Kasus Ratna Sarumpaet
Saksi Ahli di Sidang Ratna Sarumpaet: Bohong Tidak Dilarang dalam Hukum Pidana
MUDZAKIR, saksi ahli hukum pidana, menilai kebohongan terdakwa kasus penyebaran hoaks Ratna Sarumpaet, tidak dapat dikategorikan perbuatan pidana.
MUDZAKIR, saksi ahli hukum pidana, menilai kebohongan terdakwa kasus penyebaran hoaks Ratna Sarumpaet, tidak dapat dikategorikan perbuatan pidana.
"Memang perbuatan Ibu Ratna itu bukan perbuatan pidana. Bohong itu tidak dilarang dalam hukum pidana, tapi dilarang dalam bidang-bidang yang lain," ujar Mudzakir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Kamis (9/5/2019).
Ia mengatakan, kebohongan Ratna Sarumpaet terjadi karena yang bersangkutan merasa malu mengakui telah melakukan tindakan medis, kepada pihak keluarga.
• Prabowo Minta Ratusan Petugas KPPS yang Meninggal Divisum, KPU Nilai Tak Hargai Perasaan Keluarga
Kebohongan itu, kata dia, tidak bisa disebut menimbulkan keonaran, lantaran kebohongan Ratna Sarumpaet hanya ditujukan kepada keluarga dan kerabat dekatnya.
"Karena dia berbuat kan untuk kepentingan keluarganya. Bohong untuk keluarga. Karena dia malu telah melakukan tindakan medis operasi sedot lemak," tuturnya.
"Maksud tujuannya bukan untuk menimbulkan keonaran, tapi semata-mata untuk kepentingan dirinya sendiri demi hubungan dengan anak," jelas Mudzakir.
• Prabowo: Bachtiar Nasir Tidak Salah Sama Sekali, Ini Kriminalisasi Ulama
Lebih lanjut, ia menyebut masalah ini semestinya telah selesai dengan adanya pengakuan dan permintaan maaf dari Ratna Sarumpaet, kepada orang yang telah dibohongi.
"Kalau sekarang orang itu telah mengakui bahwa ia dipukuli itu adalah bohong, dan ia minta maaf terhadap orang-orang yang membaca menerima informasi itu, kan sudah selesai," paparnya.
Mudzakir juga memberikan penjelasan terkait perbedaan makna kata 'menyiarkan' dan 'menyebarluaskan', terutama dalam konteks hukum pidana.
• Ternyata Bachtiar Nasir Sudah Jadi Tersangka Sejak Awal 2018, Ini Dua Alat Bukti yang Menjeratnya
Ia menjelaskan, pasal 14 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana, menyebutkan kata menyiarkan dan bukannya menyebarluaskan.
Kata menyebarluaskan sendiri, kata dia, dijelaskan dalam pasal lain seperti penghinaan, dan bukannya Pasal 14.
"Dalam tindak pidana yang diatur dalam Pasal 14 ini, penggunaannya adalah menyiarkan. Berbeda menyiarkan dengan menyebarluaskan," terangnya.
• Minta Keturunan Arab Jangan Provokator, Prabowo Cs Sebut Hendropriyono Rasis dan Tak Paham Sejarah
"Kalau menyebarluaskan ada di tindak pidana terkait penghinaan. Misalnya saya contohkan menghina presiden dengan gambar dan tulisan yang disebarkan," bebernya..
Dengan penjelasan itu, ia melihat pasal yang digunakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada terdakwa kasus penyebaran hoaks Ratna Sarumpaet, kurang tepat.
Alasannya, pasal yang mengatur perkara itu lebih kepada pasal 36 ayat 5 tentang penyiaran terkait menyiarkan isi pesan berunsur kebohongan.
• Sejumlah Pria Misterius Bermotor Kerap Memotret Baliho Prabowo-Sandi di Bekasi, Lalu Pergi