Pilkada Serentak

Satgas Covid-19 Daerah Berhak Bubarkan TPS Jika Terjadi Kerumunan dan Tak Mau Ditegur

Apabila terjadi kerumunan, tim Satgas Covid-19 daerah harus memberikan teguran keras hingga pembubaran.

ISTIMEWA
Pilkada Serentak 2020 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan, pelaksanakan pilkada serentak harus sesuai protokol kesehatan.

Wiku juga menyebut, tim Satgas Covid-19 daerah diharuskan mengawasi penyelenggaraannya.

Apabila terjadi kerumunan, tim Satgas Covid-19 daerah harus memberikan teguran keras hingga pembubaran.

Baca juga: 1.023 Petugas KPPS Positif Covid-19, Ini Solusi KPU

Hal itu disampaikan Wiku saat memberikan keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 melalui kanal Kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (8/12/2020).

"Lalu, apabila yang bersangkutan tidak mau menerima teguran, Satgas (Covid-19) daerah berhak untuk membubarkan," tegas Wiku.

Untuk masyarakat yang akan menyalurkan hak pilihnya, wajib menerapkan protokol kesehatan.

Baca juga: Marak Opini Salahkan Polri Usai Insiden Cikampek, Politikus PDIP: Dialami Suriah Saat ISIS Masuk

Apabila tidak, dapat diberi sanksi berupa teguran atau tidak diterima di TPS.

Ia mengingatkan, penyelenggara pilkada dan satgas di daerah telah bekerja keras agar memastikan pilkada serentak ini berjalan baik dan aman dari penularan Covid-19.

Tugas masyarakat, menurut Wiku, cukup sederhana, yaitu patuhi seluruh ketentuan yang sudah ditetapkan.

Baca juga: Mabes Polri Ambil Alih Kasus Penembakan 6 Anggota FPI, Divisi Propam Bentuk Tim Khusus

Masyarakat diminta tetap disiplin saat menyalurkan hak suaranya.

Lalu, apabila masyarakat mendapati ada pelanggaran di tempatnya memilih, masyarakat berhak melapor ke petugas dan meminta petugas melakukan tindak yang tegas.

"Ingat, pilkada serentak tahun 2020 ini, harus dijalankan dengan sangat hati-hati."

Baca juga: Diajak Ambil Batu Alam di Ancol, Pria Pengangguran Diciduk Petugas, Temannya Kabur

"Dan keberhasilannya sangat bergantung pada upaya kita semua untuk saling mendukung dan bertanggungjawab atas peran masing-masing."

"Mari bersama kita wujudkan pilkada serentak yang aman dan bebas dari Covid-19," ajak Wiku.

Sementara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan surat edaran kepada KPU daerah, untuk mengganti petugas penyelenggara pemilihan yang dinyatakan positif Covid-19.

Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 8 Desember 2020: 18.000 Pasien Meninggal, 586.842 Orang Positif

Komisioner KPU Ilham Saputra menuturkan, bila petugas penyelenggara pemilihan dinyatakan reaktif saat rapid test, akan diberi kesempatan istirahat 4 hari.

Jika hasil rapid test berikutnya kembali menyatakan reaktif, maka petugas yang bersangkutan disarankan diganti.

Baca juga: Libur 9 Desember Juga Berlaku di Daerah Tanpa Pilkada, Buruh Masuk Kerja Berhak Dapat Upah Lembur

"Kita sudah menyurati kabupaten/kota, provinsi, terkait surat edaran kami."

"Yang menyatakan misal ada yang terkena reaktif, bagi daerah yang mampu swab itu di-swab, kalau positif diganti."

"Kemudian temen yang hanya rapid, rapid reaktif, kita kasih kesempatan mereka empat hari istirahat sebentar."

Baca juga: Nasib Ahmad Yani di Kasus Ujaran Kebencian UU Cipta Kerja Bakal Ditentukan di Gelar Perkara

"Ketika di-rapid reaktif lagi itu kita ganti," kata Ilham kepada wartawan, Selasa (8/12/2020).

Ilham menjelaskan, KPU mensyaratkan petugas KPPS maksimal punya formasi 7 orang, dan paling minimal 5 orang.

Sehingga bila ada petugas yang dinyatakan positif Covid-19, maka pekerjaan KPPS bisa diteruskan dengan catatan memenuhi kuota minimal.

Baca juga: DAFTAR 5 Paslon Pilkada Penerima Sumbangan Dana Kampanye Tertinggi Versi ICW: Tembus Rp 7,6 Miliar

"Pemenuhan KPPS itu maksimal 7 orang, kemudian bisa 6 orang, minimal 5 orang."

"Jadi bagi ketersediaan setelah dilakukan metode seperti tadi udah swab, udah rapid kemudian masih memenuhi kuota KPPS kita taruh lima minimal, maksimal kita upayakan 7," ujarnya.

Namun bila petugas TPS hanya terisi formasi 4 orang atau kurang di bawah standar minimal, Ilham meminta KPU setempat menarik petugas dari TPS yang memiliki anggota maksimal.

Baca juga: Besok Pencoblosan, 1.023 Petugas Penyelenggara Pilkada 2020 Masih Positif Covid-19, Indikator Rawan

"Kita akan menarik dari daerah lain untuk menjadi anggota KPPS di situ."

"Jadi prinsipnya sesuai ketentuan perundang-undangan jumlah KPPS terpenuhi, sehat tidak terdampak Covid," paparnya.

Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencatat ada 1.023 penyelenggara pilkada yang masih positif Covid-19.

Baca juga: 5 Paslon Penerima Sumbangan Dana Kampanye Tertinggi dari Parpol Versi ICW: Menantu Jokowi Nomor 2

Data ini merupakan hasil pemetaan TPS rawan yang dilakukan Bawaslu pada 5-6 Desember 2020.

"1.023 penyelenggara pemilihan positif terinfeksi Covid-19," kata Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin lewat keterangan tertulis, Senin (7/12/2020).

Baca juga: Sulitnya Memburu Teroris MIT, Ali Kalora Cs Kuasai Rimba Sigi Bertahun-tahun, Aparat Tak Terbiasa

Afifuddin mengatakan, petugas KPPS yang terkonfirmasi positif Covid-19 merupakan indikator kerawanan.

Sebab, mereka yang positif Covid-19 tidak bisa menjalankan tugasnya. Apalagi, tidak ada KPPS pengganti.

Sehingga, kata dia, TPS yang memiliki petugas positif Covid-19, akan bekerja di masa pemungutan dan penghitungan suara, dengan formasi yang tidak lengkap.

Baca juga: Pasien Covid-19 di Kabupaten Bogor Tambah 41 Orang per 4 Desember 2020, 3 Kecamatan Masuk Zona Hijau

"Hal itu membuat petugas yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugas, padahal tidak ada KPPS pengganti," jelasnya.

Selain itu, berdasarkan data pemetaan TPS rawan, Bawaslu juga mendapati 1.420 TPS yang penempatannya tidak sesuai standar protokol kesehatan.

Padahal, di masa pandemi Covid-19, semestinya penjagaan jarak perlu diterapkan, agar tidak berpotensi memunculkan kerumunan pemilih.

Baca juga: Tim Pemburu Covid-19 Kabupaten Bekasi Bakal Keliling Buru Pelanggar Protokol Kesehatan

"Pemungutan suara yang dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 membutuhkan kesigapan petugas TPS."

"Untuk memastikan pemilih senantiasa menjaga jarak sepanjang hari pemungutan dan penghitungan suara."

"Oleh karena itu, penempatan lokasi TPS yang tidak memungkinkan penegakan protokol kesehatan sesuai pedoman KPU, berpotensi memunculkan kerumunan pemilih," tegas Afifuddin.

Pesan Epidemiolog

Pesta demokrasi tetap digelar di tengah pandemi Covid-19. 9 Desember 2020 pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak digelar di sejumlah wilayah.

Ahli Epidemiologi Universitas Gajah Mada (UGM) dr Riris Andono Ahmad mengingatkan, pentingnya protokol kesehatan ketat diterapkan dalam penyelenggaran pilkada.

Panitia diharapkan menyediakan berbagai kebutuhan peserta penyoblosan sebagai langkah pencegahan penularan Covid-19.

Baca juga: BREAKING NEWS: KPK Ciduk Pejabat Kementerian Sosial Terkait Dugaan Korupsi Bansos Covid-19

Hal itu diungkap Riris dalam virtual talkshow Strategi Rumah Sakit Rujukan Tangani Peningkatan Angka Positif Covid-19 yang digelar BNPB secara virtual, Senin (7/12/2020).

"Pilkada mau tidak mau harus dilakukan."

"Yang harus dilakukan adalah agar panitia harus melakukan protokol kesehatan dengan baik."

Baca juga: Adik Prabowo Subianto: Kader Gerindra di Seluruh Indonesia, Saya akan Awasi Kalian Semua!

"Bagaimana kebutuhan masyarakat yang datang ke TPS bisa terlayani, tempat cuci tangan, masker, hand sanitizier," tuturnya.

Dalam hal ini, masyarakat juga diminta aktif untuk melindungi diri sendiri dan orang lain.

Misalnya, saat di area pencoblosan, masyarakat harus menjaga jarak.

Baca juga: Ini 14 Kecamatan yang Siap Dilepas Pemkab Bogor untuk Dukung Pembentukan Kabupaten Bogor Barat

"Harus jaga jarak."

"Arus pemilih itu juga diatur jangan sampai menimbulkan kerumunan, itu yang harus dicegah."

"Ini bukan berarti bisa menghilangkan penularan Covid sama sekali, tapi minimal dapat menurunkan risiko penularan," papar Riris.

KPU Siap

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, lebih banyak dampak buruk jika menunda penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020.

Sebab, penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember merupakan hasil penundaan dari rencana awal pada September, karena pandemi Covid-19.

Selain itu, tahapan penyelenggaraan pilkada juga sudah berjalan.

Baca juga: Anak Buahnya Ditangkap KPK, Menteri Sosial Juliari Batubara: Kami Masih Monitor

"Saya bilang karena ini sudah berjalan, jauh lebih banyak dampak buruknya kalau kita tunda lagi," kata Arief dalam webinar '9 Desember, Gunakan Hak Pilihmu', yang digelar KompasTV bersama KPU, Senin (7/12/2020).

Selain itu, Arief beralasan KPU telah mengeluarkan banyak energi, dan anggaran yang digelontorkan untuk mendukung penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi Covid-19.

Oleh karena itu, Arief mengatakan KPU siap menggelar Pilkada Serentak 2020.

Baca juga: Pemkab Bogor Siap Gelar Belajar Tatap Muka Mulai 2021, Daring Tetap Dilakukan, Guru Bakal Repot

Tentunya juga dengan dukungan berbagai pihak, termasuk peran dari media.

"Kita siap melaksanakan 9 Desember 2020."

"Tetapi untuk membuat pelaksanaannya baik, maka kami butuh dukungan dari berbagai pihak, termasuk teman-teman media," ucapnya.

Baca juga: 5 Hari Jelang Pilkada, Cagub Sumbar Mulyadi Jadi Tersangka Pelanggaran Kampanye di Luar Jadwal

Sementara, Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Akmal Malik mengatakan, pelaksanaan pilkada 9 Desember merupakan wujud negara patuh undang-undang.

Selain itu, tidak ada yang menjamin kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.

"Undang-undang kan sudah memutuskan bahwasanya pilkada ini sudah kita tunda sampai 9 Desember."

Baca juga: Cagub Sumbar Mulyadi Jadi Tersangka, Andi Arief: Tidak Membatalkan Pencalonan, Hanya Mengganggu

"Jadi sesungguhnya klausul penundan yang diinginkan oleh publik itu sudah terpenuhi tanggal 9 Desember," cetus Akmal.

Lebih dari itu, menurut Akmal, daerah membutuhkan pemimpin dengan legitimasi yang kuat.

Sebab, apabila kembali ditunda, banyak daerah yang dipimpin oleh pelaksana tugas (plt).

Baca juga: Pejabat Kementerian Sosial yang Diciduk KPK Berinisial J, Lima Orang Lainnya Juga Diamankan

"Kita membutuhkan pemimpin dengan legacy yang kuat."

"Kita semua sepakat untuk menangani Covid secara bersama-sama, sinergi."

"Sinergi itu butuh partisipasi, partsisipasi bisa hadir ketika kita memiliki pemimpin yang betul-betul dipilih oleh masyarakat," bebernya. (Fransiskus Adhiyuda)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved