Omnibus Law
KAMI Pertimbangkan Ajukan Praperadilan untuk Bebaskan Tiga Deklaratornya, Juga Lapor Komnas HAM
Menurut Yani, pernyataan ketiga petinggi KAMI di sosial media tidak dapat dikatakan penyebaran hoaks.
"Investor dari RRT dan pengusaha rakus."
"Ada beberapa tweetnya. Ini salah satunya," papar Argo.
Baca juga: MA Ungkap Keberadaan Kelompok Persatuan LGBT TNI-Polri, Mabes Polri Ogah Komentar
Menurutnya, unggahan tersebut diklaim menjadi pemicu adanya kerusuhan saat aksi demo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di daerah.
Dia bilang ungkapan itu merupakan hasutan kepada masyarakat.
Ia juga menyampaikan unggahan itu disebutkan memuat berita bohong dan mengandung kebencian berdasarkan SARA.
Baca juga: KSPI Tolak Ikut Bahas Aturan Turunan UU Cipta Kerja, Sebut Gelombang Aksi Buruh Bakal Membesar
"Akibatnya anarkis dan vandalisme dengan membuat kerusakan-kerusakan ini sudah kita tangani. Pola dari hasutan," jelasnya.
Dalam kasus ini, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa handphone, KTP, harddisk, hingga akun Twitter milik Jumhur.
Polisi juga menyita spanduk, kaus hitam, kemeja, rompi, dan topi.
Jumhur Hidayat dijerat pasal 28 ayat 2 kita juncto pasal 45A ayat 2 UU 19/2016 tentang ITE, dan pasal 14 ayat 1 dan 2, dan pasal 15 UU 1/1946. Ancamannya hukumannya 10 tahun penjara.
Anton Permana
Anton Permana ditangkap karena unggahannya di sosial media Facebook dan YouTube pribadinya.
Dia melanggar pasal penyebaran informasi yang bersifat kebencian berdasarkan SARA.
Anton Permana menggunggah status yang menyebut NKRI sebagai Negara Kepolisian Republik Indonesia, di akun sosial media Facebook dan YouTube pribadinya.
Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Mazhab UU Cipta Kerja dari Kapitalisme Cina, Mengaku Sudah Ingatkan Jokowi
"Ini yang bersangkutan menuliskan di FB dan YouTube."
"Dia sampaikan di FB dan YouTube banyak sekali."
