Sepanjang personal kan harus pihak yang dirugikan yang melapor."
"Andai dilaporkan juga terbuka ruang mediasi," paparnya.
Edukasi
Virtual police menjadi salah satu program Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Kebijakan itu merupakan upaya preventif untuk meminimalisir penegakan hukum terkait pelanggaran UU ITE.
Nantinya, para warganet yang dianggap telah melanggar UU ITE, akan mendapatkan teguran berupa pesan pribadi ke akun sosial medianya.
Baca juga: SBY: Partai Demokrat Not For Sale! Kami Tidak Tergiur dengan Uang Anda
Isinya, edukasi pasal pidana yang dilanggar terkait unggahan itu.
Dalam teguran itu, polisi dunia maya nantinya juga meminta pelanggar untuk menghapus konten tersebut.
Sebab, konten itu dianggap telah berimplikasi pidana jika dipertahankan.
Baca juga: Mahfud MD Siap-siap Perintahkan Polri, Kejaksaan, dan KPK Usut Dugaan Penyelewengan Dana Otsus Papua
"Jadi, dari pihak kepolisian memberikan edukasi dulu, memberitahukan, eh mas/mbak/bapak/ibu apa yang ditulis itu melanggar pidana."
"Jangan ditulis kembali, tolong dihapus ya. Misal seperti itu," jelas Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/2/2021).
Sebagai contoh, seorang warganet mengunggah konten berupa tulisan, gambar ataupun video yang dimuat di akun sosial medianya.
Baca juga: SBY: Saya akan Jadi Benteng Partai Demokrat, Ini Sumpah dan Kesetiaan di Hadapan Tuhan!
Konten itu pun nantinya akan dianalisa oleh petugas virtual police.
Jika dianggap melanggar, petugas virtual police akan menyimpan unggahan itu untuk meminta pendapat para ahli di bidang ITE hingga pidana.
Nantinya, para ahli yang akan menentukan apakah ada unsur pidana di balik unggahan tersebut.
Baca juga: SOS Children’s Villages dan HSBC Lanjutkan Kerja Sama Bantu Anak dan Remaja Bangkit dari Pandemi
"Setelah ada laporan informasi, ada screenshotnya."
"Kita juga minta pendapat ahli, ada ahli pidana, ahli bahasa, dan ahli ITE."
"Misal dari ahli menyatakan ini bisa menjadi suatu pelanggaran pidana, bisa penghinaan atau fitnah, kemudian diajukan ke Direktur Siber," terangnya.
Baca juga: SBY Bilang GPK Partai Demokrat Masih Kucing-kucingan, Kini yang Disasar Bukan Ketua DPD dan DPC
Selanjutnya, Direktur Siber atau pejabat yang ditunjuk akan memberikan pengesahan untuk menegur warganet yang melanggar UU ITE tersebut.
Barulah petugas virtual police akan menegur pelanggar melalui pesan pribadi.
"Setelah dia memberikan pengesahan, baru kita japri ke akun, jadi resmi kirimnya."
Baca juga: Penggeledahan KPK di Rumah Ihsan Yunus Nihil Hasil, MAKI: 2 Bulan Baru Geledah Mau Dapat Apa?
"Jadi tahu ada dari polisi yang kirim."
"Sekali kita kirimkan dengan harapan bisa dihapus."
"Sehingga nanti orang yang dituju itu tidak merasa terhina."
Baca juga: BREAKING NEWS: Presiden Jokowi Dilaporkan ke Bareskrim Polri karena Timbulkan Kerumunan di NTT
"Jadi ini edukasi yang kita berikan pada masyarakat lewat patroli siber," bebernya.
Polri juga telah menyiapkan skema seandainya pelanggar menolak bersalah atas unggahannya tersebut.
Argo bilang, Polri akan mengirimkan kembali pemberitahuan hingga pelanggar mengerti.
Baca juga: Komentari Istilah 4 L, Luhut Panjaitan: Yang Penting Tugas Pokok dari Presiden Saya Tuntaskan
"Kita berikan pada masyarakat tersebut untuk sekali, kita kasih edukasi."
"Jangan, tolong dihapus tulisan itu. Kalau ngeyel gimana? Kita kirim lagi pemberitahuan."
"Kalau mengindahkan apa yang kita sampaikan, misal yang dituju atau orang itu yang dirugikan bikin laporan, ya kita lakukan mediasi juga."
"Kalau tidak bisa, kita proses. Semuanya ada tahapan," ucap Argo. (Igman Ibrahim)