Novel Baswedan Diteror

Dituduh Hilangkan Barang Bukti, Irjen Rudy Heriyanto Didorong Polisikan Novel Baswedan

Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane menilai penyidik KPK Novel Baswedan semakin bersikap ngawur.

Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Yaspen Martinus
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan berpose usai wawancara khusus dengan Tribunnews di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/6/2020). 

WARTAKOTALIVE, SEMANGGI - Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane menilai penyidik KPK Novel Baswedan semakin bersikap ngawur.

Novel Baswedan, menurutnya, salah alamat melaporkan Irjen Rudy Heriyanto ke Propam Polri.

Laporan itu, menurut Neta S Pane, adalah untuk mengalihkan perhatian publik terhadap kasus pembunuhan pencuri sarang burung walet yang diduga dilakukan Novel Baswedan di Bengkulu.

Kepala Divisi Hukum Polri Diduga Hilangkan Barang Bukti Penyerangan Novel Baswedan, Ini Indikasinya

"Berkaitan dengan itu IPW mengimbau Irjen Rudy agar segera melaporkan balik Novel Baswedan dan tim pengacaranya ke Polda Metro Jaya.""

"Atas tuduhan penghinaan, pencemaran nama baik, dan pembunuhan karakter atas tuduhan yang tidak pernah dilakukannya," kata Neta S Pane kepada Wartakotalive, Kamis (9/7/2020).

"IPW berharap Divisi Propam Polri tidak memproses dugaan pelanggaran kode etik profesi ini."

Masih Ada 4 Zona Merah Covid-19 di Jakarta Barat, Dua Diantaranya di Palmerah

"Sebab, tuduhan menghilangkan barang bukti dalam perkara penyiraman air terhadap wajah Novel Baswedan yang dilaporkan tim pengacaranya itu salah alamat," papar Neta S Pane.

Tapi, IPW, katanya, tetap berharap Propam Polri memanggil Novel Baswedan dan tim pengacaranya, untuk melihat data yang tidak akurat dan ngawur yang mereka miliki dan dari mana sumbernya.

Sebab, dari penelusuran IPW, kata Neta S Pane, kasus penyiraman Novel Baswedan dengan nomor LP/55/K/II/2017/PMJ/Resju/S.GD tanggal 11 April 2017, dilimpahkan oleh Kapolres Jakarta Utara Kombes A Imam Rifai ke Reskrimum Polda Metro Jaya pada 8 April 2019.

Pengguna Air PDAM di Kabupaten Bekasi Meningkat Selama Pandemi, tapi Banyak yang Tunggak Tagihan

"Sementara saat berkas perkara Novel Baswedan itu dilimpahkan ke Dirreskrimum Polda Metro Jaya pada 8 April 2019, Rudy Heriyanto sudah tidak menjabat sebagai Direskrimum Polda Metro Jaya lagi."

"Rudy sudah dimutasi dengan TR ST/2032/VIII/2017 tertanggal 25 Agustus 2017."

"Pengganti Rudy adalah Kombes Nico Alfinta yang saat ini menjadi Kapolda Kalimantan Selatan," papar Neta S Pane.

UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 8 Juli 2020: Rekor Tertinggi, Pasien Baru Tambah 1.853 Orang!

Saat kasus Novel Baswedan terjadi pada April 2017, penyidikan perkara itu ditangani Polres Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya hanya bersifat back up.

Yang kemudian perkaranya dilimpahkan ke Direskrimum Polda Metro Jaya pada 8 April 2019.

"Tuduhan Novel Baswedan dan tim pengacaranya yang tidak akurat ini harus disikapi oleh Irjen Rudy."

Jokowi Ingin BPIP Dipayungi Undang-undang, Bukan Perpres

"Dengan cara melaporkan Novel Baswedan dan tim pengacaranya ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan penghinaan, pencemaran nama baik, dan pembunuhan karakter," tegasnya.

Tujuannya, menurut Neta S Pane, agar Novel Baswedan tidak bersikap membabi buta untuk menutupi dan mengalihkan perhatian publik terhadap kasusnya di Bengkulu.

"Para korban dan keluarga korban pembunuhan itu masih mencari keadilan hingga kini," ucapnya.

Ada Pegawai Positif Covid-19, Kemendikbud Terapkan Sistem Piket

Namun, para pejabat hukum, pakar hukum, dan praktisi hukum menurut Neta S Pane, seakan sudah dibutakan mata hatinya dalam melihat kasus yang diduga dilakukan Novel Baswedan di Bengkulu.

"Karena mereka lebih tertarik pada kasus mata Novel Baswedan yang buta akibat penyiraman air oleh dua oknum Brimob," cetus Neta S Pane.

Sebelumnya, tim advokasi Novel Baswedan melaporkan Irjen Rudy Heriyanto ke Divisi Propam Polri, atas dugaan pelanggaran kode etik profesi.

Ingat Ya, Masa Berlaku SIM Kini Bukan Berdasarkan Tanggal Lahir

Ketua tim pengacara dua terdakwa penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK itu diduga menghilangkan barang bukti dalam perkara tersebut.

"Proses penuntasan teror yang menimpa penyidik KPK Novel Baswedan, semakin suram."

 Mulai 1 Agustus 2020 Google, Amazon, Netflix, dan Spotify Ditarik Pajak

"Sehingga, dapat dipastikan Novel selaku korban tidak akan memperoleh rasa keadilan dalam penanganan perkara ini," kata Kurnia Ramadhana, anggota tim advokasi, lewat keterangan tertulis, Selasa (7/7/2020).

Kurnia menerangkan, Irjen Rudy sebelum menjabat Kepala Divisi Hukum Polri, merupakan bagian dari tim penyidik yang menangani perkara penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.

Saat itu Irjen Rudy menduduki posisi Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

 Tiap Jam 13 Orang Indonesia Meninggal karena Tuberkulosis, Peringkat Ketiga di Bawah India dan Cina

"Sehingga, segala persoalan dalam proses penyidikan menjadi tanggung jawab dari yang bersangkutan."

"Termasuk dalam hal ini adalah dugaan penghilangan barang bukti yang terkesan sengaja dilakukan untuk menutupi fakta sebenarnya," terangnya.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) itu kemudian membeberkan empat landasan yang membuat tim advokasi Novel Baswedan melaporkan Irjen Rudy ke Divisi Propam Polri.

 Di Hari Ulang Tahun Ani Yudhoyonno, SBY Luncurkan Tembang Jawa Berjudul Gunung Limo

Pertama, sidik jari pelaku di botol dan gelas yang digunakan sebagai alat penyerangan, hilang.

Kata Kurnia, pada 17 April 2019, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menyampaikan tim penyidik tidak menemukan sidik jari dari gelas yang digunakan oleh pelaku untuk menyiram wajah Novel Baswedan.

Padahal dalam banyak pengakuan, baik dari korban ataupun para saksi, gelas tersebut ditemukan oleh kepolisian pada hari yang sama, 11 April 2017, sekira pukul 10.00 WIB, dalam kondisi berdiri.

 Penumpang KRL di Stasiun Bekasi Dekati Angka Normal, Wakil Wali Kota Minta DKI Lakukan Hal Ini

"Sehingga sudah barang tentu, sidik jari tersebut masih menempel dalam gelas dan botol."

"Terlebih lagi pada saat ditemukan, gagang gelas tidak bercampur cairan air keras itu," papar Kurnia.

Selain itu, lanjut Kurnia, botol dan gelas yang digunakan oleh pelaku pun tidak dijadikan barang bukti dalam proses penanganan perkara ini.

 Anies Baswedan Bebaskan Tarif 32 Rusunawa di Jakarta Akibat Covid-19, Air dan Listrik Tetap Bayar

Bahkan, dalam perkembangan penanganan perkara diketahui ada fakta yang disembunyikan oleh kepolisian.

Hal ini terkait pengakuan terdakwa yang menyebutkan persiapan penyiraman telah dilakukan sejak kedua orang itu masih berada di markas Brimob.

"Padahal, persiapan penyiraman dilakukan di dekat kediaman korban."

 DAFTAR 43 Kabupaten/Kota Masuk Zona Hijau per 5 Juli 2020, 61 Daerah Tidak Terdampak

"Ini dapat dibuktikan dari aspal yang terkena siraman air keras saat pelaku menuangkan dari botol ke gelas," tuturnya.

Kedua, CCTV di sekitar kediaman Novel Baswedan tidak dijadikan barang bukti.

Kurnia berujar, pada 10 Oktober 2017 Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menyampaikan, kepolisian mengumpulkan 400 CCTV dari lokasi penyerangan dalam radius 500 meter.

 Masjid Istiqlal Bakal Kembali Dibuka untuk Umum saat Salat Idul Adha

Namun, berdasarkan pengakuan Novel Baswedan dan saksi, terdapat beberapa CCTV yang sebenarnya dapat menggambarkan rute pelarian pelaku, akan tetapi tidak diambil oleh kepolisian.

Bahkan, beberapa CCTV di sekitar rumah Novel Baswedan diketahui juga memiliki resolusi yang baik untuk dapat memperjelas wajah pelaku dan rute pelarian.

"Definisi dari barang bukti sebenarnya mencakup benda-benda yang dapat memberikan keterangan bagi penyelidikan tindak pidana, baik berupa gambar ataupun rekaman suara," ujarnya.

 Begini Penampakan Uang Rp 97 Miliar Hasil Korupsi Penjualan Kondensat di BP Migas

Selain itu, imbuh Kurnia, fungsi dari barang bukti juga sebagai media untuk mencari dan menemukan kebenaran materiel atas perkara yang ditangani.

"Dapat disimpulkan bahwa kumpulan CCTV yang diperoleh kepolisian hanya sekadar untuk menyamakan dengan pengakuan para pelaku," jelasnya.

Ketiga, Cell Tower Dumps (CTD) tidak pernah dimunculkan dalam setiap tahapan penanganan perkara.

 Mahfud MD Persilakan Unjuk Rasa Tolak RUU HIP, tapi Jangan Merusak dan Ikuti Protokol Kesehatan

Kurnia menjelaskan, CTD adalah sebuah teknik investigasi dari penegak hukum untuk dapat melihat jalur perlintasan komunikasi di sekitar rumah korban.

Namun dalam proses penanganan perkara, katanya, mulai dari penyidikan sampai persidangan, rekaman CTD itu tidak pernah ditampilkan oleh kepolisian.

"Terlebih lagi dalam kejahatan terorganisir seperti ini, dapat dipastikan para pengintai dan pelaku melakukan komunikasi dengan menggunakan jaringan selular," kata Kurnia.

 Ingin Perempuan Jadi Nelayan, Edhy Prabowo:Kalau Sudah Bisa Mencangkul, Melaut Lebih Mudah

"Atas dasar ini, maka dapat dikatakan bahwa ada upaya dari terlapor untuk menutupi komunikasi-komunikasi yang ada di sekitar rumah korban."

"Baik pada saat sebelum kejadian atau pun setelahnya," sambungnya.

Keempat, minim penjelasan terkait sobekan baju gamis milik Novel Baswedan.

 Pertama Kali dalam Sejarah, Komisi III DPR Gelar Rapat Dengar Pendapat di Gedung KPK

Kurnia mengatakan, pada persidangan tanggal 30 April 2020, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara memperlihatkan baju gamis yang dikenakan korban saat penyiraman air keras terjadi.

Namun, menurutnya, hal yang janggal adalah terdapat sobekan pada baju gamis milik korban tersebut.

Adapun menurut pengakuan dari kepolisian, baju tersebut disobek untuk kepentingan forensik karena terkena siraman air keras.

 UPDATE 7 Juli 2020: Pasien Positif Covid-19 di RS Wisma Atlet Tambah 138, di Pulau Galang 2 Orang

"Penting untuk ditegaskan bahwa setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian mestinya dapat diikuti dengan dokumentasi," tegasnya.

Dalam hal ini, kata Kurnia, Novel Baswedan tidak pernah mendapatkan kejelasan informasi terkait sobekan baju tersebut dan seperti apa hasil forensiknya.

Berdasarkan poin-poin yang disebutkan, kata Kurnia, maka patut diduga Irjen Rudy Heriyanto selaku mantan DirKriMum Polda Metro Jaya melanggar ketentuan, yang tertera dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. (*)

Sumber: Warta Kota
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved