Kriminalitas
Kasus Pemalsuan Pengurusan IMB Rumah Sakit Bogor, Terdakwa Fikri Salim Bertahan pada Pledoi
Kasus Pemalsuan Serta Konspirasi Pengurusan IMB Rumah Sakit Graha Medika Bogor, Terdakwa Fikri Salim Bertahan pada Pledoi
WARTAKOTALIVE.COM, BOGOR - Sidang lanjutan perkara pemalsuan surat terkait perizinan Pembangunan Rumah Sakit Graha Medika Bogor dengan terdakwa Fikri Salim kembali digelar Pengadilan Negeri Bogor pada Senin (15/2/2021).
Agenda sidang kali ini duplik atau tanggapan atas replik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sebelumnya, JPU menolak terhadap nota pembelaan atau pledoi Fikri Salim yang diajukan penasehat hukum terdakwa.
Dalam perkara ini, Fikri Salim dituntut delapan tahun penjara oleh JPU.
Di persidangan, penasehat hukum menyampaikan kesimpulan duplik yang intinya tetap bertahan pada pledoi yang telah dibacakan dalam sidang sebelumnya.
"Kami penasehat hukum terdakwa menyatakan menolak semua dakwaan dan tuntunan JPU dalam perkara a quo. Dan secara tegas menyatakan tetap bertahan pada nota pembelaan yang telah kami bacakan pada persidangan sebelumnya," katanya pada Senin (15/2/2021).
Untuk itu, lanjut penasehat hukum, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, pihaknya memohon kepada majelis hakim untuk memutuskan terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan JPU.
Baca juga: Anies Berjibaku Cegah Penyebaran Covid-19, Sejumlah Tempat Hiburan di Melawai Tabrak Aturan
Selain itu, pihaknya juga memohon kepada majelis hakim untuk membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya dalam keadaan seperti semula.
"Membebankan biaya perkara kepada negara," sampainya.
Dalam kesempatan ini, Fikri Salim yang mengikuti sidang di Lapas Gunung Sindur menambahkan tanggapan atas replik dari JPU.
Melalui video conference, Fikri mengatakan, bahwa dirinya telah mengeluarkan uang lebih dari Rp 800 juta untuk perizinan dan saat mulai pembangunan rumah sakit tersebut sebelum keluarnya dana Rp 1 miliar pada pertengahan Maret 2017.
Baca juga: Sosok Risma Muncul dalam Pilkada DKI, Survei Median : Responden Minta Anies Kembali Pimpin Ibu Kota
Ia juga mengungkapkan semua yang dilakukannya atau dibangun sesuai dengan keinginan Dr Lucky Azizah.
Adapun soal izin operasional tak mungkin dapat diurusnya sendiri, sehingga meminta bantuan Slamet Isnanto dan Rina Yuliana.
"Saya minta yang mulia untuk memutuskan yang adil dan seadil-adilnya. Saya memang bersalah bukan kerena tuntunan jaksa, saya mengaku bersalah kerena sudah menghianati Dr Lucky menghilangkan kepercayaan beliau," ucap Fikri.
Baca juga: Selisih Tipis, Survei Median Prediksi Elektabilitas Anies Unggul Dibanding Risma dalam Pilkada DKI
Pada sidang sebelumnya, JPU menolak keseluruhan pledoi yang diajukan PH terdakwa dan memohon agar Majelis Hakim dapat memutuskan perkara ini seadil-adilnya dan menjatuhkan hukuman sesuai perbuatan yang dilakukan terdakwa.
"Kami menolak seluruh nota pembelaan yang diajukan penasehat hukum Fikri Salim," katanya.
JPU menyakini bahwa Fikri Salim tidak hanya melakukan satu perbuatan pidana dalam perkara tersebut.
JPU juga berpendapat keterangan saksi yang dihadirkan pihaknya dalam pledoi Fikri Salim tidak secara keseluruhan hanya sebagian potongan yang dituangkan penasehat hukum terdakwa.
Baca juga: Nama-nama yang Disebut jadi Calon Gubernur DKI, Mulai dari Anies, Risma, AHY, Raffi, hingga Agnez Mo
"Kami berpendapat bahwa fakta persidangan bukanlah potongan-potongan keterangan saksi melainkan keseluruhan keterangan saksi.
Dengan demikian potongan keterangan saksi yang dituangkan penasehat hukum Fikir Salim tidak memiliki nilai pembuktian apapun," sambungnya.
Masih kata JPU, bahwa keterangan saksi yang telah dituangkan pada penuntutan telah mencakup keseluruhan atas keterangan saksi dan dapat mendukung pembuktian perkara.
Mengenai keterangan terdakwa, JPU juga berpendapat sama tidak dimuat keseluruhan dalam pledoi.
Untuk itu, Jaksa menilai materi keterangan terdakwa bertentangan dengan keterangan saksi-saksi dan barang bukti yang disajikan tidak memiliki nilai pembuktian.
Sehingga pihaknya menjadikan hal tersebut sebagai salahsatu pertimbangan yang memberatkan pada tuntutan terhadap terdakwa.
Intinya, JPU tetap pada pendirian seperti tertuang pada surat penuntutan yakni hukuman masing-masing delapan tahun penjara.
"Kami menyampaikan dengan tegas untuk tetap pada tuntunan yang telah dibacakan pada hari Selasa 26 Januari 2021," jelasnya.
Pembelaan Terdakwa Mengaburkan Fakta
Sidang kasus pemalsuan sekaligus konspirasi dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah sakit Bogor dengan terdakwa Fikri Salim (FS) dan Rina Yuliana (RY) di Pengadilan Negeri Bogor kembali digelar pada Rabu (10/2/2021).
Dalam persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) menilai pembelaan yang disampaikan penasehat hukum Fikri Salim tidak relevan dan tidak cermat.
Karena itu, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman sesuai dengan tuntutan.
"Kami sengaja membuat dakwaan berlapis karena yakin terdakwa Fikri Salim melakukan beragam tindak pidana dalam kasus ini," ujar Jaksa penuntut Heriyadi saat membacakan tanggapan (Replik) atas pledoi (pembelaan) penasehat hukum Fikri Salim di PN Bogor pada Rabu (10/2/2021).
Dijelaskan JPU Heriyadi, dalam fakta persidangan atas saksi-saksi merupakan potongan-potongan kejadian sebenarnya yang terjadi.
Panitera pun mencatatnya dan bisa dinilai dengan obyektif oleh majelis hakim.
• Normalisasi Garapan Ahok Dihapus Dalam RPJMD 2017-2022, Wagub DKI: Mengakomodir Masukan Semua Pihak
Terkait materi pasal 5 KUHAP, bahwa terdakwa memiliki hak untuk ingkar. Namun dengann keterangan saksi yang diingkari terdakwa justru itu yang membuat memberatkan terdakwa karena menolak kesaksian
"Apalagi kesempatan mengajukan saksi yang meringankan terdakwa tidak dilakukan penasehat hukum. Jadi kesaksian yang kami ajukan sudah sangat memadai," ujar JPU Heriyadi.
Selain itu, ungkap JPU, terdakwa Fikri Salim sudah pernah dihukum dan memiliki.kekuatan hukum tetap dengan keluarnya keputusan kasasi Mahkamah Agung (MA) pada 26 Januari 2021 yang menguatkan putusan PN Cibinong atas kasus pidana tindak pidana pencucian uang.
• Gercep Pemulihan Pasca Banjir, Isnawa Adji Rebut Wiper Lantai Bersihkan Lumpur di Rawajati
"Ini menunjukkan bahwa penasehat hukum tidak cermat dalam membel dengan menyatakan bahwa terdakwa belum pernah dihukum. Padahal sudah ada keputusan inkrah atas terdakwa," tegas JPU.
Dengan demikian, JPU menilai, penasehat hukum terdakwa mengaburkan fakta hukum yang ada sehingga bisa membuat majelis hakim mengambil keputusan yang tidak adil.
"Kami menolak pembelaan penasehat hukum terdakwa dan meminta majelis hakim memutuskan dengan seadil adilnya," tandas jpu Heriyadi.
Ketua Majelis Hakim Arya Putra Negara kemudian menanyakan Rahmat Selamat, penasehat hukum terdakwa, apakah akan menanggapi tanggapan JPU. Rahmat menjawab ya
"Sebelum kami mengambil keputusan, penasehat hukum terdakwa diberi kesempatan menanggapi tanggapan JPU atas pledoinya pada Senin, 15 Februari," tutup majelis hakim.
Terdakwa Minta Bebas
Dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tidak terbukti dalam persidangan, Kuasa Hukum terdakwa Rina Yuliana, Nur Bhakti meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri membebaskan kliennya.
Hal tersebut disampaikan Nur Bhakti dalam sidang kasus pemalsuan sekaligus konspirasi dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah sakit Bogor dengan terdakwa Fikri Salim (FS) dan Rina Yuliana (RY) di Pengadilan Negeri Bogor pada Senin (8/2/2021).
"Klien kami, terdakwa Rina Yuliana telah menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan Slamet Isnanto untuk mengurus surat perizinan pembangunan RS Graha Medika Bogor. Karena jaksa tidak bisa menghadirkan saksi pelapor (Slamet Isnanto) berarti jaksa tidak bisa membuktikan dakwaannya kepada terdakwa," ungkap Nur Bhakti saat membacakan pembelaan (pledoi) di Pengadilan Negeri Bogor pada Senin (8/2/2021).
"Untuk itu kami minta majelis hakim membebaskan Rina Yuliana atas dakwaan jaksa," tambahnya.
Selain itu, lanjutnya, pihaknya meminta majelis hakim memulihkan harkat dan martabat serta nama baik terdakwa.
Terdakwa Rina Yuliana yang dihadirkan secara virtual saat ditanya majelis hakim apakah akan menambah pledoinya, menyatakan memercayakan sepenuhnya nota pembelaan yang diajukan penasehat hukumnya.
"Cukup atas penasehat hukum yang mulia," ucapnya.
• Berulang Kali Melanggar Prokes hingga Ditemukan Narkoba, DPRD Desak Anies Cabut Izin Usaha Odin Cafe
Sebelumnya, JPU menuntut pidana delapan tahun penjara terhadap terdakwa Rina Yuliana. Tuntutan itu dibacakan JPU dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bogor, pada Selasa (26/2/2021).
Dalam dakwaan ke satu, Rina Yuliana dinilai melanggar Pasal 263 Ayat (2) Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo. Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP. Dan dakwaan kedua melanggar Pasal 374 Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo. Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP.
Selain Rina Yuliana, dalam kasus ini juga menyeret terdakwa Fikri Salim dalam berkas penuntutan terpisah yang dituntut delapan tahun penjara oleh JPU.
Dalam pengurusan perizinan rumah sakit tersebut, Fikri Salim bekerjasama Rina Yuliana dan Slamet Isnanto.
Fikri Salim disebut telah membuat kuitansi-kuitansi serta bon-bon bukti pembayaran palsu yang dibuat Junaedi.
• Anies Jalankan Arahan Jokowi Soal Pembatasan Mikro, Kebijakan yang Sudah Diterapkannya Setahun Lalu
Dalam perjalanan kasus ini, Slamet Isnanto meninggal pada tahun 2019.
Meninggalnya Slamet Isnanto ini menjadi dasar pembelaan oleh pengacara Rina Yuliana dengan menyebut JPU tidak bisa menghadirkan saksi pelapor.
JPU menyampaikan atas keterangan di muka persidangan bahwa Dr. Lucky Azizah selaku komisaris PT. Jakarta Medika mengalami kerugian sebesar Rp1,14 miliar terkait pengurusan perizinan rumah sakit tersebut.
Rumah sakit juga belum beroperasi lantaran belum mengantongi izin operasional.
Selanjutnya, sidang dengan agenda tanggapan pledoi dari JPU akan digelar kembali di Pengadilan Negeri Bogor, Bogor, Jawa Barat pada Rabu (10/2/2021) mendatang.
Fikri Salim Minta Dibebaskan
Kasus pemalsuan sekaligus konspirasi dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah sakit Bogor dengan terdakwa Fikri Salim (FS) dan Rina Yuliana (RY) kembali bergulir di Pengadilan Negeri Bogor pada Jumat (5/2/2021).
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Arya Putra Negara secara online itu dihadiri jaksa penuntut umum (JPU) serta Penasehat Hukum Fikri Salim.
Sedangkan kedua terdakwa mengikuti sidang melalui daring dari Lapas Gunung Sindur.
Dalam sidang dengan nomor 280/Pid.B/2020/PNBGR itu, Penasehat Hukum Fikri Salim menyampaikan pledoi.
Pledoi tersebut berisi permohonan kepada majelis hakim untuk memutuskan perkara dan menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Permintaan kedua, Penasehat Hukum Fikri Salim meminta agar terdakwa dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan JPU.
Selanjutnya memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabat dalam keadaaan seperti semula.
Terakhir, Penasehat Hukum Fikri Salim meminta agar Majelis Hakim membebaskan biaya perkara pada negara.
“Jika majelis hakim berpendapat lain mohon putusan mencerminkan rasa keadilan,” imbuhnya.
Di kesempatan ini, Fikri Salim melalui video conference menambahkan permintaan maaf kepada majelis hakim dan JPU atas penyampaian jawaban jika ada yang tidak berkenan selama dalam persidangan.
Selain itu, ia juga meminta maaf kepada komisaris PT Jakarta Medika.
“Saya juga benar-benar meminta maaf kepada Dr. Lucky Azizah selama ini telah banyak mengajarkan saya dan memberikan pekerjaan kepada saya,” ucapnya.
• Lewat Kolaborasi, Sandi Jadikan Hutan Kemasyarakatan Sebagai Pariwisata Unggulan Kep Bangka Belitung
Selanjutnya Ketua Majelis Hakim kembali mengagendakan sidang dengan agenda tanggapan JPU atas pledoi akan digelar pada Rabu (10/02/21).
Sementara untuk pembacaan pledoi terdakwa Rina Yuliana (berkas penutupan terpisah) diagendakan pada Senin (08/02/21).
“Untuk JPU, jawaban Pledoi disiapkan ya, agendanya nanti dibacakan Rabu,” kata Ketua Majlis Hakim Arya. Dan keputusan disepakati tim JPU. “Iya, siap,” kata JPU.
• Kapolres Tangsel Benarkan Samsudin Dibakar Ketika Tertidur, Besar Dugaan Pelaku Istrinya Sendiri
Diberitakan sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Fikri Salim dan Rina Yuliana masing-masing delapan tahun.
Tuntutan tersebut dibacakan JPU di PN Bogor pada Selasa (26/01/21).
Dalam dakwaan kesatu, Fikri Salim dinilai melanggar Pasal 263 Ayat (1) Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo. Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP.
Sementara dakwaan kedua melanggar Pasal 374 Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo. Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP.
Sedangkan Rina Yuliana dalam dakwaan kesatu melanggar Pasal 263 Ayat (2) Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo. Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP.
Dan dakwaan kedua melanggar Pasal 374 Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo. Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP.
• Kapolres Tangsel Benarkan Samsudin Dibakar Ketika Tertidur, Besar Dugaan Pelaku Istrinya Sendiri
Perintah Fikri Salim
Kasus pemalsuan sekaligus konspirasi dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah sakit Bogor dengan terdakwa Fikri Salim (FS) dan Rina Yuliana (RY) terus bergulir di Pengadilan Negeri Bogor pada Jumat (8/1/2021).
Kali ini, sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Arya Putra Negara itu beragendakan mendengarkan keterangan saksi dari jaksa penuntut umum (JPU), yakni Junaidi.
Dalam sidang lanjutan yang berlangsung virtual dengan terdakwa dari lapas Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan saksi Junaidi dari Lapas Salemba, Jakarta Pusat tersebut, Junaidi menegaskan dirinya melakukan pemalsuan surat atas perintah terdakwa FS.
“Saya bekerja di PT JMC akhir 2015 dan sudah ada pak Fikri Salim. Dia (FS) dipanggil Bos oleh rekan-rekan kerja saya. Lalu saya tahu dia sebagai pelaksana proyek pembangunan RS Graha Media di Bogor yang dikerjakan anak perusahaan PT JMC,” ujar Junaidi.
Baca juga: Mikel Arteta Manajer Arsenal Bicara Soal Nasib Mesut Ozil Dan Silakan Berhubungan Dengan Klub Lain
Dalam kesaksiannya, Junaidi mengaku bertugas pada bagian pencatatan data proyek Rumah Sakit Graha Medika (RSGM).
Sehingga, seluruh kwitansi, cek hingga pembayaran tagihan kartu kredit FS, bayar cicilan kredit mobil FS, surat perizinan dicatat seluruhnya oleh dirinya.
Termasuk, seluruh dana pembangunan RSGM yang diungkapkan Junaidi berasal dari PT JMC.
“Semua pengeluaran saya mencatatnya baik melalui transfer dan cash. Saya yang membuatkan kwitansi tanda terimanya atas perintah Fikri Salim dan saya yang menandatanganinya,” ujar dia.
Baca juga: Proses Vaksinasi Covid-19 Harus Cepat agar Tercipta Herd Immunity
Hal tersebut dibuktikannya ketika majelis hakim menunjukkan bukti kwitansi kepadanya.
Junaidi mengaku kwitansi tersebut benar dibuat dan ditandatanganinya sendiri.
Hanya saja, lanjutnya, seluruh pengeluaran tersebut merupakan perintah dari Fikri Salim.
“Saya mencatat apa yang diperintahkan Fikri Salim. Dari laporan yang saya buat itu lalu diserahkan ke pak Syamsuddin (direktur keungan) untuk diperiksa,” ujar Junaidi.
Pengeluaran yang dimaksud Junaidi meliputi biaya perijinan rumah sakit untuk Rina Yuliana dan pembayaran tagihan kartu kredit FS.
Saksi Junaidi juga mengakui bahwa dia yang membuat rekening penampungan di BCA dan BNI.
Pembuatan rekening tersebut ditujukan untuk memutar dana dari PT JMC yang diperuntukkan bagi pembangunan RSGM.
Namun, dia menegaskan itu semua atas perintah Fikri Salim dan Syamsuddin.
Baca juga: Media Lokal China Diminta Sensor Pemberitaan soal Alibaba, Ada Apa?
“Setelah kasus ini mulai tercium, pak Syamsuddin meminta saya untuk menutup rekening tersebut,” ujar Junaidi,
Atas keterangan saksi tersebut, majelis hakim menanyakan kebenaran kepada terdakwa FS.
Menurut terdakwa FS, saksi banyak berbohong dan justru saksi yang mengkorupsi dana proyek pembangunan RSGM.
“Sebab apa yang saya klaim itu adalah untuk pembangunan rumah sakit dan itu menjadi milik saya. Hasil proyek rumah sakit juga ada kok. Junaidi ini berbohong pak Hakim yang mulia,” ungkap FS.
Usai mendengarkan keterangan terdakwa, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bogor menutup persidangan.
Sidang dilanjutkan pekan depan dengan beragendakan mendengarkan keterangan saksi.
Terkuak Ketika Dilakukan Audit
Sidang kasus dugaan pemalsuan atas terdakwa Rina Yuliana kembali digelar di Pengadilan Negeri Bogor, Bogor, Jawa Barat pada Kamis (7/1/2021).
Dalam sidang yang beragendakan pemeriksaan saksi Itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi Lucky Azizah secara langsung di ruang sidang.
Sedangkan, Rina Yuliana mengikuti sidang secara virtual.
Dalam persidangan, Majelis Hakim yang diketuai Arya Putra Negara menanyakan kegiatan lain usaha di luar profesi dokter dan pengelola rumah sakit.
Lucky Azizah menjelaskan, awalnya ia ingin membuka cabang rumah sakit di wilayah Kecamatan Bogor Barat pada tahun 2015.
Ketika itu, Lucky merupakan Komisaris PT Jakarta Medika.
Baca juga: Dokter China ini Bilang Vaksin Covid-19 Sinopharm Punya 73 Efek Samping, Akhirnya Minta Maaf
Sedangkan rumah sakit yang dibangun PT Muhammad Medika Abadi merupakan anak perusahaan dengan pelaksana proyek, yakni Fikri Salim.
Ketua Majelis lalu bertanya apakah perusahaan induk mengeluarkan surat kuasa kepada Fikri Salim.
"Tidak ada," jawab Azizah.
Dirinya juga menegaskan tidak pernah menandatangani surat kuasa baik untuk Fikri Salim maupun Rina Yuliana.
Azizah membeberkan, kondisi pembangunan rumah sakit saat ini mencapai 70 persen dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) keluar untuk empat lantai dan dua basement.
Padahal, sambung dia, berdasarkan desain perencanaan bangunan, rumah sakit memiliki tujuh lantai ditambah satu basement.
Baca juga: Toko Sembako di Kalideres Jakarta Barat Ludes Dilahap Api, 16 Damkar Dikerahkan
Perusahaan, kata dia, sudah mengeluarkan dana sebesar Rp 1,14 miliar untuk IMB dan izin operasional.
Azizah mengaku sudah mengarahkan untuk pengurusan perizinan rumah sakit dilakukan secara resmi tanpa pihak ketiga.
Namun ia baru mengetahui pengurusan perizinan itu dilakukan tidak resmi pada 20 Agustus 2019.
"Sejak itu saya langsung close (keuangan)," cetusnya.
Azizah juga mengemukakan, terbongkarnya kasus ini setelah dilakukan audit independen.
Bahkan ia menyebutkan ada pemalsuan tanda tangan yang dipakai untuk mentransfer uang ke Fikri Salim, Rina Yuliana dan lainnya.
Baca juga: Zoe Jackson Dipaksa Menikah Meski Tidak Mencintai Pasangan, Benarkah?
"Saya memang terlalu sibuk. Ada konspirasi," ujarnya.
Sementara kuasa hukum terdakwa menanyakan kepada saksi perihal laporan kliennya.
Kata Azizah, perusahaan yang melaporkan kasus dugaan pemalsuan surat bukan dirinya secara pribadi.
Kuasa Hukum kemudian menanyakan hubungan dengan Fikri Salim.
"Pegawai," jawab Azizah.
Ia juga menjelaskan tidak mengenal Rina Yuliana saat ditanya kuasa hukum terdakwa.
Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim sempat bertanya kepada terdakwa apakah ada bantahan terhadap keterangan saksi.
Baca juga: Katalog Promo JSM Alfamart Terbaru Dapatkan Harga Murah Beras 5 Kg, Minyak 2 L, Susu
"Iya yang mulia. Saya bekerja kepada almarhum bapak Selamet Isnanto," jawab Rina Yuliana.
Pada akhir persidangan, JPU menyampaikan bukti kwitansi dan bukti transfer kepada Majelis Hakim.
Selanjutnya Ketua Majelis Hakim menutup persidangan dan menjadwalkan sidang lanjutan dengan agenda menghadirkan saksi di Pengadilan Negeri Bogor pada Jumat (8/1/2021).
Baca juga: Katalog Promo JSM Alfamart Terbaru Dapatkan Harga Murah Beras 5 Kg, Minyak 2 L, Susu
Konspirasi
Sedangkan untuk sidang dengan terdakwa Fikri Salim, Azizah memberikan kesaksian tentang konspirasi yang dilakukan Fikri Salim Cs dalam melakukan penipuan untuk mendapat keuntungan.
Dihadapan majlis hakim, saksi juga mengklarifikasi soal identitas Fikri Salim yang mengaku sebagai Direktur Umum bergelar sarjana tehnik.
"SMA saja tidak lulus bagaimana bisa punya gelar ST, dan nggak mungkin saya angkat sebagai direktur umum," kata Azizah.
Menurut saksi, bahwa konspirasi itu dilakukan sejumlah orang dan dalangnya adalah Fikri Salim.
"Untuk di luar Fikri Salim membawa empat orang, antara lain Soni, Rina Yuliana, Slamet Isnanto dan Hadi.
"Kalau untuk di dalam Fikri berkonspirasi dengan Junaedi, Samsudin, Mujianto arsitek senior, Marzuki, Eny dan Riky Supriadi," tegasnya.
Baca juga: VIDEO Presiden Jokowi Minta Kepala Daerah Bersedia Menjadi Orang Pertama yang Disuntik Vaksin Covid
Terkait hal tersebut, jaksa menunjukan surat palsu yang buat Junaedi atas perintah Fikri Salim, Sony Riadi, Rina Yuliana dan Riki Supriadi untuk bisa mendapatkan aliran dana.
Jaksa juga menunjukan bukti aliran dana melalui puluhan bukti transaksi, mulai dari senilai jutaan rupiah hingga ratusan juta rupiah dengan jumlah total aliran dana mencapai miliaran rupiah.
Namun ditanyakan mengenai keterangan dari saksi, Fikri Salim mengaku keberatan.
Misalnya keterangan soal SK, dengan alasan alamat di SK tidak sesuai dengan di KTP dirinya.
Namun dia mengklaim bertanggungjawab atas bangunan RS tersebut.
Keterangan Fikri cukup memancing emosi saksi, namun dilerai oleh Majlis hakim.
"Mohon hormati persidangan, semua diberikan hak untuk berbicara dan biarkan kami yang menilai, kalau tidak sesuai dengan fakta maka akan memberatkan terdakwa," kata Majelis Hakim.